Tari Langendriyan Semakin Jarang Dipentaskan

Author:editorTembi / Date:06-02-2015 / Salah satu keunikan Langendriyan adalah karena pelaku atau penarinya harus bisa menari dalam posisi jongkok. Selain itu semua penari juga harus bisa nembang. Tembang menjadi demikian penting karena model dialog yang dilakukan antarpemain Langendriyan dilakukan dalam format tembang, bukan dialog biasa.

Prabu Klanasasi dan patihnya siap melakukan perlawanan ke Majapahit, difoto: Kamis, 29 Januari 2015, foto: a.sartono
Prabu Klanasasi dan patihnya siap melakukan perlawanan ke Majapahit

Ada berbagai jenis tari di Jawa. Salah satunya adalah dramatari Langendriyan. Disebut dramatari karena memang pada hakikatnya merupakan perpaduan bentuk drama dan tari. Hanya saja dramatari Langendriyan memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri. Salah satu keunikan Langendriyan adalah karena pelaku atau penarinya harus bisa menari dalam posisi jongkok. Selain itu semua penari juga harus bisa nembang. Tembang menjadi demikian penting karena model dialog yang dilakukan antarpemain Langendriyan dilakukan dalam format tembang, bukan dialog biasa. Tembang yang digunakan dalam dialog atau antawecana ini menggunakan jenis tembang macapat tengahan.

Jadi penari Langendriyan harus memiliki dua kemampuan sekaligus, yakni menari dengan format jongkok/jengkeng dan menembang. Tentu saja persyaratan itu bukan merupakan hal yang mudah. Menari dalam format biasa saja sudah merupakan sesuatu yang tidak mudah, apalagi kalau dilakukan dengan cara berjongkok/jengkeng. Lebih-lebih dalam Langendriyan lutut penari dilarang menyentuh lantai. Hal demikian sangat menguras tenaga (stamina). Oleh karenanya penari memang dituntut harus memiliki stamina yang kuat. Beban berat tubuh dalam menari dengan format jongkok/jengkeng ini membebani otot paha, betis, sendi lutut, sendi pergelangan kaki dan pinggul.

Prabu Klanasasi berperang melawan Damarwulan, difoto: Kamis, 29 Januari 2015, foto: a.sartono
Prabu Klanasasi berperang melawan Damarwulan

Tari demikian itulah yang dipentaskan di Pendapa Ndalem Kaneman, Jl Kadipaten Kidul Yogyakarta pada hari Kamis malam, 29 Januari 2015. Pementasan itu dilakukan terutama untuk keperluan dokumentasi audio visual oleh Dinas Kebudayaan DIY. Pendokumentasian ini tampaknya cukup mendesak dilakukan mengingat pertunjukan seni dramatari tradisional Langendriyan mulai jarang dilakukan.

Istilah langen bisa diartikan sebagai hiburan atau kesenangan sedangkan driya bisa diartikan sebagai hati. Jadi, Langendriyan dimaksudkan sebagai hiburan hati. Meskipun demikian, tidak sekadar hiburan semata karena di dalamnya mengandung banyak tuntunan dan berbagai hal yang dapat memperkaya pengalaman batin manusia.

Menurut beberapa pendapat Langendriyan muncul pertama kali di Yogyakarta pada akhir abad ke-19. Bentuk dramatari yang memadukan tari, tembang, karawitan, lakon ketoprak/wayang, langkah jongkok, mimik tersebut muncul atas gagasan Raden Tumenggung Purwadiningrat dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa Langendriyan muncul di wilayah Surakarta, khususnya dari Kadipaten Mangkunegaran. Bahkan Langendriyan digubah sendiri oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara V bersama Raden Mas Tandakusuma. Namun ada pula yang menyebutkan bahwa kesenian ini telah muncul di Mangkunegaran sejak zaman KGPAA Mangkunegara IV (1853-1881).

Damarwulan berdampingan dengan Ratu Kencanawungu dalam sebuah pertemuan di dalam Keraton Majapahit, difoto: Kamis, 29 Januari 2015, foto: a.sartono
Damarwulan berdampingan dengan Ratu Kencanawungu dalam 
sebuah pertemuan di dalam Keraton Majapahit

Versi lain menyatakan bahwa jenis tari ini diciptakan di Ndalem Kaneman, Kadipaten, Yogyakarta. Pendapat lain menyatakan bahwa tari ini diciptakan di Bangsal Kepatihan oleh Patih Danurejo. Hanya saja kedua versi ini tidak menyebutkan angka tahun penciptaan tari tersebut. Tidak pula menyebutkan Patih Danurejo ke berapa. Pendapat lain lagi menyatakan bahwa Langendriyan dikembangkan di Surakarta sementara di Yogyakarta dikembangkan Langen Mandrawanara.

Langendriyan yang dipentaskan di Ndalem Kaneman malam itu mengambil lakon Damarwulan Winisuda. Kisahnya berkisar tentang perlawanan Prabu Klanasasi yang dibantu sekian banyak raja lain terhadap Ratu Kencanawungu yang bertahta di Majapahit. Perlawanan ini dapat dipatahkan oleh Damarwulan bersama Patih Menak Koncar dan wadyabala Majapahit. Atas jasanya itu Damarwulan kemudian diwisuda menjadi senapati agung Majapahit.

Damarwulan diwisuda menjadi pejabat penting di Majapahit dan kelak mendampingi Ratu Kencanawungu mengendalikan Majapahit, difoto: Kamis, 29 Januari 2015, foto: a.sartono
Damarwulan diwisuda menjadi pejabat penting di Majapahit dan 
kelak mendampingi Ratu Kencanawungu mengendalikan Majapahit

Pada galibnya cerita tersebut berangkat dari cerita Damarwulan-Menakjinggo yang sudah cukup populer di masyarakat.

Naskah dan foto: asartono

Berita budaya

Latest News

  • 30-04-15

    Pagelaran Busana “De

    Dewaraja menampilkan sebanyak 60 koleksi busana mayoritas untuk perempuan dalam bentuk high neck dress serta flowing coat dress dan sebagian kemeja... more »
  • 30-04-15

    Ini Buku Seni Suara

    Dibandingkan dengan buku keluaran baru, buku cetakan tahun 1956 dari Penerbit Yayasan Kanisius ini terkesan sungguh sederhana. Kertasnya warna coklat... more »
  • 29-04-15

    PGTK KHalifah Datang

    Kedatangan mereka masih dalam rangka peringatan Hari Kartini sehingga sebagian dari mereka mengenakan pakaian tradisional dan pakaian yang... more »
  • 29-04-15

    Membaca Jejak Chairi

    Dalam acara ini ditampilkan pembacaan puisi, musikalisasi puisi dan pidato kebudayaan. Para penyair muda dan penyair senior bergabung menjadi satu... more »
  • 28-04-15

    Denmas Bekel 28 Apri

    more »
  • 28-04-15

    Anak-anak Tim-Tim di

    Metode yang digunakan Helena van Klinken untuk menyusun buku ini adalah dengan mewawancarai 90 sumber lisan. Berdasarkan hal ini penulis kemudian... more »
  • 27-04-15

    Kearifan Lokal yang

    Dengan membaca buku ini, Anda akan mengetahui berbagai kearifan lokal masyarakat Lombok, sebagai media pendidikan antikorupsi. Juga berbagai bentuk... more »
  • 27-04-15

    ‘Di antara Perempuan

    Sebanyak 7 penyair, satu diantaranya pria dan sisanya penyair perempuan, sedang menyiapkan antologi puisi yang diberi judul ‘Di Antara Perempuan’ dan... more »
  • 27-04-15

    Pada Tiap Rumah Hany

    Bertepatan dengan Hari Kartini, Selasa malam, 21 April 2015, Bentara Budaya Yogyakarta, membuka pameran seni grafis karya Theresia “Tere” Agustina... more »
  • 25-04-15

    Anak Yang Lahir Tang

    Tanggal 8 (Jawa) adalah ‘dina Menjangan.’ Anak yang lahir pada tanggal tersebut baik wataknya, beruntung hidupnya, dikasihi orang-orang agung. Untuk... more »