Wicah dan Ethex Tampil di Sastra Bulan Purnama
Author:editorTembi / Date:14-10-2014 / Dua penyair dari kota berbeda, Wicahyati Rejeki dari Magelang dan Suyitno Ethex dari Mojokerto, tampil bersama dalam acara Sastra Bulan Purnama, Jumat malam 10 Oktober 2014. Kedua penyair membacakan puisi karyanya yang terkumpul dalan antologi puisi berjudul “Sang’ karya Wicahyati Rejeki dan ‘Bersetubuh dengan waktu’, karya Suyitno Ethex.
Wicahyati Rejeki dan anaknya, foto: A’ari Kusuma
Dua penyair dari kota berbeda, Wicahyati Rejeki dari Magelang dan Suyitno Ethex dari Mojokerto, tampil bersama dalam acara Sastra Bulan Purnama, Jumat malam 10 Oktober 2014 di Amphyteater Tembi Rumah Budaya. Kedua penyair membacakan puisi karyanya yang terkumpul dalan antologi puisi berjudul “Sang’ karya Wicahyati Rejeki dan ‘Bersetubuh dengan waktu’, karya Suyitno Ethex.
Ethex, demikian panggilan dari Suyitno, membacakan dua puisi karyanya. Penampilan Ethek santai, mengenakan T’shirt warna putih yang dipadukan dengan rompi warna coklat, lebih terlihat sebagai seniman ketimbang pengajar.
Saat membaca puisi, terkadang Ethex berhenti mengomentari puisi yang sedang dibacakan, atau mengomentari penonton yang terlihat serius, sehingga membuat penonton tertawa lepas, dan Ethex dengan santai meneruskan membaca puisi karyanya.
“Kok semua pada serius dan kaku, santai aja supaya enak melihat pembacaan puisi,” kata Ethex dengan logat bahasa Jawa Timuran.
Tentu saja, penonton tertawa lepas, dan penonton seperti terus mendorong agar Ethex membacakan puisi karyanya sendiri.
“Lho kok pada kaku. Serius banget. Santai aja,” kata Etthex mengomentari penonton yang, baginya, terlihat serius.
Ethex memang hanya membacakan dua puisi, selebihnya dibacakan oleh para pembaca puisi dan penyair lainnya, seperti Sashmytha Wulanari, Dimas Indianto, Pritt Timothy, Kiki Natalia. Selain itu, puisi Ethex digarap dalam bentuk drama yang dimainkan oleh Sanggar Lincak.
Wicahyati Rejeki, tampil dengan sedikit lain, karena ia mengajak anaknya untuk berduet membaca puisi. Selain membaca puisi, anaknya juga bermain biola. Puisi karya Wicah, ada yang diolah menjadi lagu. Maka, suara musik mengiringi Wicah membaca puisi dan seorang pemain gitar melagukan puisi karya Wicah.
Pada Sastra Bulan Purnama edisi ke-37 ini, rembulan tak terlihat di atas langit, sehingga cahaya bulan tidak mewarnai malam purnama, tetapi irama musik memberi suasana meriah pada pembacaan puisi. Karena, selain dilagukan, pembacaan puisi diiringi gitar, seperti dilakukan Sashmytha Wulandari, yang membaca puisi sambil diiringi permainan gitar dari Yoyok.
Arief Rahmanto, foto: Umi Kulsum
Puisi dan musik saling mengisi, sehingga pertunjukan menjadi terasa enak dinikmati. Tetapi bukan berarti membaca tanpa diiringi musik sama sekali tidak menarik. Apa yang dilakukan arief Rahmanto, saat membaca puisi karya Wicah, karena dia terbiasa dengan mendongeng, sehingga puisi Wicah, yang judul puisinya semua menggunakan kata “balada’, menjadi seperti sedang dikisahkan.
Arief, melalui puisi karya Wicah, membangkitkan imajinasi mengenai dongeng. Puisi Wicah seolah seperti dongeng, dan disajikan, oleh Arief dalam bentuk dongeng.
Dalam kata lain, membaca puisi dengan gaya mendongeng, Arief seperti sedang ‘menghidupkan’ puisi dalam bentuk audio. Melalui suara, puisi yang dibacakan oleh Arief terasa enak didengarkan.
Berikut satu puisi karya Suyitno Ethex, yang berjudul ‘Bersetubuh Dengan Waktu’ dan puisi karya Wicahyati Rejeki yang berjudul ‘Balada Dipanegara”, agar pembaca memiliki imajinasi menyangkut puisi, yang antologinya di-launching di Sastra Bulan Purnama.
Bersetubuh Dengan Waktu
aku bersetubuh dengan waktu
menggeliat setiap malam tanpa ragu
melahirkan anak-anak puisi
yang tak pernah peduli
|Apakah diterima dan diakui
anakanak puisi yang lahir
tak pernah aku pikir
karena aku tak punya keyakinan
anakanak puisi bisa hidup tenang
anakanak puisi bisa menantang
..................................................
Balada Dipanegara
Di atas kuda gagah, kenakan jubah
Diponegara mengangkat keris
Derp kaki kuda, sekali kibas terangkat muka
Ringkik panjang menakutkan tentara Belanda
Ratusan, bahkan ribuan tentara lawan
Siap membidikkan moncong senapan
Diponegoro tetap tegak menghadang
Tebarkanlah semangan pasukan
Mereka tebus senjata api
Dengan keberanian membaja
...............................................
Ons Untoro
Bale Karya Pertunjukan SeniLatest News
- 15-10-14
Tiga Desainer Muda M
Fashion show yang digelar di Galeri Indonesia Kaya pada Rabu, 8 Oktober 2014 menampilkan karya 3 desainer muda yang sangat mencintai budayanya dan... more » - 15-10-14
Obituari Bakdi Soema
Selain sebagai dosen, Bakdi juga dikenal sebagai sastrawan. Dia telah menulis sejumlah karya sastra, seperti puisi, cerpen, kritik sastra, kritik... more » - 14-10-14
Wicah dan Ethex Tamp
Dua penyair dari kota berbeda, Wicahyati Rejeki dari Magelang dan Suyitno Ethex dari Mojokerto, tampil bersama dalam acara Sastra Bulan Purnama,... more » - 14-10-14
Makna Baju Surjan da
Pranakan juga dapat diartikan sebagai keturunan (para anak), saudara dan juga prepat atau para pengiring yang tidak pernah lepas dengan orang yang... more » - 14-10-14
Liputan Majalah Kjaw
Dalam majalah tersebut diberitakan bahwa yang dilantik menjadi raja sultan Kanoman Cirebon adalah Pangeran Raja Nurbuwat pada tanggal 9 Juli 1934. Ia... more » - 13-10-14
Ketoprak Lesehan Men
Ketoprak lesehan ini mengajak penonton membayangkan setiap adegan yang dimainkan, termasuk membayangkan wajah tokoh yang dimainkan. Tokoh Sudira,... more » - 13-10-14
Sendratari Ramayana
Sendratari Ramayana resmi muncul tahun 1961 untuk menamai suatu jenis pertunjukan baru di Prambanan. Sendratari (seni drama dan tari) adalah suatu... more » - 13-10-14
Nasi Guncang dan Es
Kehebatan Nasi Guncang bukan cuma pada nasinya, namun juga kelengkapan lauk dan sayurnya. Di sana diletakkan beberapa potong daging empal, tempe... more » - 11-10-14
Catatan dari Seminar
Radhar Panca Dahana secara ekstrem menyatakan bahwa ideologi dan ide telah mati. Kita hanya bisa dan telah terlalu biasa meminjam ide dan ideologi... more » - 11-10-14
Macapatan Rabu Pon k
Ki Wandiyo dapat dikatakan sebagai ‘pujangga lokal’. Dari tangan, budi dan pikirannya telah tercipta 37 corak tembang baru. Dhandhanggula Sriyatnasih... more »