Macapatan Malam Rabu Pon 130, Budi Prawira yang Tidak Pernah Absen
Author:editorTembi / Date:05-09-2014 / Ibarat hidup adalah sebuah tanaman, macapatan dan gendhing-gendhing Jawa adalah pupuknya. Tanaman akan tumbuh dengan sehat dan segar jika selalu didangir (digemburkan tanah di sekitarnya) serta dipupuk.
Para pencinta macapatan menyimak tembang di pendapa Tembi
Padhang mbulan kekencaran
Nedhenging purnamasidi
(terang bulan bersinar benderang, saatnya bulan bulat penuh)
“Syair tersebut merupakan ‘bawa’ atau intro, pandahuluan dari sebuah tembang kinanthi yang pernah dibawakan oleh paguyuban ‘Laras Madya’ pada peringatan hari jadi Tembi Rumah Budaya 15 tahun lalu,” kata Budi Prawiro dari Dusun Kadangan Timbulharjo Sewon Bantul. Hal tersebut diungkapkan Budi di sela-sela acara macapatan malam Rabu Pon, Tembi Rumah Budaya, 26 Agustus 2014.
Budi Prawiro dalam usia 70 tahun masih mampu menghafal
teks tembang dengan cepat, sehingga ketika
nembang tak memerlukan teks
Pada waktu itu Bapak Budi menjadi salah satu anggota Laras Madya yang ikut menembangkan Kinanthi Padang Mbulan. “Wah rasanya senang, ayem dan tenteram. Teringat waktu masih kecil saat bulan purnama, bermain dan tetembangan bersama teman-teman sebaya,” katanya.
Ia mengungkapkan pula bahwa tembang ‘Kinanti Padan Mbulan’ waktu itu, dipilih untuk memperingati hari jadi Tembi Rumah Budaya, dengan harapan agar keberadaan Tembi Rumah Budaya seperti keberadaan rembulan saat purnama. Mampu memberi ruang dan suasana yang menenteramkan bagi keberlangsungan seni tradisi, khususnya tembang macapat dan gending-gending Jawa.
Bapak Budi yang lahir 75 tahun lalu tersebut mengaku sejak muda menyukai kesenian Jawa khususnya karawitan dan macapat. Sebagai bukti kecintaannya pada dua cabang kesenian tersebut, Budi Prawiro hampir tidak pernah absen menghadiri acara macapat malam Rabu Pon di Tembi Rumah Budaya. Bahkan ia selalu datang dan mengisi daftar hadir pada urutan pertama. Hal tersebut dikarenakan, diantara tembang-tembang macapat yang dialunkan, dikumandangkan pula gendhing-gendhing Jawa yang sangat disukainya.
Walaupun telah berusia senja, mereka masih mengenang “purnamasidi”
dengan memukul kempul bersama kelompok karawitan Laras Ketawang
Pernah suatu ketika, Pak Budi datang dalam guyuran hujan. Tangannya dingin waktu menjabat, tetapi tidak hatinya. Ia tetap bersemangat untuk datang. Ia berpikiran bahwa jika hujan turun, sebagian besar pecinta macapat tidak datang, kasihan nanti acaranya sepi. Entah siapa yang dikasihani, apakah penyelenggaranya, dalam hal ini Tembi Rumah Budayaataukah macapatannya, karena tidak banyak yang memperhatikan serta menembangkannya.
Terdorong oleh semangat untuk menghidupi kesenian yang dicintainya, bagi Pak Budi, acara uyon-uyon dan macapatan malam Rabu Pon yang diadakan 35 hari sekali ini, menjadi salah-satu agenda yang ditunggu-tunggu dalam hidupnya. “Acara menika (macapat dan uyon-uyon) saged kangge ngawet-awet umur, ngrabuk suksma lan ndangir salira,” ujarnya dalam bahasa Jawa halus, yang artinya: Ibarat hidup adalah sebuah tanaman, macapatan dan gendhing-gendhing Jawa adalah pupuknya. Tanaman akan tumbuh dengan sehat dan segar jika selalu didangir (digemburkan tanah di sekitarnya) serta dipupuk.
Tidak hanya Pak Budi, para pecinta macapatan yang rata-rata berusia di atas 60 tahun merasakan hal yang tidak jauh berbeda dengan dia. Bahwasanya acara ini merupakan wahana untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas hidup yang dianugerahkan, serta masih diberi kesempatan untuk saling bertemu, melepas rindu berbagi cerita hidup dan juga bersenandung ria dengan tembang-tembang macapat dan gending-gending Jawa.
Di antara para pencinta macapatan yang umumnya sudah senior,
terselip yunior yang juga mencintai macapatan
Bapak Budi sadar, bahwa hidupnya mulai memasuki senja, tidak lagi berada di wilayah ‘purnamasidi.’ Namun dengan kesetiannya mengikuti acara macapatan yang sudah diadakan hingga putaran 130 ini, paling tidak ia dapat mengenang saat dirinya memancarkan sinar yang benderang di puncak purnamasidi. Selain itu dirinya juga mendapat kesempatan untuk mengidungkan tembang-tembang macapat, dan juga tembang-tembang Jawa, salah satunya adalah Kinanti Padang Mbulan: ‘Padang mbulan kekencaran, nedhenging purnamasidi.’
Nonton yuk ..!
Naskah dan foto: Herjaka HS
Bale Karya Pertunjukan SeniLatest News
- 06-09-14
Berdasarkan Hari Pas
Dalam perspektif budaya Jawa pemilihan hari tanggal pelantikan sedikit banyak akan memberi tengara tentang bergulirnya roda pemerintahan. Menurut... more » - 06-09-14
Manual Pelestarian R
Judul : Manual Pelestarian Rumah Adat Kotagede. Buku 1 Penulis : Adibowo, dkk Penerbit : REKOMPAK, 2011, Jakarta Bahasa :... more » - 06-09-14
Orang Kelahiran Sela
Watak orang Selasa Legi panas hati, agak dengki, selalu merasa kurang, senang bertengkar, saat marah membahayakan, dan karena ulahnya banyak orang... more » - 05-09-14
Tidak Bisa Disangkal
Banyak fotografer yang menjadi kurang sadar etika ketika membidikkan kameranya. Lihat saja pada peristiwa upacara keagamaan Waisak di Borobudur.... more » - 05-09-14
55 Penyair Membaca B
Penyair yang menulis Bantul bukan hanya mereka yang tinggal di Bantul, tetapi penyair yang pernah bersentuhan dengan Bantul, apapun bentuk... more » - 05-09-14
Macapatan Malam Rabu
Ibarat hidup adalah sebuah tanaman, macapatan dan gendhing-gendhing Jawa adalah pupuknya. Tanaman akan tumbuh dengan sehat dan segar jika selalu... more » - 04-09-14
Denmas Bekel 4 Septe
more » - 04-09-14
Festival Museum DIY
Festival Museum Yogyakarta 2014 yang mengambil tema “Membangun Karakter Generasi Muda melalui Museum” dan tagline “Museum Goes to School” akan... more » - 04-09-14
Baca Geguritan untuk
Memang, geguritan yang dibacakan oleh para penggurit tidak berkisah langsung mengenai seni rupa, tetapi tema Jawa pada karya Apri Susanto yang ‘... more » - 03-09-14
Kidung Tantri Kediri
Judul : Kidung Tantri Kediri Penulis : Revo Arka Giri Soekatno Penerbit : EFEO, Obor + KITLV, 2013, Jakarta Bahasa :... more »