Baca Geguritan untuk Pameran Apri Susanto

Author:editorTembi / Date:04-09-2014 / Memang, geguritan yang dibacakan oleh para penggurit tidak berkisah langsung mengenai seni rupa, tetapi tema Jawa pada karya Apri Susanto yang ‘mempertemukan’ antara geguritan dan seni rupa.

Akhir Lusono membaca geguritan karyanya pada pembukaan pameran seni rupa karya Apri Susanto di Pendapa Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono
Akhir Lusono

Geguritan (puisi Jawa) dan seni rupa bisa saling bertemu. Itulah yang terjadi pada pembukaan pameran karya Apri Susanto, Jumat 29 Agustus 2014 di  Tembi Rumah Budaya. Pembukaan pameran diawali dengan pembacaan geguritan oleh para penggurit dari Yogya.

Tema karya Apri Susanto sengaja mengangkat Jawa dan mengambil daun pisang sebagai salah satu bentuk ikon Jawa, karena daun pisang sering digunakan dalam kehidupan kesehariaan. Agar tema Jawa pada karya seni rupa bersetuhan dengan produk seni Jawa lainnya, maka dipilihlah geguritan untuk mengawali pameran.

Maka, penggurit Yogya yang sering pentas dan menulis geguritan yakni Akhir Lusono, Bardikari, Bambang Nugroho dan Bambang Nursinggih diminta untuk mengawali pembukaan pameran. Bahkan, sebelum pembukaan pameran Bambang Nursinggih bersama para sahabatnya dengan mengenakan pakaian Jawa menembangkan doa.

Para penggurit yang lain, Akhir Lusono, Bambang Nugroho dan Bardikari membacakan geguritan karyanya untuk menggenapi tema pameran seni rupa karya Apri Susanto, yang menghadirkan tajuk ‘Menembus Batas’. Interaksi antardua jenis karya seni itu memperkuat tema yang dieksplorasi Apri.

Para penggurit tampil dengan gaya masing-masing, khas laiknya membaca puisi. Hanya karena yang dibacakan geguritan, nuansa Jawa-nya pun sangat terasa, apalagi para penggurit, seperti Bardikari dan Akhir Lusono, tampil dengan penuh ekspresif.

Bambang Nursinggih memang selalu tampil ‘lain’ seperti biasa dilakukan. Ia tidak sekadar membaca geguritan, tetapi sekaligus memadukan dengan performance, misalnya dengan ritual, atau tari. Pada pembukaan pameran ini ia menari sambil menembang dan berjalan mengiringi penonton memasuki ruang pameran.

Bambang Nursinggih bersama kelompoknya membaca geguritan, menembang dan menari pada pembukaan pameran seni rupa karya Apri Susanto di Pendapa Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono
Bambang Nursinggih bersama kelompoknya

Sastra dan seni rupa di Yogya,pada tahun 1970-an saling melakukan interaksi. Para seniman saling berbaur menjadi satu, sehingga antara pelukis, penyair, pemain teater, bahkan aktivis kampus saling bertemu untuk memperkuat karya masing-masing. Tapi pada perkembangan berikutnya, aktivitas seni rupa meninggalkan karya sastra, dan tidak banyak interaksi antara keduanya.

Bertemunya antara geguritan dan seni rupa di  Tembi Rumah Budaya, khususnya pada pembukaan pameran Apri Susanto, seperti memberi ‘tengara’ bahwa karya sastra dan seni rupa sesungguhnya tidak saling berjauhan. Selama ini, bisa dikatakan, tidak pernah terlihat geguritan bersentuhan dengan seni rupa.

Memang, geguritan yang dibacakan oleh para penggurit tidak berkisah langsung mengenai seni rupa, tetapi tema Jawa pada karya Apri Susanto yang ‘mempertemukan’ antara geguritan dan seni rupa.

“Saya akan membaca geguritan karya saya untuk meneguhkan tema Jawa pada lukisan karya Apri Susanto,” kata Bardikari.

Bardikari membaca geguritan karyanya pada pembukaan pameran seni rupa karya Apri Susantto di Pendapa Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono
Bardikari

Seni rupa dan geguritan akhirnya bisa saling mengisi dan mewarnai.

Nonton yuk ..!

Ons Untoro 
Foto: Sartono

Bale Karya Pertunjukan Seni

Latest News

  • 06-09-14

    Berdasarkan Hari Pas

    Dalam perspektif budaya Jawa pemilihan hari tanggal pelantikan sedikit banyak akan memberi tengara tentang bergulirnya roda pemerintahan. Menurut... more »
  • 06-09-14

    Manual Pelestarian R

    Judul : Manual Pelestarian Rumah Adat Kotagede. Buku 1  Penulis : Adibowo, dkk  Penerbit : REKOMPAK, 2011, Jakarta  Bahasa :... more »
  • 06-09-14

    Orang Kelahiran Sela

    Watak orang Selasa Legi panas hati, agak dengki, selalu merasa kurang, senang bertengkar, saat marah membahayakan, dan karena ulahnya banyak orang... more »
  • 05-09-14

    Tidak Bisa Disangkal

    Banyak fotografer yang menjadi kurang sadar etika ketika membidikkan kameranya. Lihat saja pada peristiwa upacara keagamaan Waisak di Borobudur.... more »
  • 05-09-14

    55 Penyair Membaca B

    Penyair yang menulis Bantul bukan hanya mereka yang tinggal di Bantul, tetapi penyair yang pernah bersentuhan dengan Bantul, apapun bentuk... more »
  • 05-09-14

    Macapatan Malam Rabu

    Ibarat hidup adalah sebuah tanaman, macapatan dan gendhing-gendhing Jawa adalah pupuknya. Tanaman akan tumbuh dengan sehat dan segar jika selalu... more »
  • 04-09-14

    Denmas Bekel 4 Septe

    more »
  • 04-09-14

    Festival Museum DIY

    Festival Museum Yogyakarta 2014 yang mengambil tema “Membangun Karakter Generasi Muda melalui Museum” dan tagline “Museum Goes to School” akan... more »
  • 04-09-14

    Baca Geguritan untuk

    Memang, geguritan yang dibacakan oleh para penggurit tidak berkisah langsung mengenai seni rupa, tetapi tema Jawa pada karya Apri Susanto yang ‘... more »
  • 03-09-14

    Kidung Tantri Kediri

    Judul : Kidung Tantri Kediri  Penulis : Revo Arka Giri Soekatno  Penerbit : EFEO, Obor + KITLV, 2013, Jakarta  Bahasa :... more »