Dwi Tunggal Seniman Yogya, Jemek dan Sujud, Mengocok Perut dengan Kritik

Author:editortembi / Date:16-04-2014 / Jemek yang dikenal sebagai pantomimer dan Sujud yang dikenal sebagai “kendang tunggal” sanggup menyuguhkan kolaborasi pertunjukan yang jenaka namun memukau. Iringan kendang dan syair yang dilontarkan Sujud direspon Jemek dengan gerakan-gerakan khas pantomim yang menggambarkan isi syair Sujud.

Kelompok musik Adakalanya mengawali pementasan Dwi Tunggal Seniman Jogja: Jemek Supardi dan Sujud Sutrisno, difoto: Jumat, 4 April 2014, foto: a.sartono
Kelompok musik Adakalanya mengawali pementasan 
Dwi Tunggal Seniman Jogja: 
Jemek Supardi dan Sujud Sutrisno

Mengolaborasikan dua kemampuan/keahlian dari sosok seniman gaek dalam satu panggung pementasan bukan perkara yang mudah. Akan tetapi bagi Jemek Supardi (61) dan Sujud Sutrisno (61) hal demikian ternyata tidaklah sulit.

Jemek yang dikenal sebagai pantomimer dan Sujud yang dikenal sebagai “kendang tunggal” sanggup menyuguhkan kolaborasi pertunjukan yang jenaka namun memukau. Iringan kendang dan syair yang dilontarkan Sujud direspon Jemek dengan gerakan-gerakan khas pantomim yang menggambarkan isi syair Sujud. Demikian pentas Jemek dan Sujud yang diberi tajuk Dwi Tunggal Seniman Jogja dan dipentaskan di Tembi Rumah Budaya, Jumat, 4 April 2014 ini.

Kolaborasi Jemek Supardi dan Sujud Sutrisno di pendapa Tembi Rumah Budaya, difoto: Jumat, 4 April 2014, foto: a.sartono
Kolaborasi Jemek Supardi dan Sujud Sutrisno

Dwi Tunggal Jemek Sujud yang tampil dengan kostum stelan jas dan peci ala pejabat itu pada galibnya ingin menggambarkan suasana hingar bingar pesta pemilu dan perebutan kursi kekuasaan. Jemek Sujud secara guyon menampilkan diri sebagai caleg yang berslogan: Jangan Pilih Saya Kalau Tidak Ingin Sengsara !

Jemek menampilkan seluruh gerak tubuh, mimik atau ekspresi wajah, serta gestur yang dalam keseluruhannya menohokkan kritik pada para caleg atau pun penguasa yang tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Penguasa yang hanya kukuh dalam mencengkeram atau mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara, termasuk menyuap yang pada gilirannya menumbuhkan sikap korup, tamak, tidak tahu malu, dan tidak punya integritas.

Ons Untoro dari Tembi Rumah Budaya dan Anang Batas, difoto: Jumat, 4 April 2014, foto: a.sartono
Ons Untoro dari Tembi Rumah 
Budaya dan Anang Batas

Sujud sekalipun tampil dengan stelan jas dan peci tetap menampilkan diri seperti tampilan kesehariannya. Artinya, tidak punya beban apa-apa. Ia lebih fokus pada berdendang dalam iringan kendang tunggalnya. Syair-syairnya demikian khas: jenaka, penuh plesetan khas Yogya yang sekaligus menyindir-berkelit-melepaskan diri dari beban dan tekanan. Tembang yang dilantunkannya pun dicomot dari sekian banyak tembang populer di masa lalu. Ia seperti tidak peduli. Comot sana-sini dan dirangkai dalam dendang jenaka serta durasi yang cukup lama.

Mata indah bola ping pong, Mbak Endang kecemplung gentong….

Demikian salah satu syair yang dia dendangkan yang dia ambil dari sebuah lagu populer pada dekade 1990-an yang pernah dilantunkan oleh Iwan Fals. Sentilan yang sesungguhnya sengak (pedas) atas situasai sosial politik yang dikemas dalam wujud komedi ini semakin semarak dengan tampilnya kelompok musik Adakalanya dan MC Anang Batas yang dikenal piawai dalam memelesetkan kata-kata, kalimat, makna, syair, maupun iringan musik.

Jemek Supardi dan Sujud Sutrisno diminta foto bersama penggemarnya, difoto: Jumat, 4 April 2014, foto: a.sartono
Jemek Supardi dan Sujud Sutrisno diminta 
foto bersama penggemarnya

Sujud yang telah mengamen sejak tahun 1964 ketika ia berusia 11 tahun tidak pernah menyebut dirinya sebagai pengamen. Ia menyebut dirinya sebagai PPRT (Petugas Pemungut Pajak Rumah Tangga). PPRT dimaknai oleh Sujud dengan memberikan pelayanan (dendang dalam iringan kendang) baru kemudian ia mengutip uang dari rumah tangga yang ia datangi.

Mlebu ngomah dibalang kenthos, kenthos tiba neng krikil 
Ana bocah untune mrongos yen ngguyu kaya kuda nil…. 
(Masuk rumah dilempar biji salak, biji salak jatuh ke kerikil 
Ada anak giginya tonggos kalau tertawa seperti kuda nil)

Itulah sekelumit syair-syair jenaka yang didendangkan Sujud Sutrisno yang mengharapkan melalui lagu dan seni bangsa Indonesia sungguh dapat menjadi bangsa yang berkarakter.

Nonton yuk ..!

Naskah dan foto: A. Sartono

Bale Karya Pertunjukan Seni

Latest News

  • 19-04-14

    Nungki Kusumastuti D

    Dunia tari adalah nafasnya. Sampai usianya yang ke-56 Nungki Kusumastuti masih aktif menari. Wanita yang dikenal luas sebagai penari Istana Negara... more »
  • 19-04-14

    Hari Keberuntungan O

    Orang Wuku Warigalit mempunyai daya tarik khusus, pandai bergaul serta menyenangkan, namun kurang setia. Agar selamat orang Wuku Warigalit perlu... more »
  • 19-04-14

    Anak-anak Basmallah

    Pengenalan terhadap alam lingkungan dan budaya lokal diharapkan mendekatkan mereka dengan alam budaya dan sekaligus sebagai model pembelajaran alam... more »
  • 19-04-14

    Sembada Wiratama

    Sembada wiratama dapat diartikan sebagai bertindak atau bertingkah laku sesuai dengan omongannya serta berani mengutamakan hal yang benar, adil, dan... more »
  • 17-04-14

    Minangkabau. Dalam C

    Judul : Minangkabau. Dalam Catatan Sejarah yang Tercecer  Penulis : Ampera Salim, Zulkifli  Penerbit : Citra Budaya Indonesia, 2004... more »
  • 17-04-14

    Denmas Bekel 17 Apri

    more »
  • 17-04-14

    Tom Ibnur Gabungkan

    Selama 45 menit, penonton dihibur dengan tari-tarian, antaranya tari piring yang dibawakan dengan gemulai oleh penari kelahiran Padang ini bersama... more »
  • 16-04-14

    Dwi Tunggal Seniman

    Jemek yang dikenal sebagai pantomimer dan Sujud yang dikenal sebagai “kendang tunggal” sanggup menyuguhkan kolaborasi pertunjukan yang jenaka namun... more »
  • 16-04-14

    Pelarian Pangeran Bl

    Pangeran Blitar merupakan salah satu bangsawan Majapahit keturunan Prabu Brawijaya terakhir. Ia melarikan diri dari Majapahit karena waktu itu... more »
  • 16-04-14

    Membaca Puisi Membac

    'Membaca Puisi Membaca Hati’ pada Rabu, 16 April 2014 pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, selain menampilkan lima penyair, juga diisi lagu puisi oleh... more »