Busana Keprajuritan Para Pangeran Keraton Yogyakarta Awal Abad ke-19
Author:editorTembi / Date:03-11-2014 / Para pangeran ini berfoto bersama dengan mengenakan pakaian keprajuritan (baju resmi prajurit). Oleh karena mereka adalah pangeran, maka tentu saja pakaian keprajuritan yang mereka kenakan berbeda dengan prajurit biasa.Berikut ini adalah foto para pangeran dari Kasultanan Yogyakarta. Namun, titimangsa atau tanggal pembuatan foto tidak tercantum di dalam keterangan fotonya. Keterangan atau caption yang diletakkan di bawah foto tertulis sebagai berikut: “Para pangeran berbusana keprajuritan dalam rangka menerima tamu, tampak gambar no. 4 dari kiri Gusti Pangeran Haryo Poeger adik Sri Sultan Hamengku Buwana VII.”
Apakah keterangan foto itu menunjukkan bahwa foto tersebut dibuat pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII (1855-1877). Jika memang demikian, maka foto tersebut diduga dibuat pada awal abad ke-19.
Para pangeran ini berfoto bersama dengan mengenakan pakaian keprajuritan (baju resmi prajurit). Oleh karena mereka adalah pangeran, maka tentu saja pakaian keprajuritan yang mereka kenakan berbeda dengan prajurit biasa.
Para pangeran ini tampak mengenakan baju berwarna hitam (gelap) dengan bludiran (semacam border) khusus berwarna emas. Bludiran terletak di bagian leher, bagian depan, bagian bawah, dan ujung lengan bagian bawah. Mereka juga mengenakan udheng (blangkon/mondholan) dengan berbagai corak, namun pada intinya warna dasar udheng adalah gelap (hitam).
Baju dalam (rangkepan) yang mereka pakai berwarna putih polos dengan kancing dipasang agak rapat satu dengan yang lainnya. Kamus (semacam sabuk/ikat pinggang) berbludiran warna keemasan dengan timang (kepala ikat pinggang) juga berwarna keemasan (timang para pangeran pada masa lalu umumnya adalah emas sungguhan). Kamus ini dikenakan di luar baju hitam (yang disebut baju sikepan) berbludiran (seperti mengikat keberadaan baju sikepan).
Selain itu, pakaian mereka juga dilengkapi dengan kalung ulur berwarna keemasan yang disangkutkan dengan peniti pada baju sisi sebelah kiri (depan bawah dada) atau disangkutkan pada baju bagian bawah di atas kamus atau pada saku. Perlu diketahui juga bahwa kalung dan peniti ini pada masa lalu memang terbuat dari emas sungguhan. Umumnya kalung ulur ini dilengkapi dengan liontin.
Pendok (pelapis warangka/sarung) keris yang mereka kenakan juga terbuat dari emas, juga hiasan di atas pendok berbentuk bundar (perhatikan hiasan berbentuk bundar yang terletak di dekat lengan kiri bawah masing-masing pangeran) yang biasanya bergambar tertentu (kesatuan prajurit, kerajaan, dan sebagainya).
Celana yang mereka kenakan berwarna hitam polos dengan panjang sebatas lutut. Celana semacam ini disebut celana panji-panji. Selain itu mereka juga mengenakan kaus kaki berwarna putih sampai di bawah lutut sehingga keseluruhan betisnya tertutup. Alas kaki yang mereka kenakan adalah sepatu pantofel hitam.
Selain itu, mereka juga mengenakan kain batik di luar celana mereka. Kain batik ini tidak dikenakan seperti ketika mengenakan bebed (jarit) yang membungkus kaki mulai mata kaki hingga sedikit di atas pusar, namun dikenakan mulai dari sedikit di atas lutut hingga sedikit di atas pusar. Wiron atau lipatan kain di bagian depan dibiarkan menjuntai dan tidak dipelipit atau dilipat rapi seperti dalam bebedan. Kain yang dikenakan dengan gaya seperti ini disebut dengan supit urang.
Tampak bahwa pakaian keprajuritan yang menjadi ciri khas para pangeran (pimpinan kesatuan prajurit) pada waktu itu telah mendapatkan sentuhan gaya pakaian ala Barat. Kaus kaki dan sepatu pantofel mungkin dapat disebut sebagai sentuhan gaya pakaian ala Barat yang paling menonjol.
Sumber: Foto koleksi Museum Keraton Yogyakarta
A. Sartono
Latest News
- 13-11-14
Promo Indonesia Mena
Para penari yang terdiri dari peserta pemilihan Abang None Jakarta dan siswa dari sejumlah sanggar tari Jakarta tersebut sedang mempromosikan acara “... more » - 13-11-14
Museum Tembi Punya D
Semasa Kerajaan Kasultanan Yogyakarta berdiri dan mempunyai kekuasaan otonomi, maka daerah ini memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan... more » - 13-11-14
Kisah Kelahiran Rama
Buku keluaran tahun 1964 dalam bahasa Jawa ini mengisahkan tentang kelahiran dan perjalanan hidup Rama, yang diambil dari epik Ramayana. Judul :... more » - 12-11-14
Obituari Gandung Und
Namanya Wahyudiono, tetapi lebih dikenal dengan nama Gandung. Usianya masih muda, baru 44 tahun. Dia sahabat para seniman di Yogya dan selalu... more » - 12-11-14
Museum 10 November d
Di museum ini disimpan dan dipamerkan sejumlah benda milik Bung Tomo di antaranya adalah radio, mobil, senjata, dan perlengkapan pribadi. Ada pula... more » - 12-11-14
Mengintip Kudapan Fa
Buku ini berisi kumpulan tentang resep makanan dan minuman yang menjadi kegemaran bangsawan keraton Yogyakarta. Dalam perkembangannya, kuliner di... more » - 11-11-14
100 Patung Doraemon
Doraemon akan hadir di Ancol Beach City Mall, Jakarta Utara selama 100 hari, lengkap dengan 100 patung Doraemon, 100 gadget yang pernah keluar dari... more » - 11-11-14
Sejarawan Besar Pete
Peter Carey tertarik mendalami perihal Diponegoro ketika ia tengah menjalankan tugas studi/penelitian di Oxford University. Saat itu ia tertarik... more » - 11-11-14
Resep Sambel Tumpang
Bagi masyarakat Surakarta atau Kota Solo dan sekitarnya, tentu sudah tidak asing lagi dengan masakan sambel tumpang. Masakan ini sering kali... more » - 10-11-14
Teater Koma Suguhkan
Teater Koma menampilkan lakon terbarunya “Republik Cangik” yang akan dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) dari tanggal 13 hingga 22 November... more »