Sejarawan Besar Peter Carey Singgah di Tembi

Author:editorTembi / Date:11-11-2014 / Peter Carey tertarik mendalami perihal Diponegoro ketika ia tengah menjalankan tugas studi/penelitian di Oxford University. Saat itu ia tertarik untuk mendalami satu periode, yakni periode Revolusi Perancis, khususnya berkaitan dengan masalah-masalah di Jawa.

Peter Carey dipotret dari arah depan, difoto: 20 September 2014, foto: a.sartono
Peter Carey, foto: a.sartono

Para pemerhati sejarah atau bahkan awam di Indonesia tidak asing lagi dengan nama Peter Carey (Prof Dr Peter Brian Ramsey Carey, lahir di Burma atau sekarang Myanmar 30 April 1948). Ia seorang sejarawan besar dari Inggris yang dari tangannya lahir empat buah buku yang sangat bernilai mengenai Pangeran Diponegoro. Buku-buku tersebut: Babad Diponegoro: An Account of the Outbreak of the Java War (1825-1830), Asal-Usul Perang Jawa: Pemberontakan Sepoy dan Lukisan Raden Saleh, Kuasa Ramalan I-III: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan lama di Jawa (1785-1855).

Kebetulan ia baru saja mampir ke  Tembi dalam rangka menyaksikan pementasan dramatic reading berjudul Aku Diponegoro oleh Landung Simatupang, dkk. Dramatic reading dilaksanakan 19 September 2014. Pada kesempatan itulah  Tembi sempat berbincang beberapa lama dengan Peter Carey.

Peter Carey tertarik mendalami perihal Diponegoro ketika ia tengah menjalankan tugas studi/penelitian di Oxford University. Saat itu ia tertarik untuk mendalami satu periode, yakni periode Revolusi Perancis, khususnya berkaitan dengan masalah-masalah di Jawa. Ia kemudian menemukan sebuah gambar foto Pangeran Diponegoro yang sedang pergi ke Matesih, Magelang, yang saat itu berada di bawah karesidenan Belanda. Matesih yang dimaksud berada di tengah-tengah Sungai Progo (semacam pulau keci). Hal ini memikat hasrat Peter Carey untuk mendalami siapa sesungguhnya Pangeran Diponegoro itu.

Peter Carey dalam perbincangannya dengan Tembi, difoto: 19 September 2014, foto: a.barata
Peter Carey dalam perbincangannya dengan 
Tembi, foto: a.barata

Diponegoro semakin menarik baginya sebab sosok pangeran Jawa ini mengalami transisi yang sangat krusial dari tatanan lama (orde lama) Keraton Mataram yang belum diganggu oleh periode kolonialisme menuju zaman kolonial (orde baru). Pada sisi inilah Dipoengoro dianggap sebagai sosok yang hidup dalam perubahan zaman yang radikal. Sebagai bangsawan (putra Sultan Hamengku Buwana III) ia justru dididik di luar keraton secara intensif oleh ulama. Ia mempraktekkan hidup Islam serta kejawen yang kuat dan juga sufistik.

Diponegoro disebut sebagai sosok yang mengakami tsunami besar dalam hidupnya oleh Peter Carey, namun ia tetap tidak tergoyahkan. Tsunami itu di antaranya ia harus ikut nenek buyutnya di Tegalrejo, sehingga ia tidak menikmati hidup nikmat di dalam keraton; kehilangan kehidupan keraton. Ia kehilangan dunia Tegalrejo pada 20 Juli 1825 karena Tegalrejo dibumihanguskan oleh Belanda, dan tsunami yang terakhir adalah pembuangannya seorang diri ke luar Jawa (Makassar dan Menado). Di balik semua itu ia tetap tegar dan tetap merupakan sosok yang optimistik. Bahkan dalam rangka pembuangannya ke luar Jawa ia justru berkreasi menyusun Babad Diponegoro yang pada akhirnya menjadi kajian penting bagi penelitian sejarah, khususnya sejarah Jawa akhir abad ke-19.

Peter Carey menyebutkan bahwa Diponegoro banyak memberikan keteladanan sebagai sosok yang tahu asal-usul dirinya. Ia mengerti konteks sejarah dan tidak terombang-ambingkan oleh sejarah sekalipun sejarah itu mengerikan. Sebagai pemimpin ia telah mencontohkan arti keterlibatannya dengan masyarakat.

“Jauh sebelum istilah blusukan populer seperti sekarang ia telah acapkali turun ke pedesaan untuk mendengar, menampung, dan mencarikan solusi bagi segala persoalan yang ada pada rakyatnya. Ia juga sudah biasa ikut bekerja bersama rakyat, misalnya dengan membantu memanen padi, menanam benih, dan mengolah sawah. Ia bisa menyesuaikan diri di semua tempat tanpa canggung,” kata Peter Carey dalam bahasa Indonesia yang fasih.

Peter Carey tengah menikmati pameran wayang di Gedung BI Yogyakarta 20 September 2014, , difoto: 20 September 2014, foto: a.sartono
Peter Carey tengah menikmati pameran wayang di Gedung BI 
Yogyakarta 20 September 2014, foto: a.sartono

Sekalipun putra raja dan bangsawan besar serta memiliki kekayaan yang berlimpah, Diponegoro adalah sosok yang hemat dan cermat dalam mengelola keuangannya. Ia juga dikaruniai fisik yang kuat. Ia pernah berjalan kaki dari Yogyakarta ke Delanggu untuk mencari anaknya. Ia juga pernah berjalan kaki dari Kedu ke Banyumas. Ia bisa menikmati tidur di mana pun, hal yang sulit dibayangkan untuk bangsawan (putra raja) pada masa itu.

Diponegoro telah mengalami ujian di masa kanak-kanak-remaja-dewasa-dan tuanya. Ujian semacam itu menurut Peter Carey penting bagi orang Jawa untuk menjadi Jawa, yakni tirakat. Tirakat adalah bagian penting dari siklus hidup manusia Jawa. Pada sisi-sisi itulah ketajaman pikir dan rasa sebagai orang Jawa menjadi tumbuh dan hidup. Dengan demikian, dalam situasi apa pun ia tetap teguh dan berwibawa dalam kejawaannya.

Demikian sepintas obrolan  Tembi dan Peter Carey di tribun Panggung Terbuka Notoprajan malam itu.

Temen nan yuk ..!

a. sartono

Teman

Latest News

  • 24-12-14

    Rumah Kebangsaan. Da

    KRT Jayadipura adalah salah satu tokoh gerakan kebangsaan. Karena itu, tidak heran apabila dalem Jayadipuran sering dipakai untuk pertemuan atau... more »
  • 24-12-14

    Cuplikan dari Festiv

    Kirab atau pawai ini merupakan awal atau pembukaan Festival Seni Budaya Klasik yang diselenggarakan oleh Pura Paku Alaman pada tanggal 17-20 Desember... more »
  • 23-12-14

    Gladhen Tembang Maca

    Pada Gladhen 22 ini tembang yang dipakai untuk belajar adalah tembang Asmarandana yang dilagukan dengan notasi Slobok. Sedangkan teks tembang,... more »
  • 23-12-14

    Pembacaan Puisi untu

    Jalan menuju Desa Kedunggubah sedikit terjal, dan terasa agak terpencil, jauh dari pusat kota. Jalann menuju desa bukan hanya berlubang, tetapi juga... more »
  • 23-12-14

    Pameran Tunggal Visu

    Bulan Desember 2014 ini Ong ditantang untuk berpameran tunggal oleh Bentara Budaya Yogyakarta, yang sempat membuat dirinya ragu-ragu, antara meng-iya... more »
  • 22-12-14

    Ini Buku Akutansi Za

    Perpustakaan Tembi, yang terbuka untuk umum, menyimpan buku kuno ini yang berisi tentang pengantar ilmu dagang. Istilah sekarang akuntansi. Buku... more »
  • 22-12-14

    “Kecubung Pengasihan

    Perkumpulan Seni Nusantara Baca (PSBN) menggarap cerpen karya Danarto itu menjadi sebuah pertujukan, yang memadukan antara musik, alunan dan... more »
  • 22-12-14

    Tangis Gandrik dalam

    Lakon Tangis yang merupakan naskah karya almarhum Heru Kesawa Murti yang berjudul Tangis, memang menyuguhkan kritik sosial tentang pusaran tipu-tipu... more »
  • 20-12-14

    Denmas Bekel 20 Dese

    more »
  • 20-12-14

    Sothil, Teman Setia

    Sothil sendiri dalam proses menggoreng berfungsi untuk membolak-balik lauk yang digoreng agak matangnya merata dan tentu saja agar tidak gosong.... more »