Jejak Pahlawan Nasional RA Kartini Terekam di Sejumlah Museum di Yogyakarta
Author:editortembi / Date:05-04-2014 / Hari besar tersebut untuk mengenang jasa-jasa besar dia yang berusaha memajukan pendidikan wanita agar setara dengan pria. Hal itu dilatarbelakangi kedudukan wanita kala itu jauh di bawah kedudukan laki-laki, terutama bagi masyarakat Jawa, yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari RA Kartini.
Foto RA Kartini di Museum Pendidikan Indonesia UNY
“Habis Gelap Terbitlah Terang”, demikianlah judul buku Kumpulan surat-surat Raden Ajeng (RA) Kartini yang sangat terkenal. Tokoh wanita kelahiran Jawa Tengah ini diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 2 Mei 1964 melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No 108 semasa Presiden Ir Soekarno.
Dengan keputusan itu, maka setiap tanggal 21 April, sesuai dengan kelahiran RA Kartini, diperingati sebagai Hari Kartini. Hari besar tersebut untuk mengenang jasa-jasa besar dia yang berusaha memajukan pendidikan wanita agar setara dengan pria. Hal itu dilatarbelakangi kedudukan wanita kala itu jauh di bawah kedudukan laki-laki, terutama bagi masyarakat Jawa, yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari RA Kartini. Perjuangan Kartini itu sering dikenal dengan istilah emansipasi wanita.
Foto Sekolah RA Kartini di Jawa Tengah Tahun 1930-an
Koleksi Museum Pendidikan Indonesia UNY
Sayang sekali, perjuangan RA Kartini yang lahir di Jepara Jawa Tengah, 21 April 1879 tidak bisa maksimal dan putus di tengah jalan, ketika ia harus menghembuskan nafas terakhir setelah melahirkan putra pertama, pada usia yang masih cukup muda, yakni 25 tahun, pada 17 September 1904 di Rembang.
Namun demikian, ternyata seorang tokoh Belanda, yakni van Deventer peduli dengan cita-cita RA Kartini tersebut. Deventer, seorang tokoh Politik Etis di Hindia Belanda akhirnya mendirikan sebuah sekolah wanita di Semarang pada tahun 1912. Sekolah wanita itu dikelola sebuah yayasan yang bernama Yayasan Kartini. Lalu sekolah itu berkembang ke beberapa kota lainnya, antara lain Yogyakarta, Surabaya, Malang, Madiun, dan Cirebon. Sekolah-sekolah itu dinamakan Sekolah Kartini.
Atas emansipasi RA Kartini, sekarang kedudukan wanita Indonesia, terutama dalam mengenyam pendidikan, sudah setara dengan kaum pria. Bahkan beberapa wanita Indonesia sudah menduduki jabatan yang setara pula dengan kaum pria, seperti Megawati Soekarnoputri (menjabat sebagai Presiden RI ke-5), Tri Rismaharini (Walikota Surabaya), Dr Nafsiah Mboi (Menteri Kesehatan), dan masih banyak lagi tokoh wanita yang sekarang ini menjabat di pemerintahan dan instansi lainnya.
Foto RA Kartini di Museum Pergerakan Wanita Yogyakarta
Sejarah perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender yang dicita-citakan oleh RA Kartini memang pantas diteruskan kepada generasi penerus bangsa Indonesia. Maka tidak aneh, museum-museum di Indonesia, sebagai salah satu lembaga yang bertugas untuk meneruskan nilai-nilai perjuangan dari pahlawan nasional kepada generasi muda, banyak yang menghadirkan tokoh RA Kartini sebagai salah satu koleksi. Demikian pula museum-museum di Yogyakarta.
Ada beberapa museum di Yogyakarta yang mengoleksi tokoh RA Kartini, di antaranya adalah Museum Pendidikan Indonesia Universitas Negeri (UNY) Yogyakarta. Di museum ini, dipasang foto RA Kartini dan sekolahnya. Lalu di Museum Pergerakan Wanita Indonesia “Kowani” Yogyakarta, juga dipamerkan foto dan buku Kartini serta tokoh-tokoh pahlawan wanita lainnya. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta menampilkan koleksi lukisan RA Kartini. Demikian pula Museum Batik dan Sulaman Yogyakarta menampilkan koleksi Sulaman RA Kartini.
Buku-Buku RA Kartini di Museum Pergerakan Wanita Yogyakarta
Begitu banyaknya museum di Yogyakarta yang menampilkan koleksi RA Kartini, menandakan bahwa ketokohannya pantas diteladani dan menjadi panutan oleh generasi muda, khususnya para kaum wanita.
Ke museum yuk ..!
Naskah & foto: Suwandi
Jaringan MuseumLatest News
- 08-04-14
Tata Titi Tatas Titi
Wejangan bahasa Jawa tersebut selaras dengan manajemen modern. Efisiensi, ketelitian, ketepatan waktu dan sasaran, pengawasan dan kontrol, serta... more » - 08-04-14
Jalan Magelang Dulu
Sebelum tahun 1956 jalan ini dinamakan Jl Bulurejo, karena dulu di sisi timur jalan ini terdapat Kampung Bulu. Istilah bulu mengacu pada nama salah... more » - 08-04-14
Rumata, Membuka Akse
Sebuah rumah budaya bernama Rumata hadir di Makassar, yang diharapkan bisa menjadi tempat berbagi inisiatif komunitas seni di kota itu. Riri Riza... more » - 07-04-14
Selayang Pandang Lan
Judul : Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh Penulis : H.M. Nur El Ibrahimy Penerbit : Grasindo, 1993, Jakarta... more » - 07-04-14
Ultah Sukra Kasih ke
Pementasan ini menampilkan dalang muda dari Gamping, Sleman, yang bernama Ki Bayu Aji Nugroho. Ada pun lakon yang dipentaskan adalah Kaca Nagara.... more » - 07-04-14
55 Tahun Sanggarbamb
Yang selalu khas dari ulang tahun Sanggarbambu adalah suasana akrabnya. Tua-muda berbaur, duduk lesehan sambil mendengarkan musik, membaca puisi dan... more » - 05-04-14
Pasinaon Basa Jawa K
Pancen menawi dipun tandhingaken kaliyan jaman rumiyin, undha-usuk basa Jawi samenika langkung ringkes. Dene ing jaman rumiyin undha-usuk basa Jawi... more » - 05-04-14
Jejak Pahlawan Nasio
Hari besar tersebut untuk mengenang jasa-jasa besar dia yang berusaha memajukan pendidikan wanita agar setara dengan pria. Hal itu dilatarbelakangi... more » - 05-04-14
Kesuksesan dan Kesej
Orang Wuku Tolu kokoh pendiriannya, teliti, serius dalam pembicaraan dan sabar, namun sedikit sombong dan mau berbohong. Agar terhindar dari mara... more » - 05-04-14
Sang Hyang Patuk Ber
Banyak orang mengira bahwa anak nomor dua yaitu Sang Hyang Patuk dan anak nomor sembilan yaitu Batara Temboro lahir kembar, karena wajah keduanya... more »