Rambu Khusus untuk Pejalan Kaki di Malioboro
Rambu lalu lintas bukan merupakan hal yang asing bagi semua orang. Artinya, semua orang mengenalnya terutama para pengendara kendaraan. Rambu lalu lintas diciptakan untuk mengatur arus lalu lintas sehingga kecelakaan, kemacetan, kesemrawutan bisa dihindarkan. Rambu lalu lintas difungsikan agar egoisme para pengendara kendaraan bisa dikelola. Bukan diumbar dan meliar. Rambu lalu lintas selain mengandungi sisi-sisi hukum sekaligus juga mengandung nilai-nilai moral. Pelanggaran akan rambu-rambu lalu lintas pada sisi tertentu menunjukkan rendahnya moral dan keberadaban pelanggarnya. Orang kadang merasa bangga atau merasa jagoan bila berani melanggar rambu lalu lintas. Padahal pada sisi itu sebenarnya sang pelanggar sedang menampakkan sisi negatifnya. Sisi ketidakberadabannya, sisi kekampungannya.
Hampir semua jalan raya terpasangi rambu lalu lintas. Demikian juga Jalan Malioboro, Jogja. Akan tetapi ada rambu lalu lintas baru yang muncul di Malioboro. Rambu baru ini selama ini tidak pernah muncul di sana. Rambu lalu lintas ini dibuat cukup unik karena diberi gambar sepasang sandal jepit. Kecuali gambar demikian rambu ini juga ditulisi HORMATI PEJALAN KAKI, ANDA MEMASUKI KAWASAN RAMAH PEJALAN KAKI. Tampaknya rambu ini ingin menegaskan atau ingin mengingatkan agar para pengendara kendaraan di Malioboro memberikan penghargaan lebih kepada para pejalan kaki.
Seperti diketahui Malioboro adalah pusat perbelanjaan, kuliner, dan penginapan di Jogja. Kawasan ini terkenal sebagai kawasan untuk berjalan-jalan. Kawasan untuk bersantai para wisatawan dan warga Jogja. Orang Jogja bilang kawasan ini adalah kawasan untuk ”klinang-klinong” atau klinong-klinong yang artinya kurang lebih berjalan-jalan santai dengan suasana hati yang senang atau gembira. Kesemrawutan kendaraan di kawasan ini jelas akan menekan suasana klinong-klinong itu. Para pejalan kaki di kawasan ini bisa berjumlah sangat banyak terutama di musim liburan. Pada sisi ini mereka membutuhkan keamanan dan kenyamanan. Untuk itu para pengendara perlu diingatkan dengan rambu-rambu tersebut agar bisa memberikan keamanan dan kenyamanan kepada para pejalan kaki dengan mengemudikan kendaraan mereka secara lebih berhati-hati.
Tampaknya rambu-rambu tersebut juga diarahkan untuk para pedagang, sopir angkutan umum (bis, taksi, ojek, tukang becak, kusir andong). Mereka semua mengais rejeki di kawasan ini. Sudah sepantasnya mereka ikut menjaga kawasan ini agar semakin nyaman bagi para pejalan kaki. Masalahnya kawasan ini semakin terasa sesak dengan jumlah penduduk dan jumlah pengunjung yang setiap tahun terus bertambah. Trotoar Malioboro tampaknya juga semakin kewalahan untuk digunakan sebagai lahan parkir dan lahan para pedagang kaki lima. Ruang-ruang di kawasan ini terasa kian menyempit untuk para pejalan kaki. Tampak seperti ada perebutan ruang di kawasan ini sehingga penegasan berupa rambu lalu lintas untuk memperhatikan para pejalan kaki ini perlu ditonjolkan.
Mungkin kita tidak bisa membayangkan Malioboro pada tahun 2030 mendatang atau sesudahnya. Mungkin kawasan ini akan semakin padat. Ruang terus terasa menyempit. Kendaraan yang memasuki kawasan ini akan berjalan dengan nggremet. Lahan parkir tidak lagi mencukupi. Pedagang semakin banyak. Ruas jalan untuk pejalan mungkin juga akan semakin “menghilang”. Para pejalan kaki akan terpaksa berjalan berkelok, berzig-zag untuk menghindari kerumunan pedagang dan berjubalnya kendaraan yang diparkir atau yang berlalu lalang.
Barangkali Malioboro di masa mendatang perlu diperluas-diperpanjang kawasannya hingga ke utara atau ke Jalan Pangeran Mangkubumi hingga Tugu Pal Putih atau Tugu Golong Gilig. Mungkin juga perlu dibuatkan semacam jembatan layang pada perlintasan kereta api di Stasiun Tugu sehingga pejalan kaki tetap bisa mengayunkan kakinya dengan nyaman dari Malioboro ke Jalan P. Mangkubumi atau sebaliknya. Tidak perlu menikung dulu di Jalan Kleringan. Dengan demikian, pengendara atau orang yang menuju Kotabaru juga bisa langsung ke Kotabaru tanpa harus berjubal di Kleringan.
Para pejalan kaki selama ini nyaris terabaikan oleh sesaknya perlintasan kendaraan di jalanan.Nyaris terabaikan oleh menjamurnya para pedagang kaki lima yang cenderung memanfaatkan semua ruang di kota untuk usahanya. Tidak peduli ruang itu merupakan ruang untuk trotoar, emperan rumah atau toko, lapangan, pinggir gang, atau apa pun. Para pengendara perlu terus diingatkan agar mereka memiliki rasa hormat dan santun pada para pejalan kaki serta para pengendara yang lain.
Ke Yogya yuk ..!
a.sartono
Artikel Lainnya :
- Kebab Turki(30/07)
- RAWON KIKIL Tembi(05/07)
- 27 Juli 2010, Ensiklopedi - EMBEK-EMBEKAN(27/07)
- Trinity Traveller Jalan-Jalan Keluar Negri Gratis(27/09)
- Menu Tajil di Tembi(23/07)
- Petilasan Gunung Permoni Tamansari Keraton Mataram Pleret (19/04)
- 22 Juni 2010, Djogdja Tempo Doeloe - RUMAH SAKIT MATA DR. YAP TAHUN 1920-AN(22/06)
- Stasiun-stasiun Kecil di Jogja(08/08)
- Tarakardha, The First Laser Man in Asia(17/09)
- 16 Februari 2011, Yogya-mu - ENDHOG ABANG: JAJANAN KHAS DI ACARA SEKATENAN(16/02)