Patung-patung di Malioboro

Patung-patung di Malioboro

FKY ke-24 baru saja usai tanggal 5 Juli 2012. Dari sekian acara yang digelar FKY, pameran patung luar ruang merupakan acara yang barangkali secara langsung maupun tidak telah ”dinikmati” oleh semua orang yang melintasi Malioboro. Orang bisa saja mengatakan tidak terlalu tertarik dengan karya kesenian semacam senirupa atau khususnya patung. Akan tetapi kemunculan patung-patung karya para seniman yang ikut memeriahkan FKY ke-24 di sepanjang Malioboro mau tidak mau telah menyergap mata dan perhatian orang yang melintas di tempat itu. Hal demikian mungkin juga sesuai dengan salah satu semangat FKY, yakni seni untuk rakyat. Pada sisi inilah rakyat boleh jadi secara tidak sengaja telah mencicipi karya seni tersebut melalui patung-patung yang dipajang di luar ruang.

Patung yang dipajang mulai dari Kidul Teteg Sepur Tugu hingga Titik Nol depan Kantor Pos Gede tersebut setidaknya menampilkan karya dari 22 orang pematung. Bentuk patungnya pun beraneka ragam. Demikian pula bahan atau materi yang digunakan untuk membuat patung. Ada yang dibuat dari logam besi, aluminium, polyresin, tong dan pipa, dan sebagainya.

Patung-patung di Malioboro

Dari sekian banyak patung tersebut sebagian besar menggambarkan tentang kegelisahan atau keprihatinan sosial yang terjadi di masyarakat. Ada patung yang menyuarakan tentang semangat hidup. Bahwa kehidupan harus selalu dihidupi dengan semangat seperti cerah dan hangatnya sinar mentari pagi. Semangat hidup ini dipatungkan dalam wujud Ayam Jago yang ditempatkan di ujung utara Malioboro. Barangkali Ayam Jago merupakan salah satu simbol yang dianggap memiliki semangat hidup yang kuat dan ceria. Hal demikian digambarkan dan bunyi kukuruyuknya yang selalu terdengar menjelang fajar.

Ada lagi patung Kalajengking di ujung utara Malioboro. Patung ini dimaksudkan sebagai lambang semangat pemberani. Keberanian yang dimaksud adalah keberanian untuk meningkatkan kualitas dan prestasi diri. Keberanian mengkoreksi diri untuk meunju hidup yang lebih baik, benar, dan berkualitas.

Patung-patung di Malioboro

Patung induk Babi yang puting susunya diberi dot mungkin menjadi sindirian atau kritik terhadap berbagai carut-marutnya berbagai persoalan yang terjadi di negara tercinta ini. Carut-marut dan kebobrokan di banyak bidang mungkin berasal dari sebuah kekeliruan ketika kita ”menyusu” atau disususi ataupun pada saat kita menimba pengetahuan dan segala macam pembekalan diri. Korupsi mungkin kita susu dan sedot sebagai sebuah kebiasaan yang wajar dan baik-baik saja. Ilegal loging, manipulasi, pungli, suap, dan segala macam variasi tetek bengek soal maling-memaling mungkin juga kita hisap sebagai sesuatu yang lumrah dan benar. Salah dan dosa mungkin tidak ada lagi dalam memori kita karena kita sejak awal memang telah salah ”menyusu”.

Patung Ledhek yang ditempatkan tidak jauh dari Mal Malioboro mungkin juga merupakan bagian dari kegelisahan seniman dan kita semua tentang tradisi yang mulai tidak dikenali lagi. Orang lupa pada tradisinya dan gagap memakai tradisi baru. Tradisi lama itu tiada mengakar sementara banjir tradisi baru (globalisasi) menggoncangkan kedirian yang sesungguhnya belum lagi matang kejatidiriannya.

Patung-patung di Malioboro

Sosok Ayam Gagah di dekat Kantor Dinas Pariwisata mungkin lebih ingin mengajak kita untuk jago di berbagai bidang. Bukan ayam sayur dalam urusan prestasi dan kinerja. Talenta diri perlu ditempa dan dikembangkan maksimal seperti ayam jago yang selalu siap berlaga.

Kecuali tema-temanya demikian menarik dan menggugah, patung-patung yang ditempatkan di sepanjang Malioboro ini pada sisi lain memberikan sentuhan estetis yang menarik. Artistik ruang Malioboro menjadi lebih berwarna dalam sisi lain memberikan kesan bahwa Malioboro bukan semata-mata tempat atau ruang untuk mengeduk uang belaka. Di dalamnya ada sisi-sisi keindahan, keramahan, dan dinamika peradaban yang mungkin khas, ala Jogja.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta