Kelebihan dan Kekurangan Pasar Tradisional di Jogja
Seiring kemajuan zaman, pasar-pasar tradisional mulai tersaingi oleh kemunculan pasar-pasar modern atau ultra modern. Demikian pula toko, kios, warung, dan sejenisnya mulai tersaingi oleh mini-mini market yang juga ikut mblusuk ke sudut-sudut desa atau perkampungan. Cepat atau lambat kios, toko, dan sejenisnya akan mengalami penyusutan pendapatan dan mungkin lama-kelamaan juga akan bangkrut dan tutup.
Berdirinya sekian banyak mal atau pusat perbelanjaan modern mampu meminggirkan pasar-pasar tradisional. Orang mulai enggan masuk ke pasar-pasar tradisional karena pasar-pasar demikian terkesan kumuh, tidak tertata, kotor, gelap, becek, sumpek, bau, dan daftar harganya tidak terlalu jelas. Hal-hal demikian sering membuat orang malas untuk memasuki pasar tradisional. Selain itu pasar tradisional bagi sebagian orang dianggap tidak dapat menaikkan gengsi sosial. Belanja di pasar tradisional dianggap sebagai kuno, ketinggalan zaman, udik, dan tidak terlalu banyak uang.
Sekalipun keberadaan pasar tradisional mulai mendapatkan saingan ketat dari mal dan minimarket, namun pasar tradisional di Jogja masih banyak yang terus beroperasi dan tetap hidup. Pasar-pasar tradisional di berbagai kabupaten di Jogja tetap masih bertahan dengan bentuk sederhana dan tradisionalnya. Seperti diketahui pasar model ini umumnya berupa los-los panjang tanpa dinding penyekat. Kapling los atau kios antarpemilik atau penyewa umumnya sudah diketahui oleh masing-masing penggunanya. Pasar seperti ini umumnya hanya beroperasi mulai pagi hingga tengah hari. Amat jarang pasar tradisional yang beroperasi hingga sore atau malam hari. Hal demikian berbeda dengan mal atau minimarket yang bisa beroperasi mulai pagi hingga malam hari. Bahkan pada beberapa minimarket ada yang beroperasi selama 24 jam.
Pasar tradisional umumnya juga dipenuhi oleh para penjual yang telah berusia paruh baya atau mendekati tua. Hal ini berbeda dengan mal atau minimarket yang selalu menampilkan pelayan dan kasir yang muda usia dengan penampilan bersih, ganteng, dan cantik. Penataan barang jualan di pasar-pasar tradisional pun cenderung kurang rapi dan terpajang cantik. Hal demikian juga berbeda dengan mal atau minimarket yang hampir selalu memajang barang dagangannya dengan cantik serta penerangan yang maksimal. Hal-hal demikianlah barangkali yang turut menggeser kedudukan pasar tradisional untuk kemudian tergantikan oleh mal dan minimarket.
Berikut ini disajikan gambar-gambar tentang pasar tradisional yang masih berdiri dan beroperasi di Jogja. Jika dibandingkan dengan bangunan mal dan minimarket yang mulai merajalela di Jogja, tentu saja kelihatan perbedaannya yang demikian menyolok. Apa pun itu, pasar tradisional hingga kini masih tetap merupakan salah satu penyangga ekonomi masyarakat umum di Jogja. Di pedesaan pasar demikian masih menduduki fungsi utamanya sebagai wadah untuk berjual beli sekaligus interaksi antarwarga, tetangga, kenalan, pembeli-penjual yang demikian akrab serta melahirkan kecerdikan dalam tawar-menawar. Hal demikian tidak akan ditemukan di mal atau minimarket yang cenderung mekanis, tanpa tawar-menawar, dingin, dan kaku.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- 14 Januari 2011, Kabar Anyar - YOGYA MEMANG ISTIMEWA (DIALOG BUDAYA YOGYA SEMESTA SERI KE-39)(14/01)
- 12 April 2010, Kabar Anyar - Kawruh Kebatinan(12/04)
- Saras Dewi Menyingkap Ayu Utami Melalui Eks Parasit Lajang(22/02)
- PENEDUH-PENEDUH BARU DI RUAS JL. BRIGJEND. KATAMSO-JL.PARANGTRITIS YOGYAKARTA(18/03)
- Direktori Seni Pertunjukan TRADISIONAL(24/02)
- Ruwahan dan Sadranan di Jogja (Jawa)(01/08)
- Denmas Bekel(02/07)
- BETHET THING-THONG (DOLANAN ANAK TRADISIONAL-16)(01/09)
- 18 Februari 2010,Primbon - Sanggan(18/02)
- Dolanan Layangan(03/04)