Tembi

Yogyakarta-yogyamu»IRING IRINGAN KENDARAAN DI BANTUL TAHUN 1995 DAN 2009

18 Feb 2009 07:43:00

Yogyamu

IRING-IRINGAN KENDARAAN DI BANTUL TAHUN 1995 DAN 2009

Tahun 1995, kami masih dapat menyaksikan betapa berjubalnya sepeda ontel atau kereta angina di jalan-jalan di kabupaten-kabupaten di Propinsi DIY, khususnya Kabupaten Bantul. Iring-iringan sepeda angin semacam itu dapat kita temui hampir setiap pagi khususnya pada jam-jam kerja dan jam-jam pulang kerja. Sepeda angin semacam itu dikendarai oleh pekerja-pekerja dari berbagai bidang profesi dan juga para pelajar. Tidak aneh jika pada tahun-tahun ini dan juga tahun-tahun sebelumnya orang-orang Yogyakarta mengenal Bantul sebagai kabupaten yang memiliki pengendara sepeda sangat banyak. Bahkan mungkin lebih banyak daripada kabupaten-kabupaten lain. Dalam kaitannya dengan itu sebenarnya dapat dilihat juga bahwa orang-orang Bantul memiliki mobilitas yang tinggi dan semangat mencari penghidupan yang juga kuat.

Pada masa-masa itu bahkan muncul olok-olok bahwa orang-orang Bantul itu pipinya belang sebelah karena setiap pagi hingga menjelang siang separo wajahnya terkena sinar matahari yang muncul dari arah timur. Ketika mereka pulang kerja, matahari telah menjelang tenggelam sehingga tidak lagi memberikan efek panas membakar pada kulit. Jadi, jika Anda melihat orang di Yogyakarta memiliki pipi sebelah kanan lebih hitam daripada pipi kirinya, maka dapat dipastikan bahwa orang tersebut adalah orang yang berasal dari Kabupaten Bantul. Demikian seloroh atau olok-olok yang sering jadi bahan pergunjingan masa itu.

Iring-iringan sepeda ontel dari Bantul ini juga dikenal sebagai iring-iringan yang sulit diputuskan atau dijedakan. Artinya, siapa pun yang akan menyeberang jalan, tetapi di jalan tersebut terdapat iring-iringan sepeda ontel dari Bantul, maka orang yang akan menyeberang jalan tersebut harus ekstra sabar sebab iring-iringan sepeda itu memang seolah enggan untuk melambatkan sepedanya, atau bahakn berhenti. Demikianlah kejadian pada masa-masa tahun 1990-an dan sebelumnya.

Kini, tahun 2009, iring-iringan sepeda angin seperti itu tidak bisa dikatakan tidak bisa lagi kita temukan di jalan-jalan di Kabupaten Bantul. Kini sepeda ontel itu telah berganti menjadi sepeda motor atau bahkan mobil. Kini yang dapat kita saksikan adalah iring-iringan kendaraan bermesin itu. Apakah hal ini berarti bahwa orang-orang Bantul mulai meningkat kemakmurannya, kebutuhan mobilitas orang-orang Bantul semakin meningkat, atau karena alasan-alasan yang lain ? Barangkali kita hanya bisa saling menduga-duga. Mungkin benar bahwa kemakmuran orang-orang Bantul semakin meningkat. Mungkin juga kebutuhan untuk mobilitas mereka juga semakin meningkat. Alasan lain mungkin juga karena tuntutan zaman yang membuat mereka tidak lagi menyukai aktivitas menggenjot sepeda ontel yang perlu pengerahan kerja otot.

Kini ketika sepeda motor menggantikan iring-iringan sepeda, jalanan di Bantul juga hampir setiap jam-jam kerja dipenuhi oleh jenis kendaraan ini. Separo badan jalan di sisi barat pada jam-jam kerja dan pulang kerja bisa dipastikan dipenuhi oleh jenis kendaraan ini.

Memotong atau menyeberang jalan dalam kondisi seperti tersebut di atas jelas menjadi semakin sulit serta resiko kecelakaannya juga semakin tinggi. Bukan hanya itu. Jalanan di Bantul kini juga semakin riuh oleh bunyi mesin. Asap yang keluar dari knalpot semakin banyak. Polusi udara dan suara di Bantul yang bermotto Praja Tamansari itu semakin meningkat. Tingkat kemacetan juga kian meningkat. Demikian pun tingkat kecelakaan dalam berlalu lintas. Apa boleh buat, kendaraan bermesin tampaknya telah menjadi semacam kebutuhan pokok.

Dalam waktu 14 tahun sepeda-sepeda di bantul telah tergantikan oleh sepeda motor. Akankah dalam waktu 15 tahunan mendatang sepeda-sepeda motor di Bantul akan tergantikan oleh mobil ? Kita tidak bisa menjawabnya. Sangat mungkin hal itu memang akan terjadi. Jika hal itu memang terjadi, maka tingkat kemacetan dan tingkat kepadatan jalan raya di Bantul akan semakin meningkat. Tentu saja dengan segala implikasinya. Jika hal itu terjadi, sangat mungkin jalan akan semakin diperlebar atau ditambah. Hal itu berarti bahwa lahan akan semakin terkikis. Akan tetapi di balik itu semua pendapatan daerah dari pajak kendaraan tentu juga akan meningkat. Sisi-sisi semacam ini tentu mengusung persoalan yang dilematis.

sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta