Duuuh!!! Sulitnya Mendapatkan Tempat Parkir

Ketika semuanya terjadi, Yogyakarta tidak lagi bisa disebut berhati nyaman. Macet, sumpek, panas, dan kotor tiba-tiba menyergap. Tentu saja tidak seorang pun menginginkan keadaan seperti itu. Oleh karena itu, ke depan perlu dipikirkan lebih mendalam lagi tentang penyediaan kantong-kantong parkir yang lebih banyak.

Alun-alun Utara Yogyakarta, difoto: 09 Januari 2013, foto: A. Sartono
Alun-alun Ytara Yogyakarta sering menjadi area parkir bus dan mobil

Tidak bisa dipungkiri bahwa Yogyakarta merupakan salah satu kota wisata terkenal di Indoneisa. Bahkan sering disebut sebagai kota tujuan wisata kedua setelah Bali. Akibatnya pada musim libur panjang Yogyakarta kebanjiran wisatawan. Tentu saja hal ini menggembirakan karena datangnya wisatawan sama dengan masuknya pendapatan.

Bukan hanya pemerintah daerah saja yang menangguk keuntungan dari aktivitas pariwisata ini, namun juga warga Yogyakarta sendiri. Mulai dari penjaja kuliner, oleh-oleh, cendera mata, sopir, kusir andong, tukang becak, guide, hotel, dan lain-lain semuanya kecipratan rezeki dari dunia pariwisata ini.

Meskipun demikian, Kota Yogyakarta bukanlah wilayah yang luas. Sementara wilayah-wilayah di 4 (empat) kabupaten di Yogyakarta belum memiliki obyek-obyek wisata yang relatif terpadu serta berdaya jangkau pendek. Sedangkan Kota Yogyakarta yang berwilayah tidak begitu luas itu juga tidak atau belum memiliki tempat (kantong) parkir yang luas atau memadai. Ruas-ruas jalan di Yogyakarta pun bisa dikatakan terbilang pendek dan tidak lebar. Akibatnya berjubelnya kendaraan wisatawan yang masuk ke Kota Yogyakarta tidak tertampung.

Warga Yogyakarta yang juga menggunakan jalan-jalan secara tiba-tiba harus merasakan nikmatnya macet akibat semuanya itu. Banyak kendaraan terpaksa di parkir di trotoar, bahu jalan, ataupun ruang-ruang yang dianggap kosong. Pengunjung atau wisatawan pun bingung harus memarkir kendaraan di mana.

Kantong-kantong parkir yang tersedia seperti bekas terminal atau stasiun Ngabean, Parkiran Senopati, Parkiran Abubakar Ali, dan Alun-alun Utara yang selama ini menjadi andalan tidak mampu lagi menampung luapan kendaraan. Luberan kendaraan di jalanan jelas berandil pada kesemrawutan dan kemacetan di Yogyakarta. Kecuali itu, polutan dan sampah pun ikut meningkat volumenya.

Ketika semuanya terjadi, Yogyakarta tidak lagi bisa disebut berhati nyaman. Macet, sumpek, panas, dan kotor tiba-tiba menyergap. Tentu saja tidak seorang pun menginginkan keadaan seperti itu. Oleh karena itu, ke depan perlu dipikirkan lebih mendalam lagi tentang penyediaan kantong-kantong parkir yang lebih banyak, khususnya untuk parkiran kendaraan jenis bus dan mobil pribadi. Dua jenis kendaraan ini jelas membutuhkan ruang yang relatif luas dibandingkan sepeda motor.

Area parkir Abubakar Ali, YK, difoto: 09 Januari 2013, foto: A.Sartono
Area parkir Abubakar Ali dan kantong parkir lainnya sering tidak mampu
menampung luapan kendaraan wisatawan

Mungkinkah Yogyakarta menambah lagi kantong-kantong parkir yang lebih luas dan memadai? Inilah tantangan yang mesti dijawab. Bagaimana pun ini adalah sebuah kebutuhan yang tidak terhindarkan. Barangkali Yogyakarta perlu lebih mendalam lagi dalam menjalin kerjasama dengan pemerintah kabupaten di sekitarnya. Mungkin Bantul dapat menyediakan lahan parkir yang bisa dikelola bersama. Mungkin juga Sleman mampu menyediakan hal serupa. Kedua kabupaten ini memiliki akses relatif dekat untuk menuju jatung Kota Yogyakarta dibandingkan Gunung Kidul maupun Kulon Progo. Jadi, kedua kabupaten (Bantul dan Sleman) lebih memungkinkan untuk digandeng dalam memikirkan lahan parkir.

Tidak bisa dipungkiri pendapatan dari dunia wisata sangat diandalkan. Akan tetapi sarana dan prasarana (termasuk kantong-kantong parkir) jelas perlu dipikirkan lebih lanjut. Dengan demikian Yogyakarta akan lebih siap menyambut kunjungan wisatwan dalam jumlah berapa pun.

Ke Yogya yuk ..!

A. Sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta