- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
![Tembi](/image.php/tembi-beranda4.jpg?width=1000&quality=10&image=/images/tembi-beranda4-new.jpg)
Bale-dokumentasi-resensi-buku»Kesadaran Budaya Tentang Ruang pada Masyarakat di Daerah Istimewa
18 Nov 2006 08:56:00Perpustakaan
Judul : Kesadaran Budaya Tentang Ruang pada Masyarakat di Daerah Istimewa
Yogyakarta (Suatu Studi Mengenai Proses Adaptasi)
Penulis : Dra. Emiliana Sadilah, dkk
Penerbit : Depdikbud, 1991, Yogyakarta
Halaman : XV + 176
Ringkasan isi :
Manusia agar dapat melangsungkan kehidupannya harus dapat beradaptasi terhadap lingkungan. Adaptasi manusia adalah proses mengatasi keadaan biologi, alam dan lingkungan sosial tertentu untuk memenuhi syarat-syarat tertentu yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha mengoreksi pengalamannya dan memasyarakatkan cara-cara yang paling tepat dalam mengatasi berbagai tantangan lingkungan.
Konsep budaya tentang pengaturan ruang berkaitan erat dengan konsep-konsep lain yang ada dalam kebudayaan yang bersangkutan misal ekonomi, politik, agama dan kekerabatan. Pengaturan ruang merupakan kegiatan yang berkelanjutan dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Kegiatan ini tidak terbatas pada lingkungan alamiah saja tetapi lebih jauh lagi pada lingkungan yang telah dibentuk manusia.
Dalam buku ini sasaran utama penelitian adalah para anggota masyarakat yang mendukung konsep budaya tentang pengaturan ruang. Sebagai obyek penelitian masyarakat yang memiliki lingkungan geografi dataran rendah, pekerjaan non pertanian dekat dengan bekas kerajaan Mataram dan masalah sosial seperti krisis pemukiman karena kepadatan penduduk. Daerah yang dipilih adalah desa Jagalan, kecamatan Banguntapan, kabupaten Bantul yang sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai pengrajin barang-barang perhiasan. Obyek kedua lingkungan geografi dataran tinggi, daerah pertanian jauh dari bekas kerajaan Mataram dan masalah sosial seperti krisis pemukiman belum terasa walau kepemilikan tanah semakin berkurang. Daerah yang dipilih desa Argomulyo, kecamatan Cangkringan, kabupaten Sleman.
Penelitian yang dilakukan di kedua desa tersebut adalah untuk memperoleh data konsepsi tentang pengaturan ruang yang meliputi rumah dan pekarangan, kesatuan pemukiman, produksi, distribusi dan ruang yang berkaitan dengan pelestarian.
Bagi masyarakat kedua desa tersebut rumah di samping sebagai tempat tinggal juga merupakan tempat ketentraman lahir dan batin. Oleh karena itu rumah dan pekarangan perlu mendapat perhatian khusus. Dalam membuat rumah mereka akan berusaha untuk mendapatkan bahan-bahan yang berkualitas baik (tentu saja sesuai kemampuan) baik membeli maupun milik sendiri. Misalnya bila mungkin kayu sebaiknya menebang sendiri karena keadaan kayu (misal kayu jati) dianggap bisa mempengaruhi penghuni rumah. Dalam membuat rumah juga ada urutan-urutan tertentu yang harus dipenuhi dari membuat pondasi sampai pemasangan atap. Untuk menentukan lokasi rumah, yang bersangkutan (bisa dibantu orang yang lebih mengerti) biasanya mengadakan tirakat di malam hari agar memperoleh lokasi yang tepat. Tidak lupa juga membuat sesaji pada proses-proses tertentu misalnya saat membuat dan memasang molo. Prioritas untuk membuat rumah adalah rumah induk baru disusul yang lain misal dapur, pendapa, gandhok dan yang lain. Bahan, bentuk dan ragam hias pada sebuah rumah akan menentukan status seseorang misal stutus ekonomi dan sosial.
Pada masa dulu sebuah rumah tidak hanya dihuni keluarga inti tetapi bisa saja dihuni bersama keluarga lainnya. Untuk pengaturannya wanita dan anak-anak yang masih kecil tidur di rumah induk (karena dianggap lemah sehingga harus di tempat yang lebih aman dan terlindungi), ayah dan anak laki-laki dewasa bisa tidur di pringgitan, gandok, emperan bahkan gardu ronda. Untuk sekarang semua biasanya tidur di rumah induk karena hanya terdiri keluarga kecil.
Bagi masyarakat desa Jagalan yang berprofesi sebagai pengrajin tidak ada upacara khusus yang berkaitan dengan proses produksi hanya bila mendapat hasil banyak/lebih mereka mengadakan syukuran. Berbeda dengan masyarakat desa Argomulya yang berprofesi sebagai petani mereka mempunyai upacara khusus misal wiwit untuk memulai panen padi.
Bagi masyarakat kedua desa tersebut sarana yang dipakai bersama misal balai desa, tempat ibadah, dan kuburan akan dicarikan lokasi yang tepat dan mudah dijangkau. Sarana distribusi (jalan dan alat transportasi) di kedua desa banyak mengalami perubahan karena tuntutan keadaan misal jalan dibuat semakin baik, adanya kendaraan yang menggantikan tenaga manusia dan lain-lain. Baik masyarakat desa Jagalan maupun masyarakat desa Argomulyo masih melestarikan tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat misal kuburan, sumber air (belik/sendhang), ataupun pohon-pohan besar dan berusia sangat tua.
Artikel Lainnya :
- 28 September 2010, Bothekan - PANDENGAN KARO SRENGENGE(28/09)
- Nini Thowong(09/10)
- Paririmbon Sunda (05/12)
- Nasi Uduk Dongkelan(30/01)
- Dhisiplin Sejati(30/03)
- GAYA HIDUP KAWULA YOGYA LEWAT AYAM GORENG(01/01)
- MASIH AKAN LESTARIKAH PROFESI PANDE BESI(25/05)
- Dolanan Pong-Pong Bolong(08/05)
- Sastra Bulan Purnama Hadirkan Geguritan di Tembi(27/09)
- MINGGIR, SENTRA PENGRAJIN BESEK DI SLEMAN(01/01)
![Bale Inap](https://tembi.net/assets/box-baleinap.jpg)
![Bale Dokumentasi](https://tembi.net/assets/box-baledokumentasi.jpg)
![Bale Karya](https://tembi.net/assets/box-balekarya.jpg)
![Bale Rupa](https://tembi.net/assets/box-balerupa.jpg)
![Yogyakarta](https://tembi.net/assets/yogyakarta.jpg)