Shita Destya, Tanpa "Passion" Melakoni Dunia Hiburan

Shita Destya, Tanpa "Passion" Melakoni Dunia Hiburan

Banyak orang mengira setiap artis yang bekerja di dunia industri hiburan atau entertain sebagai ekspresi dari sebuah passion atau hasrat yang sangat kuat. Tapi tidak demikian halnya dengan Shitya Destya, perempuan kelahiran 20 Desember 1984 ini. Shita melakoni pekerjaan di dunia akting, presenter program TV dan foto model tanpa passion di dunia itu.

Bermain drama di TVRI, adalah awal karirnya di bidang dunia hiburan. Ibu dua puteri ini memulai karirnya ketika masih kelas 5 SD. Masuknya Shita ke dalam dunia acting sebetulnya bukan karena keinginannya tapi lebih karena sang bunda yang ingin agar Shita bisa membantu perekonomian keluarganya. Entah mengapa sang bunda mengarahkan Shita untuk mengikuti berbagai kegiatan di dunia fashion dan industri hiburan padahal dulu Shita merasa “kuper”, tertutup, pendiam dan tomboy tidak seperti kakak atau adiknya yang menurutnya lebih pas di dunia model karena feminin. Shita anak ke 2 dari 3 bersaudara yang semuanya perempuan.

Shita ingat betul bagaimana masa kecilnya yang susah. Kondisi ekonomi sering membuatnya minder dan sangat sulit beradaptasi setiap kali ia mengikuti berbagai lomba, dimana lomba yang ia ikuti semuanya berkesan mahal, seperti kontes fashion misalnya.

Dalam diri Shita kecil sudah muncul kesadaran untuk tidak membebani orang tuanya. Sampai-sampai untuk keperluan sekolah ia rela meminjam buku temannya untuk difotokopi. Ia tidak mau meminta uang pada orangtuanya meskipun untuk membeli buku pelajaran keperluan sekolahnya. Pengertian atas kondisi inilah yang membuat Shita mau mengikuti lomba fashion, foto model dan casting meski semuanya ia jalankan tanpa passion atau keinginan yang sangat kuat dari dirinya. Motivasinya hanya satu, menyenangkan hati sang bunda.

Lulus SD tahun 1994 SD, Shita melanjutkan sekolah ke SMP 56 Jakarta, Shita yang jiwa mandirinya tumbuh karena keadaan semakin kuat hasratnya untuk membantu keluarganya. Shita meminta kepada ibunya untuk membuat panganan kripik singkong untuk ia jual di sekolah, ia titipkan di warung atau di sebuah tempat kursus. Semuanya ia lakukan dengan kesadarannya, tanpa perasaan minder sama sekali.

Di awal usia remajanya, Shita diikutkan oleh sang bunda dalam pemilihan kontes foto model yang diadakan oleh beberapa majalah remaja seperti Hai, Aneka dan lain sebagainya. Dari sini datang tawaran untuk menjadi foto model. Shita ingat saking tidak ingin membebani orangtua, Shita sampai perlu meminjam pakaian dari tantenya terutama yang berbahan jins. Sampai kelas 2 SMA Shita tidak pernah punya celana jins.

Shita beruntung bahwa kondisi yang menekannya justru membentuk dirinya mandiri pengertian dan tidak suka menuntut. Selama duduk di bangku SMP ia selalu mendapatkan rangking sebagai bukti pencapaian dirinya agar tidak dianggap rendah. Sebenarnya pembuktian itu juga bagian dari bentuk “perlawanan” dari keharusannya terjun ke dunia model atau acting yang ia jalankan tanpa passion. Untunglah perlawanan Shita muncul dalam bentuk yang positif.

Shita Destya, Tanpa "Passion" Melakoni Dunia Hiburan

Selesai pendidikan SMP tahun 1997 Shita melanjutkan pendidikan ke SMA 46 Jakarta. Sejak kecil Shita memang lebih suka bergaul dengan cowok. Di bangku SMA ini keinginannya untuk bebas tanpa perasaan tertekan terpenuhi. Shita begitu menikmati bergaul dengan teman cowok karena menurutnya cowok lebih cuek, tanpa harus berbasa-basi atau bersandiwara.

Di masa ini Shita masih diminta untuk ikut berbagai kontes fashion atau foto model dan casting. Mungkin karena perasaan menjalani kegiatan tanpa passion inilah Shita menjadi lebih dekat dengan sang ayah karena menurut Shita lebih bijak dan memahami dirinya. Suatu hari Shita ikut ke lokasi shoting dimana ayahnya bekerja sebagai juru kamera sebuah stasiun televisi. Di sinilah Shita semakin dekat dan bisa menjadi seperti teman dengan ayahnya. Kesan sang ayah yang selama ini dia anggap kaku dan penuh wibawa buyar karena di tempat kerja ternyata ayahnya suka bercanda.

Di masa SMA inilah Shita mulai kenal pacaran. Shita berpacaran dengan seorang cowok yang tidak satu sekolah dengannya tapi umur pacaran mereka tidak panjang. Di sekolah, Shita kenal dengan seorang kakak kelas yang berasal dari keluarga “broken home”.

Shita yang memiliki sifat pengertian dan perhatian membuat sang pacar nyaman. Begitu juga dengan Shita yang merasa nyaman karena tidak perlu bersandiwara. Kenyamanan yang ia rasakan malah sempat membuatnya berpikir untuk menikah saat masih kelas dua SMA.

Keinginan menikah itu akhirnya benar-benar terlaksana. Lulus SMA tahun 2002 Shita menikah. Sebenarnya pernikahan ini sempat mendapat tentangan dari kedua orangtuanya, alasannya karena saat itu mereka masih terlalu muda, Shita baru 17 tahun. Setelah menikah mereka mengontrak sebuah rumah tak jauh dari rumah orangtuanya.

Kondisi suami yang bekerja tidak sebagai karyawan tetap mengharuskan Shita untuk memutar otak menutupi kebutuhan hidup saat suaminya tidak ada pekerjaan. Dalam kondisi hamil, ia rela untuk berjualan sayur di rumah yang dikontraknya. Setiap hari mulai jam 2 subuh mereka nekat naik motor butut tanpa lampu ke pasar Induk Kramat Jati di Jakarta Timur yang berjarak sekitar 40km perjalanan pergi-pulang ke rumah kontrakannya di Ciputat Tangerang Banten. Mengetahui kondisi anaknya, ayah Shita sempat menawarkan mereka untuk membantu kebutuhan mereka, namun Shita menolak. Ia tidak ingin memberatkan orangtua, keputusan yang telah ia tanam sejak kecil masih tertanam sangat kuat dalam hatinya. Shita juga sempat membuka warung Tegal (warung makan sederhana) di dekat pasar Ciputat. Semuanya ia kerjakan sendiri, mulai dari belanja, memasak sampai melayani pembeli.

Shita Destya, Tanpa "Passion" Melakoni Dunia Hiburan

Setelah melahirkan anak pertamanya Shita kembali terjun ke dunia acting untuk biaya hidup. Shita ikut dalam produksi sinetron atau FTV. Jalur yang ia jalankan memberikan rejeki yang cukup. Tapi ternyata sang suami tidak bisa menerima kenyataan bahwa istrinya bisa memiliki penghasilan yang lebih tinggi. Tapi bukan hal itu yang sering memicu keributan diantara mereka. Melainkan rasa cemburu sang suami lebih sering dijadikan alasan. Demi menjaga keutuhan rumah tangga, Shita meninggalkan dunia acting dan mencari pekerjaan lain sebagai karyawan tetap. Shita mencari pekerjaan dan diterima di sebuah perusahaan penjual alat-alat kebersihan. Karakter Shita yang suka memberi perhatian terbawa dalam pekerjaan. Pelanggannya terus bertambah karena suka dengan cara Shita memperlakukan mereka. Namun lagi-lagi alasan cemburu sang suami sering menjadi penyebab pertengkaran sampai-sampai Shita sering mengalami siksaan fisik dari suaminya. Tidak ingin kondisi keluarganya diketahui orangtua, dengan sekuat tenaga Shita berusaha menutupi kenyataan. Memar akibat pemukulan selalu ia akui karena jatuh atau terbentur.

Sampai akhirnya Shita tidak tahan karena sudah berkali-kali ia berusaha tapi gagal selalu dengan alasan yang sama. Cemburu yang berujung pada pemukulan. Shita memutuskan untuk bercerai di tahun 2006, hanya enam bulan setelah Shita melahirkan anak kedua. Satu hal yang ia syukuri adalah ketika ia menghadap hakim, mereka maju sebagai sahabat tanpa ada rasa benci sedikitpun.

Perceraian menjadi “titik balik” dalam hidupnya. Shita berubah menjadi orang yang extrovert. Hidup menjanda tanpa ada tanggungjawab ekonomi dari mantan suaminya mengharuskan Shita untuk bertindak sebagai tulang punggung ekonomi bagi kedua puterinya. Lagi-lagi Shita menolak bantuan untuk tinggal bersama orangtuanya. Shita ingin mandiri, tidak tergantung orang lain. Ia konsisten dan konsekwen atas semua keputusan, termasuk keputusannya bercerai.

Shita mencari pekerjaan dan mendapatkannya di sebuah toko yang menjual perlengkapan bayi. Namun jiwanya yang selalu ingin bebas membuatnya tidak betah berada dalam ruangan yang tidak menuntut banyak aktifitas. Meski ditawarkan posisi baik berkat hasil pekerjaannya ia mengundurkan diri dan mencoba untuk masuk lagi ke dalam dunia akting. Tapi kali ini ia harus mulai dari bawah sebagai figuran. Konsekwensi yang berat ia jalani dengan berusaha menikmati suasana shoting meski harus rela berada di lokasi dari pagi sampai pagi lagi hanya untuk 1 adegan. Itupun bukan sebagai peran utama.

Kegigihannya berbuah manis. Shita mulai dipercaya untuk mendapat peran dengan porsi yang lebih baik dan honor yang lebih besar meski semuanya harus ia lakoni dengan sangat berat karena setiap pagi Shita kuliah dan malamnya kerja sebagai Public Relation di sebuah kafe.

Di masa ini, Shita sempat berpacaran dengan seorang personil band ternama selama dua tahun, namun juga kandas karena alasan yang sama dengan mantan suaminya sering memicu keributan. Apalagi kalau bukan rasa cemburu yang besar dari sang pacar. Mereka pun akhirnya bubar.

Lewat seorang teman yang ia kenal saat bekerja di kafe, Shita diminta untuk menjadi model video klip sebuah band reggae Indonesia, “Asian Root” dan video klip yang dinyanyikan oleh Untung Blangkon. Setelah itu Shita juga dipercaya untuk menjadi seorang presenter program “Goda-Gado” yang ditayangkan di Jak TV, sebuah TV lokal di Jakarta. Karir di dunia presenter semakin baik ketika ia terpilih melalui casting untuk menjadi presenter program “Gema Kepulauan” yang ditayangkan di TV7. Lucunya, Shita tidak menyangka bahwa program yang ia dapatkan ini mengharuskan dia untuk mengekspos keindahan kepulauan nusantara dengan menggunakan perahu. Masalahnya bukan karena Shita tidak bisa berenang, tapi ternyata Shita phobia laut. Tanpa diketahui sutradara sebelumnya Shita nekat masuk ke dalam laut. Setelah selesai shooting barulah Shita mengakui bahwa sebenarnya sejak di perahu tadi ia sudah menggigil karena phobia lautnya. Tapi justru karena kenekatannya tadi, phobia Shita ternyata justru hilang, apalagi hasil gambar menurut sutradara bagus, tidak ada tampak ketakutan dari ekspresi Shita.

Karir Shita semakin luas, berbagai tawaran untuk bermain dalam sinetron terus berdatangan begitu juga dengan penghasilan.

Sukses dari sisi ekonomi ternyata justru membuat Shita merasa tersiksa karena kehilangan waktu untuk kedua puterinya. Shita mengalami depresi karena merasa ada ironi. Bekerja demi anak tapi tidak ada waktu buat anak. Dalam keadaan depresi Shita terkena tumor myom. Beberapa kali Shita mengalami pendarahan. Dengan bantuan seorang rekan kuliahnya di akademi kebidanan Shita akhirnya bisa keluar dari perasaan yang menekan dirinya dan tumornyapun hilang. Akhirnya demi waktu bagi anak-anaknya Shita berhenti kuliah di semester 5 dan hanya keluar rumah jika ada shooting.

Jerih payahnya membuahkan hasil, ia berhasil memiliki mobil impian, rumah, memindahkan anaknya ke sekolah internasional dan mendirikan usaha kafe di daerah Kemang Jakarta Selatan yang ia bangun bersama beberapa temannya sejak April 2011.

Shita Destya, rasanya patut jadi inspirator tidak hanya bagi kaum perempuan. Konsekwen dengan setiap pilihan dan yakin akan setiap usaha pencapaian. Cita-citanya kini hanya satu, punya usaha agar bisa memberi penghidupan bagi orang banyak tanpa harus banyak terlibat supaya bisa menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya bagi buah hati, harta yang tak ternilai bagi Shita Destya.

Temen nan yuk ..!

ypkris




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta