- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Makanyuk»SATE KUDA
30 Jun 2008 09:00:00Makan yuk ..!
SATE KUDA
Sate kuda? Mendengar kuliner ini biasanya orang terperangah dulu, lalu ada dua macam reaksi, merinding tidak tega atau merinding penasaran, atau perpaduan keduanya. Di Yogya warung sate kuda kian banyak, yang menandakan konsumennya juga makin banyak. Khasiat sate kuda biasanya menjadi daya tarik utama. Selain meningkatkan stamina, juga dikenal menyembuhkan penyakit asma, diabetes dan rematik. Sate ini diklaim rendah kolesterol dan tidak menyebabkan darah tinggi.
Sebuah warung sate kuda yang kondang di Yogya adalah warung Pak Kuncoro di Jalan Kranggan, yang juga dikenal sebagai perintis sate kuda di kota ini. Warung ini dibuka oleh Pak Kuncoro (kini 66 tahun) pada April 1997. Sebelumnya beliau dan istrinya kerap membuat sate kuda tapi hanya untuk disantap mereka sekeluarga. Anak bungsu Pak Kuncoro, Satrio (28 tahun), mengenang bahwa dulu usai berjalan kaki sekitar 15 kilometer saat TC (training centre) Taekwondo, ia dan kawan-kawannya selalu menyantap sate kuda olahan orangtuanya. Kini, sejak tahun 2002, warung ini ditangani Satrio, tamatan D3 perhotelan. Dua anak Pak Kuncoro yang lain membuka warung sate kuda di Godean dan Sleman.
Warung sate kuda umumnya menyediakan dua macam menu, yakni sate dan tongseng. Tapi warung ini juga menjual abon, torpedo dan paru kuda. Harga sepuluh tusuk sate Rp 13.000, sama dengan harga sepiring tongseng.
Sate disajikan dengan sambel kecap. Seratnya lebih besar dibandingkan kambing. Mmm.. tidak percuma nama kondang warung ini. Dagingnya sangat empuk, cita rasanya agak manis mirip dendeng. Rasa daging kuda sendiri dekat dengan daging kerbau. Di tengah obrolan dengan Satrio, daging demi daging dikunyah sembari dicecap lidah lalu hilang meluncur ke perut.
Seharinya warung Pak Kuncoro membutuhkan sekitar lima kilogram daging kuda. Daging ini dipilih sendirioleh Satrio di tempat pemotongan kuda di Segoroyoso, Pleret, Bantul. Daging yang diambil adalah has dalam (bagian tengah daerah punggung) kuda. Pemotongan biasanya dilakukan sekitar pukul tiga sore, setelah shalat ashar. Sepulang dari sana, daging kuda dipotong-potong dan direndam dengan bawang merah, bawang putih, kemiri dan jinten, minimal selama tiga jam.
Menurut penuturan Satrio, kuda yang dipotong biasanya kuda andong yang sudah cedera, seperti pernah patah kaki. Mereka tidak lagi bisa menjalankan fungsinya dengan baik sehingga dijual pemiliknya ke tempat pemotongan. Tapi tidak berarti tempat pemotongan menerima semua kuda yang ditawarkan, keputusannya tergantung hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan. Kuda-kuda itu dikandangkan terlebih dulu. Lantas diperiksa Dinas Kesehatan pada sore hari, esok paginya dan menjelang pemotongan.
Di dinding warung ini tertempel lembaran mengenai khasiat daging kuda yakni, selain khasiat yang disebutkan di atas, menyembuhkan gatal, eksim, ayan, pegal linu, batuk dan flek di paru-paru. Satrio menambahkan bahwa, selain daging kuda, tulang kuda yang dibakar hingga menjadi arang manjur untuk menyembuhkan sakit rematik.
Warung lainnya yang didatangi Tembi adalah warung sate kuda milik Bu Rohmat di Jalan Parangtritis Km 7 dan warung milik Pak Singgih di Jalan Parangtritis dekat Pojok Beteng Wetan.
Nama warung Pak Singgih sungguh atraktif, ‘Full Joss Resto’. Di tembok dalam warung tertulis: ‘Anti Loyo. Sate Yes, Darah Tinggi No’. Di bawahnya ada promosi khasiat daging kuda, antara lain menurunkan kolesterol dan mengharmoniskan pasangan suami istri. Tembi juga merasakan efeknya. Sepulang dari sini, lebih bertenaga saat menggenjot sepeda.
Harga sate dan tongsengnya Rp 15.000. Satenya sepuluh tusuk seperti di Kranggan tapi ditambahkan hati. Cita rasanya biasa, malah sedikit potongan dagingnya agak alot.
Porsi tongsengnya cukup banyak. Seperti juga sate, disajikan bersama irisan bawang merah, cabe merah, tomat, kubis dan mentimun. Meski dinamakan tongseng tapi kuahnya sangat sedikit. Yang mencolok adalah taburan merica yang cukup banyak. Selesai menyantap, dijamin ‘gemrobyos’ bermandi peluh.
Dalam satu harinya Pak Singgih memerlukan daging kuda dari Segoroyoso sebanyak lima kilogram. Bagian yang dipilih adalah daerah paha dan punggung. Biasanya berasal dari kuda berusia tiga tahun.
Warung ini sudah buka selama empat tahun. Kenapa memilih berjualan sate kuda? Alasan pertama, kataPak Singgih, karena daging lain sudah banyak yang menjual sementara daging kuda masih jarang. Alasan lainnya diawali dari pengalaman kakak Pak Singgih yang sakit asmanya membaik setelah makan sate kuda.
Warung Bu Rohmat tanpa nama, hanya bertuliskan ‘sate kuda’ saja. Dindingnya juga bersih dari tulisan tentang khasiat daging kuda. Sebelumnya pekerjaan Bu Rohmat membuat rempeyek tapi peralatannya diporakporandakan gempa bumi tahun 2006. Ia kemudian mencoba berjualan sate kuda dengan pertimbangan masih jarangnya warung jenis ini. Pertimbangannya tidak meleset. Warungnya terus disambangi orang hingga sekarang. Meski jam resmi bukanya pukul 9 hingga 19 tapi warung ini kerap tutup lebih awal karena dagangannya sudah habis.
Harga sate di sini, sama dengan tongseng, Rp 8.000 untuk lima tusuk. Dagingnya empuk. Cita rasanyamasih di bawah warung Pak Kuncoro tapi di atas warung Pak Singgih. Satenya juga disajikan dengan sambel kecap bersama irisan timun, tomat, kubis, bawang merah dan cabe hijau. Tongsengnya cukup berkuah. Minuman andalan warung ini adalah rempah-rempah instan, yang menjadi pasangan serasi dengan daging kuda, sama-sama memicu keringat.
Daging kuda di warung ini juga diperoleh dari Segoroyoso. Yang diambil adalah bagian punggung. Seharinya Bu Rohmat menghabiskan daging sekitar 3- 4 kg.
Ketiga pemilik warung sate kuda ini orang asli Yogya. Mereka terkesan sudah mantap dengan pilihan menu ini. Terbukti dagangan mereka kerap habis sebelum jam tutup. Resminya, warung Pak Kuncoro buka pukul 11.00 hingga 20.00, Bu Rohmat pukul 9.00-19.00, dan Pak Singgih pukul 9.00-21.00.
Dari segi tampilan, ketiga warung ini kurang menarik, terkesan seadanya. Tapi agaknya ajakan lidah serta pertimbangan kesehatan dan kebugaran senantiasa mendahului mata.
a. barata
Artikel Lainnya :
- PENGRAJIN WAYANG KULIT DI YOGYAKARTA(01/01)
- 3 April 2010, Denmas Bekel(03/04)
- MBONDHAN TANPA RATU(21/06)
- KENANGAN DARI TUGU JOGJA(03/11)
- PAKAIAN WANITA JAWA DI MASA LALU (ABAD 18)(02/02)
- Tiga Komposisi Tari dari Made Dyah Agustina di Tembi(08/06)
- 4 Januari 2011, Ensiklopedi - DOLANAN OBROG(04/01)
- Anoman(05/08)
- Jangan Bening Iga Tembi(13/02)
- Hari Tidak Baik Jatuh di Awal Pekan(12/01)