Tembi

Makanyuk»MENIKMATI SEGA ABANG DI ALAS BUNDER, GUNUNG KIDUL

11 May 2009 07:40:00

Makan yuk ..!

MENIKMATI SEGA ABANG DI ALAS BUNDER, GUNUNG KIDUL

Sega abang merupakan salah satu jenis masakan khas dari wilayah Gunung Kidul. Keberadaan jenis masakan ini di masa lalu tentu tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan masyarakat setempat sekaligus juga berkaitan erat dengan bahan-bahan yang mudah didapatkan di wilayah itu. Sega abang yang berasal dari beras merah merupakan salah satu jenis beras yang dihasilkan oleh wilayah Gunung Kidul. Beras abang yang dihasilkan oleh wilayah ini berasal dari jenis tanaman padi gogo atau tanaman padi tadah hujan. Jenis beras merah yang digemari dan populer di wilayah ini adalah jenis beras merah yang bernama Mendel.

Hampir semua nasi dari padi beras merah memiliki rasa yang lebih tawar (anyep) daripada nasi dari jenis beras putih. Kebanyakan nasi dari beras putih memiliki rasa tawar yang agak manis. Oleh karena itu pula nasi dariberas merah atau sega abang kurang cocok bila diberi sayur ataupun lauk yang berasa agak tawar. Orang Gunung Kidul bilang bahwa nasi atau sega abang sangat cocok bila diberi sayur atau lauk yang berasa pedas. Jika tidak dengan lauk dan sayur yang pedas, maka bisa dikombinasikan dengan sayur atau lauk yang berasa kuat (manis atau asinnya).

Demikian perihal sega abang seperti yang dituturkan Ibu Kasmi (45) yang membuka warung makan sega abang dan sayur lombok ijo di kawasan Hutan Wanagama Bunder, Patuk, Gunung Kidul. Ibu Kasmi sendiri memulai usaha membuka warung sega abang dan sayur lombok ijo ini sejak tahun 1997. Mula-mula hal itu dilakukannya sebagai kegiatan di waktu senggang sembari menunggu atau menjaga Museum Kayu Wanagama yang keletakannya berada di belakang rumah atau warungnya.

Respon dari masyarakat pun cukup bagus. Beberapa orang mulai datang dan mencicipi hasil masakannya. Akhirnya cukup banyak juga orang yang mampir ke warungnya yangsederhana dan berdiri di sisi bibir Sungai Oya itu. Dalam sehari warung sega abang Bu Kasmi bisa menghabiskan 4 kilogram beras merah dan 3 kilogram beras putih. Beras merah itu disetor oleh penjualnya sendiri yang berasal dari Ponjong, Gunung Kidul. Jenis beras merah yang disetorkan juga jenis beras Mendel.

Tembi mencoba mencicipi makanan khas Gunung Kidul ini setelah lelah melakukan liputan di Wanagama, Gading, Gunung Kidul. Tembi mengambil kelengkapan makan sega abang berupa sayur lodeh lombok ijo, gudeg daun kates, babad bacem, dan wader goreng. Dalam pencecapan Tembi, sega abang tersebut memang terasa lebih tawar daripada nasi putih biasa. Sayur lodeh lombok ijo bercampur tempe yang dipotong berbentuk dadu terasa cocok untuk kelengkapan menyantap sega abang tersebut. Demikian juga gudeg kates yang tidak terasa pahit, namun justru terasa manis. Babad bacem juga cocok untuk kelengkapan menyantap sega abang ini.

Semua itu disebabkan oleh karena sayur lombok ijonya memang terasa pedas, gudeg daun katesnya cenderung manis, dan babad bacemnya cenderung berasa manis. Akan tetapi bagi lidah Tembi, sayur lodeh lombok ijonya masih kurang pedas. Babad bacem yang digoreng pun kurang manis sekaligus kurang asin (masih agak kemba ’kurang berasa’). Selain itu, babadnya juga masih kurang empuk. Sedangkan wader gorengnya juga kurang sedikit asin serta aroma amisnya belum seluruhnya hilang.

Memang sega abang paling cocok bila disantap dengan kombinasi sayur atau lauk yang berasa agak menyengat. Dengan begitu, maka orang yang menyantap sega abang akan merasakan efek ”kemepyar” setelah selesai menyantap sega abang. Efek kemepyar ini hampir sama dengan efek doping. Orang menjadi lebih bersemangat sekaligus merasa bertambah tenaganya. Hal semacam ini mungkin memang sangat diperlukan pada masyarakat Gunung Kidul di masa lalu ketika penduduk belum banyak, sedangkan lahan garapan yang perlu dikerjakan demikian luas dan sulit. Dengan menyantap sega abang dan ubarampenya, orang pun bersemangat kembali ”menaklukkan” pekerjaan yang mesti diselesaikannya.

Kini sega abang telah menasional. Suguhan atau jenis masakan ini boleh dikatakan dapat dijumpai di berbagai kota di Indonesia. Akan tetapi kurang afdol rasanya jika tidak menyantap di wilayah asalnya dengan koki orang-orang asli di negeri asalnya pula. Sega abang di Hutan Bunder mungkin menjadi salah satu pengobat rindu bagi orang-orang yang memang kangen sega abang khas Gunung Kidul. Di tempat ini di samping kita dapat menikmati sega abang dan sayur lombok ijo yang khas itu, kita juga dapat menikmati teduh dan rimbunnya Hutan Bunder yang dibelah oleh Sungai Oya yang mengalir ke selatan, menuju Samudera Indonesia. Di tempat ini pula orang bisa menyantap sega abang-sayur lombok ijo dengan ikan wader, boso, kotes, uceng, atau keting yang didapatkan dari Sungai Oya yang mengalir di sisi barat warung.

Anda sedang atau akan ke Gunung Kidul ? Jangan lupa sega abang !

tim Tembi: a sartono, suwandi, agus kamsek, budi




Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta