Ora Wuwur Ora Sembur

Sikap ora wuwur ora sembur mungkin disebabkan oleh karena kejengkelan yang sudah memuncak pada diri seseorang atas satu atau dua kasus. Kejengkelan yang memuncak ini akhirnya menimbulkan sikap tidak peduli lagi pada persoalan atau kasus yang sedang terjadi atau bahkan yang akan terjadi.

Ora Wuwur Ora Sembur

Pepatah Jawa di atas secara harafiah berarti tidak menabur/memberi tidak menyembur/menyemprot/menghembus.

Dalam khasanah kebudayaan Jawa istilah wuwur yang dalam bahasa lisan sering diucapkan “wur” saja sering diterapkan pada tindakan seperti menaburkan benih di sawah, ladang dan sebagainya. Wuwur mengacu pada pengertian memberikan sesuatu dengan cara ditaburkan. Pengertian ini dapat juga diterapkan pada tindakan seseorang yang menaburkan gula pasir di atas adonan, makanan, dan sebagainya. Tindakan menaburkan gula pasir di atas adonan ini dalam bahasa Jawa dapat juga dikatakan sebagai wuwur gula pasir ing roti, adonan, lan sanes-sanesipun (menabur(-kan) gula pasir di atas roti, adonan, dan lain-lainnya).

Istilah “sembur” dapat diterapkan pada perilaku ular yang menyemburkan bisa (racun). Dapat juga istilah sembur itu dikenakan pada kejadian air yang keluar tiba-tiba dari dalam lubang, selang, pipa, dan seterusnya. Namun pengertian sembur juga sering diterapkan pada perilaku orang tua (lebih sering pada dukun atau juru penyembuh) yang menyemburkan air atau ramuan rempah (jamu-jamuan) dari dalam mulut ke badan (bisa juga kepala) anak/pasien.

Secara konotatif pepatah Ora Wuwur Ora Sembur mengacu pada pengertian tidak memberikan sesuatu (benda/harta) dan tidak memberikan nasihat, petunjuk, saran, kritik, atau tidak memberikan pembicaraan apa pun. Jadi pepatah Ora Wuwur Ora Sembur sama artinya dengan tidak berurusan atau tidak mau berurusan dengan segala macam persoalan yang sedang terjadi. Pendeknya tidak mau terlibat apa pun dalam segala macam persoalan baik secara material maupun pembicaraan.

Sikap ora wuwur ora sembur mungkin disebabkan oleh karena kejengkelan yang sudah memuncak pada diri seseorang atas satu atau dua kasus. Kejengkelan yang memuncak ini akhirnya menimbulkan sikap tidak peduli lagi pada persoalan atau kasus yang sedang terjadi atau bahkan yang akan terjadi.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta