Tembi

Makanyuk»GUDEG MANGGAR

05 May 2008 07:33:00

Makan yuk ..!

GUDEG MANGGAR

Mendengar kata ‘gudeg’, terbayang makanan khas Yogya yang berbahan utama dari nangka. Tapi pernahkah mendengar gudeg manggar? Gudeg ini merupakan makanan khas Bantul. Bahan utamanya adalah manggar, bunga pohon kelapa. Bisa dikatakan gudeg ini tidak ada di luar Bantul, alih-alih di Kota Yogya. Di Bantul sendiri penjual gudeg ini hanya sedikit. Di antara yang sedikit ini, salah satunya Warung Ibu Lusi.

Warung Ibu Lusi, yang terletak di Nogosari, Trirenggo, Bantul, cukup terkenal. Sudah lima tahun ia berdagang gudeg manggar. Sebelumnya ia berjualan di Pasar Seni Gabusan. Selain gudeg manggar, warung ini menyediakan cemilan khas Bantul buatannya, seperti geplak, adrem, dan peyek tumpuk. Tidak seperti geplak yang gampang diperoleh, adrem –yang terbuat dari tepung beras, gula jawa dan santan-- tergolong sulit dicari.

Di hadapan kami, dihidangkan sebuah nampan besar berisi gudeg manggar bersama potongan-potongan ayam goreng kampung. Juga satu bakul nasi. Seakan-akan kami dipersilakan untuk makan nasi sekenyang-kenyangnya dan menyantap gudeg sebanyak-banyaknya. Dan nyatanya kami memang beberapa kali mengisi piring.

Manggar berwarna kecoklatan mirip nangka. Teksturnya juga mirip, hanya lebih tipis dan panjang. Hmm… rasanya gurih dan sedikit asin. Nikmatnya tidak kalah dengan gudeg nangka. Yang membedakan gudeg ini dengan gudeg nangka memang hanya manggarnya saja. Lainnya sama.

Usai makan, untuk dua piring lebih nasi dan manggar, berikut dua potong ayam dan minuman, kami membayar Rp 24.000. Harga gudeg manggarnya sendiri sekitar Rp 5.000-an. Kami juga membawa pulang satu besek geplak dan adrem seharga Rp 12.000.

Entah kenapa gudeg manggar kurang berkembang. Menurut penjualnya, putri dari Ibu Lusi, harga manggar memang jauh lebih mahal daripada nangka. Harganya Rp 10.000 per kilogram. Sementara harga nangka hanya Rp 6.000 per kilo. Pemilik pohon kelapa sendiri tentu mesti berhitung, apakah lebih menguntungkan memanen manggar atau buah kelapanya. Sebab memetik manggar berarti mengurungkan lahirnya buah kelapa.

Meski demikian memperoleh manggar di pasar tradisional saat ini masih mudah. Penjual gudeg manggar tidak sulit mendapatkannya. Mungkin juga karena permintaannya relatif tidak banyak. Namun pada hari-hari perayaan khusus, seperti menjelang lebaran dan paskah, permintaan manggar melonjak. Harganya pun ikut meroket, menjadi Rp 40.000 per kilo.

Apakah benar bahwa gudeg manggar dibuat sebagai bentuk budaya tanding (counter culture) Ki Ageng Mangir terhadap gudeg nangka dari Ngayogyakarta? Entahlah. Yang jelas, ‘local genius’ Bantul ini layak tampil sebagai salah satu jagoan makanan tradisional.

a. barata & herjaka




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta