TK Model Ngemplak Sleman Melihat Budaya Leluhur di Museum Tembi
Mungkin bagi mereka betapa sulitnya membayangkan memasak dengan menggunakan alat-alat semacam itu, dengan tungku dan bahan bakar kayu pula.
Di bawah terik matahari mereka tetap semangat berfoto di amphitheater Tembi
“Gamelan itu untuk apa ?” tanya seorang siswi TK Model Ngemplak Sleman kepada pemandu Tembi Rumah Budaya. Ada pula yang bertanya,”Ketoprak itu apa Pak ?”
Pertanyaan itu tidak mudah dijawab oleh pemandu mengingat pemandu harus masuk ke khasanah atau referensi pengetahuan yang dimiliki oleh anak TK. Untuk menjelaskannya diperlukan kesabaran dan ketelatenan. Tidak bisa dilakukan dengan cepat-cepat. Demikian suasana kunjungan 103 siswa-siswi TK Model Blotan Ngemplak Sleman bersama 14 guru pendamping ke Tembi Rumah Budaya, Kamis, 26 September 2013.
Pemandu tidak menyangka, ternyata anak-anak TK yang diminta pemandu untuk bertanya itu banyak yang mengacungkan jarinya. Mungkin anak-anak zaman sekarang memang lebih cerdas dan berani dibanding anak-anak di masa kecil pemandu. Rasa penasaran anak-anak terhadap apa yang dilihatnya itu langsung dicoba dicarikan jawabannya dengan bertanya.
Alat-alat rumah tangga semacam itu tidak mereka kenali
Anak-anak TK itu ternyata sangat tertarik pada apa saja yang ada di Tembi. Termasuk koleksi museum Tembi. Wayang pun menarik minat mereka. Lebih-lebih lagi ATM (Automatic Tembi Movie) yang dalam pengertian mereka adalah televisi atau media pemutar film. Di ATM ini bahkan mereka berebut untuk dapat melihat apa yang bisa disuguhkan oleh ATM. Di antara mereka bahkan ada yang bertengkar atau bersitegang antartemannya karena saling mendesak untuk dapat mendekati layar ATM.
Senthong juga membuat mereka memiliki tanda tanya besar. Ketika diterangkan tentang alat-alat rumah tangga tradisional Jawamereka terbengong-bengong. Mungkin bagi mereka betapa sulitnya membayangkan memasak dengan menggunakan alat-alat semacam itu, dengan tungku dan bahan bakar kayu pula.
Dari sisi-sisi itu jelas kelihatan bahwa demikian berjaraknya tradisi dengan anak-anak generasi baru. Jarak tersebut terlihat demikian jauh. Orangtua mereka pun tampaknya juga mulai berjarak sehingga mereka juga tidak bisa lagi menceritakan benda atau produk budayaleluhur mereka kepada anak-anak mereka. Jarak yang demikian jauh itu tampaknya memang diawali dengan dianggap tidak bergunanya lagi hasil-hasil kebudayaan masa lalu.
Berebut menyaksikan ATM
Ketidakbergunaan itu mungkin dipicu juga oleh membanjirnya nilai-nilai baru dengan segala varian dan produk fisiknya (termasuk teknologi) yang dianggap lebih berguna, lebih esensial, praktis, riil, dan tidak membutuhkan proses yang panjang untuk memahami atau menggunakannya.
Kini anak-anak mulai diperkenalkan kembali dengan hasil-hasil kebudayaan leluhurnya sendiri yang mungkin bagi mereka justru terlihat demikian asing, aneh, dan sulit dimengerti. Memahami hasil-hasil kebudayaan, lebih-lebih pada sisi-sisi nonbenda atau makna di balik benda memang tidaklah mudah.
Namun dengan punya perhatian besar pada benda-benda hasil kebudayaan saja orang akan tertarik pula untuk lebih mengerti tentang benda itu, bagaimana dibuat, digunakan untuk apa, mengapa bentuknya demikian, bagaimana cara mempergunakannya, dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan demikian akan mengarahkan pikiran untuk tahu lebih banyak tentang hal itu. Bahkan sampai pada makna filosofisnya.
Bergaya sebagai pembalap motor kuno, Java
Anak-anak TK Model yang banyak bertanya itu pasti mempunyai ingatan atau rekaman memori akan benda, suasana, dan banyak hal lain ketika berkunjung ke Tembi. Kelak mereka diharapkan akan semakin arif ketika mengetahui atau berhadapan dengan banyak hal yang berkaitan dengan hasil-hasil kebudayaan lain. Bukan mencemoohkan atau bahkan, merusakkannya. Memori mereka tentang Tembi dengan segala isinya semoga menjadi bekal menuju kepada kearifan itu. Semoga.
Ke museum yuk ..!
A.Sartono
Foto:A.Barata
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Merawat Koleksi Kain yang Benar(19/07)
- Museumart akan Hadir di Festival Museum 2013 Yogyakarta di UGM(13/07)
- Sengkalan Memet Ular di Pintu Kamagangan Kraton Yogyakarta(04/07)
- Menggali Potensi Benteng Vredeburg Di Kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta(01/07)
- Museum Tembi Juara III Turnamen Bulutangkis di Monjali 2013(24/06)
- Turnamen Bulutangkis Antarmuseum se-DIY Kembali Digelar Museum Monjali(18/06)
- Makna Filosofis Batik di Museum Batik Yogyakarta(12/06)
- Ruang VIP Kepresidenan Di Museum Gunungapi Merapi Yogyakarta(04/06)
- Gelar Harmoni Kebangkitan Nasional di Museum Perjuangan Yogyakarta(30/05)
- Meningkatkan Daya Kunjung Museum di DIY(27/05)