Tembi

Jaringan-museum»PETILASAN GUSTI AMAT DI BALERANTE II

23 Jun 2011 07:24:00

PETILASAN GUSTI AMAT DI BALERANTE (II)Setahun setelah perkawinannya yang kedua, Sultan Hamengku Buwana V pun tampak belum menampakkan hasil perkawinannya, yakni istrinya belum juga hamil. Persoalan tidak segera adanya keturunan laki-laki dari sultan sebagai calon pengganti kedudukannya, semakin meniupkan berita sekaligus intrik-intrik tidak nyaman di lingkungan keraton. Oleh karena jabatan putera mahkota di dalam keraton harus ada maka Belanda mengangkat saudara Sultan Hamengku Buwana V yang bernama Pangeran Adipati Mangkubumi.

Langkah selanjutnya akan dilaksanakan penobatan atas pewaris tahta secara resmi dan tetap. Penobatan itu semula akan dilakukan atas nama Pangeran Adipati Mangkubumi. Rencana iniPETILASAN GUSTI AMAT DI BALERANTE (II)ditentang oleh Residen Belanda di Yogyakarta saat itu yang bernama De Kock. Penobatan semacam itu menurut De Kock dianggap sebagai tindakan tidak bijaksana mengingat persaingan antara Sultan Hamengku Buwana V dengan pangeran Adipati Mangkubumi demikian kuat. Selain itu, akan timbul masalah besar jika kelak kemudian istri permaisuri kedua Sultan Hamengku Buwana V tersebut bisa mengandung sementara putra mahkota telah ditetapkan/dinobatkan. Akan lebih baik jika Pangeran Adipati tetap bertindak sebagai pejabat putra mahkota.

PETILASAN GUSTI AMAT DI BALERANTE (II)Apa yang dikhawatirkan De Kock akhirnya terbukti karena Ratu Kedaton akhirnya bisa mengandung. Berita kehamilan Ratu Kedaton ini terjadi pada bulan April tahun 1855. Bersamaan dengan itu terlihat dan terdengar pula berita bahwa Sultan Hamengku Buwana V bersikap luar biasa dingin kepada istrinya. Selain itu kesehatannya juga demikian memburuk. Sebaliknya, istrinya secara diam-diam juga mengejeknya sebagai tidak berguna suatu apa (idem, halaman 404).

Pada sekitar akhir bulan Mei 1855 Sultan Hamengku Buwana V sudah kelihatan demikian parah sakitnya. Tanggal 4 Juni 1855PETILASAN GUSTI AMAT DI BALERANTE (II)Sultan Hamengku Buwana V mangkat. Begitu Sultan Hamengku Buwana V mangkat, hak-hak atas tahta Keraton Yogyakarta diserahkan kepada putra mahkota, Pangeran Adipati Mangkubumi. Sementara itu 17 hari setelah pemakaman Sultan Hamengku Buwana V putra yang dikandung Ratu Kedaton lahir.

Menurut adat kebiasaan Jawa seorang anak yang dilahirkan oleh seorang ibu yang pada saat kehamilannya ayahnya meninggal, maka anak tersebut berhak atas warisan dan nafkah setara dengan yang didapat oleh anak yang telah dilahirkan terlebih dahulu. Namun ia tidak berhak atas tahta karena tahta tidak boleh kosong dalam sehari pun. Mengijinkan seorang anak yang baru saja dilahirkan untuk naik tahta sementara ayahnya telah meninggal merupakan tindakan yang tidak dianjurkan secara politis. Hal didasarkan atas suatu alasan bahwa kemungkinan anak tersebut merupakan anak yang tidak syah atau anak dari hubungan gelap adalah selalu dimungkinkan.

Pangeran Adipati Mangkubumi pun akhirnya ditetapkan sebagai pengganti Sultan Hamengku Buwana V dengan dekrit yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda tanggal 27 Juni 1855. Ia pun berjanji akan selalu memperlakukan adik iparnya, Ratu Kedaton dengan baik. Selain itu ia juga akan menganggap putra Ratu Kedaton (Gusti Amat) sebagai penerus kerajaan. Akan tetapi pada perkembangannya intrik dan persaingan di dalam keraton tersebut tidak terhindarkan. Banyak orang dan kelompok saling bersaing dan berusaha untuk saling menjatuhkan.

Bersambung

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta