- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Berita-budaya»TEMBI DAN CITRA PESONA PARIWISATA CIPTA AWARD 2011
09 Sep 2011 06:51:00Selasa, 16 Agustus 2011 Tembi Rumah Budaya mendapatkan kunjungan. Kali ini bukan kunjungan biasa, namun kunjungan untuk menilai Tembi. Kunjungan kali ini dilakukan oleh tiga orang staf dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata. Kedatangan mereka memang terkesan mendadak. Maklum, mereka memberitahukan bahwa kunjungan akan dilakukan berkisar antara tanggal 15-18 Agustus 2011.
Bisa ditebak, Tembi bersiaga di tanggal-tanggal itu. Bersiaga, artinya lebih fokus, lebih menyiapkan diri untuk sebuah kunjungan yang berbeda. Kunjungan yang akan menilai. Bahkan tentu, melihat sisi-sisi kelemahan atau kekurangan Tembi. Di samping tentu saja sisi-sisi kekuatan atau kelebihan Tembi. Kelemahan dan kekurangan tersebut untuk diperbaiki. Kelemahan yang harus diberdayakan, dibangkitkan, dan berubah menjadi motivasi untuk menuju sesuatu kekuatan.
Tembi boleh menunjukkan bahwa sebagian besar karyawannya berasal dari masyarakat setempat. Artinya, dari seputaran Dusun Tembi dan Bantul pada umumnya. Tembi boleh menunjukkan kelebihan-kelebihannya sebagai instansi swasta yang benar-benar menjadi semacam laboratorium kebudayaan, museum, live museum, sekaligus rumah inap bernuansa desa (tradisi). Juga rumah makan dengan menu-menu yang mendasarkan diri pada pola olah masakan ala desa. Berbasis tradisi. Pada sisi ini Serat Centhini menjadi salah satu acuan bagi pemilihan menunya. Tembi juga bisa menunjukkan lingkungannya yang bersih, tenang, hijau, dan nyaman. Boleh juga menunjukkan pembinaannya pada petani sekitar Tembi untuk berkesadaran bertani secara organik. Tembi boleh menunjukkan layanan kebudayaannya pada banyak pihak yang hampir tidak pernah terputus selama ini.
Namun Tembi juga harus sadar bahwa kehidupannya harus bisa semakin menyelaraskan diri dengan lingkungannya. Bagaimana misalnya, dalam mengantisipasi ”kepungan” barang rongsok yang menjadi salah satu mata pencaharian menjanjikan bagi warga di Tembi. Bagaimana misalnya mengelola pertunjukan yang suaranya tidak mengganggu penduduk sekitar. Bagaimana misalnya, mengelola parkir yang mbludak sehingga orang lalu lalang tetap nyaman dan aman. Bagaimana pula menjaga lingkungan yang asri, hijau, sejuk, tanpa terkesan asal penuh pepohonan. Bagaimana membina petani untuk setia bertani secara organik, berkesinambungan, berdaulat, mandiri, dan sejahtera. Bagaimana misalnya meningkatkan pelayanan yang tulus, namun penuh semangat, dan bukan hanya sekadar memenuhi target pelayanan sesuai standar pelayanan seperti di hotel yang cenderung ”robotik”. Bahkan berujung pada tujuan-tujuan yang hampir semata-mata materialistik (tips, komisi, dan sejenisnya).
Memang tidak ada yang sempurna di dunia ini. Pun juga dengan lembaga seperti Tembi. Namun hal itu bukan menjadi alasan untuk tidak membangun diri menjadi lebih baik. Lebih optimal. Lebih berdaya guna. Lebih bisa semakin melayani publik. Kekurangan dan kelemahan di mana pun selalu ada. Sekalipun demikian, tidak perlu cemas seandainya toh, harus menerima kekalahan atas segala kekurangan itu.
Kalah dan menang dalam sebuah lomba adalah hal biasa. Lagi pula Tembi boleh juga bangga karena Tembi dipilih menjadi (semacam) wakil Kabupaten Bantul untuk dilombakan dalam Lomba Daya Tarik Wisata Berwawasan Lingkungan yang diadakan oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Parwisata dalam program yang dinamakan CIPTA AWARD 2011. Terpilihnya Tembi sesungguhnya juga bukan karena Tembi sejak awal mengejar atau mentargetkan diri untuk menjadi pemenang dalam Cipta Award 2011 atau lomba-lomba sejenis atau jenis yang lain.
Apa yang ada di Tembi adalah sesuatu yang telah biasa dilakukan, dikerjakan, diupayakan secara bersama-sama dalam keseharian. Pekerjaan yang dilakukan di dalamnya adalah semacam panggilan, bagian integral dari perjalanan hidup itu sendiri. ”Inilah kerjaku, inilah karyaku, inilah niatku.” Mungkin itu yang selama ini melandasi kinerja di Tembi. Bukan karena Tembi mengejar sesuatu yang sifatnya ”wah”. Semuanya berjalan biasa-biasa saja. Normal-normal saja. Menjalaninya sesuai dengan ”kasunyatan” saja.
Juri dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata itu pun setelah ”menguji” para pimpinan Tembi lantas meninjau lokasi. Tinjauan pertama justru ke dapur (kitchen) Tembi. Memang agak mengejutkan (mungkin mencemaskan juga). Selesai itu mereka bertanya tentang septic tank rumah-rumah inap Tembi. Tinjauan dilanjutkan ke rumah-rumah inap, belik, amphiteater, galeri, museum, perpustakaan, dan kandang kerbau plus tempat pengolahan pupuk kandang.
Usai itu para juri pun berpamitan pulang. Ada harap-harap cemas di Tembi. Lepas dari kalah atau menang, Tembi harus terus bekerja atau berproses dengan maksimal, produkti, kreatif, jujur, kompak. Sesuai dengan bidang dan tanggung jawabnya masing-masing. Tidak ada kesempurnaan yang purna. Sekalipun demikian, kelemahan dan kekurangan adalah modal untuk saling menopang, memperbaiki, saling membantu menuju sesuatu hasil yang optimal. Soal menang atau kalah dalam penjurian ini, serahkan saja pada kasunyatan.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- KICIK KAMBING, TONGSENG, SATE DAN TENGKLENG(12/07)
- JETHUNGAN-2 (DOLANAN ANAK TRADISIONAL-13)(28/07)
- Nurul Hidayah, Perempuan Nan Setia Sebagai Mranggi(10/12)
- Mata Jendela (21/03)
- DOLANAN SEKITAN-1(03/05)
- Anoman(12/08)
- 17 Mei 2010, Klangenan - KATA-KATA DALAM PUBLIKASI PILKADA(17/05)
- PEDAGANG MAKANAN KELILINGAN DI YOGYAKARTA MASA LALU(13/05)
- KLIPING(26/10)
- ORANG-ORANG YANG SETIA MENGENAKAN BUSANA TRADISIONAL DI YOGYAKARTA(01/01)