'SURAT-SURAT' GENTHONG PADA PEMBACA

'SURAT-SURAT' GENTHONG PADA PEMBACASatu novel karya Genthong Hariono Seloali, atau biasa disebut Genthong HSA diberi judul ‘Surat-surat Irya kepada Uma, Uma kepada Irya’. Launching novel ini dilakukan di ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta, Minggu (27/11), selain dibacakan oleh Whany Darmawan, Hanung Bramantyo. Gunawan Maryanto, AnaRatri dan sejumlah pembaca lainnya, juga diadakan diskusi dengan narasumber Krisbudiman, pengajar Program Kajian Budaya dan Media UGM.

Novel karya Genthong ini memang berupa surat-surat, sehingga ketika membaca cerpen laiknya kita membaca surat yang ditujukan antara Uma dan Irya, begitu juga sebaliknya. Sebagai surat, masing-masing bagian novelnya tidak panjang dan diberi judul pada episode rangkaian suratnya. Laiknya surat, di atasnya ada tanggal kapan surat ditulis dan ada nama kota, misalnya ‘Surabaya’

Dan ketika ‘Surat-surat Irya’ itu dibacakan oleh para aktor, tentu saja ada nunasa lain, setidaknya kita bisa melihat teks yang berupa surat itu menjadi terasa ‘hidup’. Ekspresi dan penghayatan yang dilakukan Whany, Gunawan Maryanto, Genthong HSA dan Hanung Bramantyo, membuat teks surat yang tak lain adalah novel itu, semakin tambah memikat. Genthong sendiri, selaku penulis novel yang dilaunching, kelihatan sungguh-sungguh dalam membacakan ‘surat-surat Irya’.'SURAT-SURAT' GENTHONG PADA PEMBACA

Beberapa komentar mengenai novel karya Genthong HSA disampaikan oleh beberapa sastrawan dan kritukus sastra, termasuk aktor Landung Simatupang. Menyangkut novel Genthong ini Landung memberi komentar:

“Ini ‘novel surat’ seperti dikehendaki penulisnya, sekaligus seuntai esai tentang aneka faset kehidupan dari perspektif budaya yang matang, seseorang yang sudah banyak makan garam. Boleh dikata, setiap surat adalah esai tersendiri, yang segar, bernas, dan acapkali memukau”.

Prof.Dr. Faruk HT, kritikus sastra dan pengajar jurusan sastra Indonesia FIB UGM memberikan komentar yang lain lagi:

“Membaca novel ini, saya seperti masuk ke dunia sastra Eropa Klasik, meskipun terkadang gayanya diusahakan agak ngepop.'SURAT-SURAT' GENTHONG PADA PEMBACAMenarik”.

Abidah el Khalieqy, seorang novelis dan penulis cerita film ‘Perempuan Berkalung Sorban’ memberikan komentarnya seperti bisa disimak berikut:

“Ini surat cinta dari pecinta kepada sang tercinta yang adalah kekasih, yang adalah negri, yang adalah kemanusiaan, yang adalah harapan-harapan dari idealisme perubahan. Sungguh menyentuh, indah dan dalam. Puitis karena lahir dari sastrawan/seniman matang yang sudah tinggi jam terbangnya”.

Tidak ketinggalan, redaktur majalah sastra ‘Horison’, Joni Ariadinata, juga memberi komentar novel karya Genthong HSA ini:

“Novel yang unik. Sepintas bentuknya sangat sederhana, yakni ‘hanya’ berupa ekspresi surat-surat Uma kepada Irya, dan Irya kepada Uma. Tapi begitu masuk, pembaca akan dikejutkan dengan berbagai pengalaman cerdas dari tempat-tempat yang tak terduga. Pengalaman intelektual penulisnya yang hobi bertualang di berbagai belahan dunia, membuat novel ini sangat kaya”.

Selain sastrawan, seorang psikolog, Dr. Indira Laksmi Gamayanti, juga memberikan komentarnya atas novel karya Genthong HSA:

“Sebuah karya yang dibuat dengan penuh perasaan, i'SURAT-SURAT' GENTHONG PADA PEMBACAmajinasi dan berdasarkan renungan akan pengalaman hidup”.

Kita kutipkan satu surat pendek Uma dari episode ‘Pantai terindah di benua paling jauh”. Surat ini pendek saja, dan memberikan kisah/informasi Irya kepada Uma mengenai penjara bawah tanah. Simak surat pendek itu:

“Waru, 29 Juli

Uma,

Bersama ini kukirim beberapa catatanku dalam penjara bawah tanah, serta catatan rumah sakit dan sesudahnya.

Kalau terjadi apa-apa lagi denganku dan lama aku tidak berkabar, fotokopi catatan-catatan ini sebanyak-banyaknya, sebarkan!!!.

Hati-hati menyimpannya ya sayang, karena dengan catatan ini mungkin engkau bisa menyelamatkan hidupku. Semoga kita tidak membutuhkan lagi, kasih, berdoalah…, semoga kita dilindungiNya….

Ciumku untukmu,
Irya”

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta