Macapat tahap 102
Sepenggal Kawruh Keris

Serat Centhini yang didalamnya berisi berbagai macam kawruh, dengan setia berkumandhang di Pendapa Yudanegaran Tembi Rumah Budaya pada setiap malam Rabu Pon, tiga-puluh lima hari sekali dalam acara Macapatan dan Uyon-uyon gending-gending Jawa. Pada Bulan September 2011 atau bulan Sawal tahun Jawa 1944 Be, macapatan malam Rabu Pon memasuki tahap 102. Pupuh yang ditembangkan adalah pupuh 236 yang berisi tentang kawruh bab keris.

PUPUH 236
Pangkur
1 Kinom mesem lon lingira
de dhapuring curiga kang winarni
Tilam upih kang rumuhun
makna pasemonira
murat jalma wadon dene rahsanipun
pamikire marang katga
dikaya mikir pademi

dengan tersenyum ia berkata pelan,
mengenai jenis dapur keris,
tilam upih terlebih dahulu,
makna yang terkandung
adalah wewadi seorang wanita
sedangkan rasa dan pemikirannya terhadap keris,
seperti memikir istri

2. Brojol makna karepira
muradipun ingkang sampun kawijil
rasa kang bisa sireku
anggemeni wicara
sadurunge kawetu sinukmeng kalbu
aja lunyu ing pangucap
lunyu lonyot angacuwis

dapur Brojol makna dan maksudnya adalah
hendaklah engkau dapat merasakan
mengendalikan bicara
sebelum keluar di mulut dipertimbangkan terlebih dahulu di dalam hati
jangan licin di ucapan
licin lonyot banyak bicara kurang makna.

3. Jalak tilamsari wanda
maknanira yeku tutup sayekti
dene murade wong turu
mungguhing rahsanira
aja pisah lawan gegamanireki
wungua tanapi nendra
ing rina kalawan wengi

wujud Jalak Tilamsari
maknanya adalah tutup sejati
maksudnya adalah orang tidur sedangkan rasanya untuk mengingatkan
agar jangan pisah dengan pusaka,
selalu waspada, tetaplah berjaga dalam tidur
baik di siang mau pun di malam

Sepenggal Kawruh Keris
Pesinden Ibu Wasrini dan Ibu Lanjar beserta karawitan Wisma Tempuyung

Sepenggal Kawruh Keris
Para pecinta Macapatan Malem Rabu Pon

Ada 18 pada tembang dhandhanggula dan 23 pada tembang Pangkur yang ditembangkan secara bergantian. Diselinggi dengan gending- gending Jawa dari rombongan karawitan Wisma Tempuyung, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul pimpinan Bapak Basuki, menjadikan suasana Macapat, lebih dinamis dan semarak tidak njelehi.

Sepenggal Kawruh Keris
Sumiroen, salah satu pecinta macapatan dari Purworejo

Sepenggal Kawruh Keris
Yang muda mendatangi yang tua, untuk saling bersalaman diantara pecinta Macapat

Bertepatan dengan bulan Sawal, diantara pecinta macapatan yang hadir memanfaatkan acara ini untuk bersalam-salaman saling maaf memaafkan. Demikian juga Tembi Rumah Budaya ikut Mahargya Riadi Fitri melalui 3 pada tembang Dhandhanggula:

Mahargya Riadi Fitri
karipta dening :Ign. Wahono

Dhandhanggula
1 Sinarkara asung pudyastuti
tur pambagya sugeng sarawuhnya
ing macapatan samangke
miwah atur panuwun
dene karsa rawuh ngestreni
Rebo Pon Macapatan
mrih lestantunipun
kagunan sekar macapat
kang satuhu ngemot wulang endah-edi
adi luhung sanyata

2. Amarengi ri-adi puniki
sanggya warga pimpinan myang setaf
Tembi Rumah Budaya-ne
bekti kurmat gya katur
miwah atur sugeng riyadi
sadaya lepat dosa
lahir batos nyuwun
lebura ing ri punika
kaapunten dening Gusti kang Ma Asih
lumantar pekennira

3. Ing samangkya swawi nunggil kapti
amemangun santosaning tekad
manunggal lahir batine
sajuga kang ginayuh
tata tentrem raharjeng nagri
ngicalken sekat-sekat
myang prabedanipun
suku adat myang agama
sareng mlampah ngesthi nggayuh urip suci
nuju kratoning swarga

Tembi Rumah Budaya, 05 September 2011

Beberapa peserta yang setia hadir mengharapkan agar acara Macapat Rebo Pon ini bisa abadi, jangan sampai bubar. Dikarenakan sebagian besar dari mereka telah menjadikan acara ini untuk ndangir raga dan rabuk sukma. Ibaratkan seorang pejiarah yang mendapatkan sumber mata air, acara Macapatan malem Rabu Pon ini bagi pecintanya dapat menyegarkan batin yang letih.

foto dan tulisan: herjaka HS




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta