- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Berita-budaya»SENI FOTOGRAFI DARI KACA (DI) PECAH
14 Jul 2011 08:40:00Fotografi bukan lagi untuk membuat album kenangan, tetapi telah memiliki perkembangan makna, bahwa fotografi merupakan karya seni, yang disebut sebagai seni fotografi. Meskipun kita masih mudah menemukan, orang yang memegang kamera, sedang berupaya membuat dokumentasi satu kegiatan. Apalagi, era kamera digital, setiap orang bisa membuat dokumentasi kegiatannya sendiri.
Kita tahu, ada banyak fotografer yang meletakkan karya fotografinya sebagai karya seni. Karena itu, fotografer seperti itu tidak mengabaikan estetika. Dalam konteks seni fotografi, ada banyak subyek yang bisa diambil, perempuan yang ‘memperlihatkan’ tubuhnya secara indah, disebutnya sebagai seni fotografi. Ingat seni fotografi Syugha, yang sempat membuat heboh.
Seorang mahasiswa pasca sarjana ISI, I Putu Sinar Wijaya namanya, tugas akhirnya membuat seni fotografi yang diberi judul “Kaca Pecah-Retak’. Karya Putu Sinar Wijaya tersebut dipamerkan di Tembi Rumah Budaya, yang sekaligus untuk menguji karya seni fotografinya. Subyek yang diambil berupa pecahan kaca, yang menurut dia menampilkan ‘ekspresi’ dan jika direnungkan memiliki pesan tersendiri. Menjelaskan konsepnya, I Putu Sinar Wijaya menuliskan seperti berikut:
“Pengalaman atau peristiwa yang dirasakan pencipta menjadi sumber ide dalam penciptaan karya seni fotografi. Dalam proses kreatif ini, pencipta menciptakan karya fotografi ekspresi dengan memanfaatkan kaca yang retak sebagai materi subyek. Setelah pencipta melihat dan alami, kaca retak tersebut ada sesuatu yang tak terduga tercipta seperti: komposisi bidang, tekstur, garis dan warna bahkan bentuk baru yang unik dan menarik, yang dapat merefleksikan kegundahan jiwa pencipta. Hal ini telah mengusik pikiran, sehingga pada penciptaan ini memanfaatkan sebagai inspirasi yang bertajuk refleksi Jiwa dalam kaca retak dalam karya fotografi”.
Karena subyek yang diambil dari kaca pecah, atau mungkin kaca dipecah, maka bentuk pecahan tidak bisa dibuat, atau diulangi. Kaca (di) pecah, akan membentuk polanya sendiri dan selalu berbeda-beda, dimanapun kaca itu (di) pecah. Pada karya seni fotografi I Putu Sinar Wijaya, polanya cenderung abstrak, dan kiranya bukan pola yang dikehendaki penciptanya. Melihat karya kaca (di) pecah, memang tidak hanya kaca yang diintip dari kamera, melaiankan ditambahi efek lain, agar pola kaca pecah mempunyai makna yang berlainan, atau setidaknya komposisi dan garis-garis yang terbentuk menjadi kelihatan kuat ekspresinya.
Karya seni fotografi, sekilas menyerupai seni lukis abstrak. Mungkin,orang bisa terkecoh melihatnya dan dianggapnya bukan seni fotografi melainkan seni lukis. Kaca (di) pecah dalam seni fotografi ini diberi judul bermacam-macam, misalnya ‘Patah Hati’, ‘Kelelawar’, ‘Tinggal Kenangan’, ‘Galau’, ‘Sayap Kedamaian’, ‘Jalur Kuning’, ‘Masa Lalu’, ‘Geram’, ‘Eclipse’ dan lainnya.
Judul yang ditempelkan pada karya ini, agaknya untuk memberi makna pada kaca (di) pecah tersebut, meskipun kita bisa bertanya, apa hubungan antara judul dan bentuk kaca (di) pecah. Atau pikiran fotografernya sendiri yang mencoba menaikkan pecahan kaca agar ‘dikenali’ ekspresinya, maka diberi judul.
Kamera, ditangan orang apalagi fotografer, memang merupakan gantinya pikiran dan mata. Karena itu, menggunakan kamera hampir tidak mungkin tanpa berpikir. Apa yang dilakukan I Putu Sinar Wijaya, kiranya sungguh sadar, bahwa dia sedang ‘berpikir’ menggunakan kamera dan fenomena kaca (di) pecah mengusik pikirannya. Karena dalam sekejap fenomena itu bisa berpindah ke kamera, dan supaya tidak ‘beku’ didalam kamera digital. Fenomena kaca (di) pecah itu dikonstruksi sebagai memiliki ekspresi, dan karena itu, karya fotografinya dia sebut sebagai fotografi ekspresi. Padahal kita tahu, setiap menggunakan kamera untuk mengambil gambar, selalu dicari gambar yang memiliki ekspresi, yang memikat hati fotografernya dan diharapkan, orang lain yang melihatnya bisa ikut terpikat.
Tapi, seni fotografi ini menandai kaca (di) pecah sebagai karya fotografi ekspresi.
Ons Untoro
Artikel Lainnya :
- 28 Januari 2010, Kabar Anyar - DISKUSI MUSEUM DI TAHUN KUNJUNG MUSEUM 2010 DAN SOSIALISASI MUSEUM SENI ISTANA KEPRESIDENAN YOGYAKARTA(27/01)
- 14 April 2010, Kabar Anyar - GELISAH 'MENYELAMATKAN TVRI'(14/04)
- GARDU JAGA BERGAYA INDIES KINI DALAM KESEPIAN(18/05)
- KALIADEM DAN GUNUNG MERAPI(01/01)
- 24 Maret 2010, Perpustakaan - Pengobatan Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta(24/03)
- TONGSENG DAN SATE JAMUR(27/07)
- 16 September 2010, Primbon - Watak Dasar Bayi(16/09)
- DUDUTAN LAN ANCULAN(27/09)
- 19 Oktober 2010, Kabar Anyar - TRIO THALEIA DI ISI YOGYAKARTA(21/10)
- Sop Buntut Samino Berdiri Sejak 1972(07/01)