Tembi

Berita-budaya»SELAMAT JALAN, BUNG ROSIHAN

18 Apr 2011 08:58:00

SELAMAT JALAN, BUNG ROSIHANSiapa yang tidak mengenal Rosihan Anwar, seorang jurnalis senior, yang tidak pernah berhenti menulis. Meski pernah bertemu beliau, pertengahan tahun 1990-an di Guntur 49, kediaman Subadio Sastrosatomo dan berbincang bertiga dengan Rosihan Anwar, tetapi secara pribadi Rosihan Anwar tidak mengenal saya. Berbeda dengan Subadio Sastrosatomo, yang secara pribadi mengenal saya. Berulangkali saya berkunjung ke rumah pak Badio dan bertemu dengan banyak kawan Badio, diantaranya Rosihan Anwar.

Dalam beberapa kali, secara tidak sengaja, pada suatu pertemuan, seringkali ada Rosihan Anwar di sana. Hal yang membekas dalam ingatan saya, Bung Rosihan, barangkali begitulah menyebutnya, adalah orang yang selalu penuh semangat dan terus menjaga idealismenya. Wajah seorang pejuang seperti terus melekat dalam ingatan saya dan itu yang membuat saya kagum pada beliau. Melihat semangat Bung Rosihan tidak pernah padam, membuat anak muda, terutama saya, merasa iri. Apalagi, dalam usia tua, beliau masih terus menulis.

Teman-teman seangkatan beliau sudah pada pergi lebih dulu, dan Bung Rosihan selalu menulis obituari untuk teman-temannya yang meninggal lebih dulu. Seolah, Bung Rosihan seperti sedang mengantarkan temannya untuk pergi ke surga melalui obituarinya. Sebagai jurnalis senior, Bung Rosihan memiliki banyak teman dari baragam kalangan, bukan hanya kalangan wartawan, melainkan dari banyak lingkungan sosial dan politik.

Selain menulis karya jurnalistik, Rosihan Anwar juga menulis karya sastra dan karya sejarah. Meski bukan dari disiplin sejarah, tetapi pengetahuannya tentang sejarah, apalagi dia mengetahui peristiwanya, memperkaya pengetahuan para sejarawan. Oleh sebab itu, ketika menulis biografi politik Subadio Sastrosatomo, yang diberi judul ‘Pengemban misi politik’, Rosihan mengenali situasi di mana posisi Subadio, dan karena itu, biografi politik Subadio terasa lebih bermakna ‘ditangan’ Bung Rosihan. Bahkan dengan sangat yakin, Rosihan mengatakan: ‘Tak ada yang bisa menulis mengenai Badio kecuali saya’.

SELAMAT JALAN, BUNG ROSIHANAlmarhum Ilen Surianegara, teman seangkatan Rosihan Anwar, memiliki banyak kesan pada Bung Rosihan. Salah satu yang tidak pernah dilupakannya adalah karya terjemahan sajak Rosihan Anwar, dari karya Henriette Roland Holst. Di rumahnya, sekitar tahun 1995, Ilen membacakan satu alinea dari sajak tersebut. Demikian bunyinya:

Kami bukan pencipta candi
Kami hanya pengangkut batu
Kamilah angkatan yang mesti musnah
Agar menjelma angkatan baru
Di atas kuburan kami lebih sempurna

Rupanya, sajak itu bukan hanya diingat oleh almarhum Ilen Surianegara. Aktivis yang usianya jauh lebih muda dari Ilen, sering mengucapkan kalimat: ‘Kami bukan pencita candi, Kami hanya pengangkut batu’. Namun, mungkin, para aktivis yang ‘menghapalkan’ kalimat dari sajak itu tidak mengenali, bahwa terjemahan Rosihan Anwar.

Kini, Bung Rosihan telah pergi. Seperti sebaris sajak yang diterjemahkannya, kiranya Bung Rosihan sudah ‘Di atas kuburan kami lebih sempurna’. Jasa-jasa Bung Rosihan terhadap negeri ini, tidak pernah akan terlupakan. Teladan hidupnya, perlu diteruskan oleh generasi yang lebih muda. Rasanya, negeri ini telah kehilangan tokoh yang mempunyai teladan hidup mengagumkan.

Dunia media, saya kira kehilangan seorang tokoh, yang sampai minggu-minggu terakhir sebelum meninggal, seperti dituliskan Sabam Siagian, masih terus menulis. Bung Rosihan, tidak pernah jauh dari dunia menulis. Sejumlah buku sudah diterbitkan. Ribuan tulisan lepas-lepas telah dihasilkan.

Tidak bisa lain, kita hanya bisa mengucapkan selamat jalan pada Bung Rosihan. Beliau sudah meninggalkan kita untuk selamanya. Sekali lagi, selamat jalan Bung Rosihan.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta