Dolanan Layangan-6
(Permainan Anak Tradisional-78)

Dolanan Layangan-6

Saat bermain layangan dan terjadi “sangkutan” dengan layangan musuh lawan, agar menang layangannya, maka bisa dilakukan dengan cara mengulur atau menarik benang layangan. Terdapat berbagai cara mengulur benang, ada ulur kenceng, ulur kendho, atau glangsar. Layangan yang putus disebut “tatas” atau “gaburan”. Maka layangan yang tatas ini boleh dikejar dan dimiliki oleh siapapun yang bisa menangkapnya. Bahkan asyiknya bermain layangan, jika ada gaburan dan bisa menangkapnya bersama-sama dengan kawan-kawan lainnya.

Layang putus disebut tatas jika layangan tersebut terus jatuh ke tanah. Tetapi kadang ada layangan yang putus tetapi benangnya tersangkut pada benang layangan yang memutuskannya, yang disebut kanthil. Layangan yang menang, yang posisinya sangat tinggi, biasanya segera direndahkan dengan cara menggulung ke bendrongnya. Jika posisi sudah agak rendah, bisa melawan musuh lainnya. Sebab jika tidak direndahkan dulu, bisa-bisa disangkut layangan lawan yang posisinya lebih rendah. Jika hal itu terjadi, dan ada sangkutan, kalau putus, layangan yang posisinya sangat tinggi, benangnya akan terpotong panjang sekali. Begitu pula layangan yang kalah tanding, maka agar benangnya tidak “diklewer” atau dibajak anak lain atau tersangkut kabel listrik/pohon, maka secepat mungkin harus digulung ke bendrong. Bila masih memiliki layangan cadangan, bisa dinaikkan lagi dan diadu lagi. Demikian juga berlaku untuk lawan-lawannya.

Dolanan Layangan-6

Keasyikan yang dapat dinikmati dalam bermain layangan antara lain:

  1. Waktu menggerak-gerakkan layangan di udara bisa dalam berbagai posisi, seperti: ngereki, nyiruk, main nggoling, nglarag, dan sebagainya.
  2. Waktu akan sangkutan, pemain bisa menambah panjang benang serta menggerak-gerakkan layangan.
  3. Rasa bangga bila mampu memutuskan benang layangan lawan.
  4. Akan muncul rasa iba, kecewa, hampir menangis saat layangan miliknya putus.
  5. Rasa marah apabila benangnya diklewer (dibajak) anak saat layangannya putus.
  6. Rasa benci apabila dalam sangkutan dicurangi lawan.

Itulah beberapa keasyikan yang diperoleh saat bermain layangan dan sangkutan dengan layangan lawannya.

Bagi layangan yang tidak untuk sangkutan, biasanya diberi “kanthilan” atau ekor panjang. Kanthilan ini sebagai pertanda bahwa layangan itu tidak boleh disangkut. Ada juga layangan yang diberi sendaren, yakni alat untuk menimbulkan bunyi, atau dilekati dengan kupu-kupu yang diletakkan pada benang dan dapat naik turun.

Saat ini layangan tidak hanya sebagai alat hiburan perseorangan saja, tetapi sudah menembus batas-batas sisi pariwisata. Biasanya diadakan festival layangan untuk menarik wisatawan untuk mau berkunjung ke suatu obyek wisata tertentu, sekaligus melihat aneka kreasi layangan yang dibuat pada zamannya.

Dolanan Layangan-6

Masyarakat Jawa dan juga masyarakat suku lainnya di nusantara hingga saat ini masih memberi respon positif terhadap dolanan ini. Buktinya masih banyak pengusaha, warung, dan toko yang menjual layangan dengan berbagai jenis, ukuran, dan kreasi. Selain itu, masih banyak anak-anak dan orang tua yang bermain layangan. Terakhir, semakin banyaknya penyelenggaraan festival layangan tingkat lokal, nusantara, dan internasional.

Suwandi

Sumber: 33 Permainan Tradisional yang Mendidik, Dani Wardani, 2010, Yogyakarta: Cakrawala; Permainan Tradisional Jawa, Sukirman, 2004, Yogyakarta: Kepel Press; Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Batavia; Pengamatan dan Pengalaman Pribadi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta