Tembi

Berita-budaya»REPOSISI TAMAN BUDAYA YOGYAKARTA

14 Apr 2011 07:09:00

REPOSISI TAMAN BUDAYA YOGYAKARTASatu diskusi mengambil tema utama ‘Repsosi Taman Budaya Yogyakarta’ diselenggarakan di ruang seminar TBY Sabtu (9/4) lalu, dengan menghadirkan 8 narasumber. Forum ini sesungguhnya dikamsudkan sebagai ‘FGD’ (forum group diskusi), sehigga masing-masing orang yang terlibat bisa semuanya ambil bagian dalam diskusi. Beberapa kategori, yang dimaksudkan sebagai representasi dihadirkan dalam ‘FGD’ misalnya representasi akademisi: Dr. Lono Lastoro Simatupang dan Dr. Aprinus Salam. Representasi penonton: Kuskrido ‘Dodi’ Ambardi dan Wisnu Marta Adiputra. Representasi majalah kebudayaan: Hairus Salim. Representasi seniman: Rain Rosidi dan Gunawan ‘Cindhil’ Maryanto.

Ada kata yang menarik dismpaikan oleh GBPH Yudhaningrat, selaku kepala Taman Budaya Yogyakarta. Kata itu sekaligus mengandung tanya: ‘Apa sebaiknya Taman Budaya Yogyalakarta ‘dikembalikan’ kREPOSISI TAMAN BUDAYA YOGYAKARTAe pusat’. Maksud dari kata ini, Taman Budaya Yogyakarta secara biroktaris tidak lagi tergantung pada hirarki diatasnya setingkat propinsi, tetapi ‘dikembalikan’ ke pusat, seperti pada awal Taman Budaya didirikan yang langsung berhubungan dengan direktorat kebudayaan.

Kuskrido Ambardi menangkap makna dari apa yang dikatakan oleh Gusti Yudha, panggilan dari GBPH Yudhaningrat sebagai adanya persoalan yang melilit tubuh Taman Budaya Yogyakarta, tetapi belum diketahui, apa problmenya.

“Saya melihat, kalau memperhatikan apa yang dikatakan Gusti Yudha, ada problem di Taman Budaya. Kalau kita tahu probleREPOSISI TAMAN BUDAYA YOGYAKARTAmnya, barangkali bisa memasuki apa yang dimkasud dengan reposisi. Karena, yang dibahas Ons Untoro lebih pada politik, sehingga tidak kena pada problem yang sama-sama belum kita kenali” kata Kuskrido.

Selama ini Taman Budaya Yogyakarta memang (telah) menempatkan diri sebagai tempat berkreasi bagi para seniman dan budayawan. Berbagai macam aktivitas kesenian diakomodasi sehingga membuat TBY, sebutan dari Taman Budaya Yogyakarta, menjadi kelihatan hidup, dan orang-orang pada datang ke TBY untuk saling bertemu antar seniman yang satu dengan seniman lainnya.

Dalam kata lain, dari segi gairah kebudayaan, Taman Budaya Yogyakarta, sudah cukup responsive, bahkan, hampir-hampir tidakREPOSISI TAMAN BUDAYA YOGYAKARTApernah sepi dari aktivitas kesenian dan kebudayaan.

Hanya barangkali, setidaknya seperti dikatakan Gusti Yudha yang ditangkap oleh Kuskrdo Ambardi, pada tingkat hirarki dari Taman Budaya Yogyakarta perlu ada perubahan persepsi mengenai apa yang dimaksud ‘kekuasaan’. Karena, kekuasaan sekarang sifatnya tidak lagi tradisional, yang melekat pada diri pemegangnya, melainkan telah tersebar dan setiap orang memiliki ‘kekuasaan’ sendiri-sendiri. Karena itu, pemaksaan pada kekuasaan yang sifatnya tradisional, akan ‘mengganggu’ gairah kebudayaan.

Di Yogya, sampai hari ini, tidak pernah sepi dari gairah kebudayaan. Setiap hari selalu saja ada aktivitas kesenian dan kebudayaan. Bahkan, dalam sehari bisa ada 2-3 kegiatan kesenian di tempat yang berbeda, sehingga orang akan memilih salah satu diantaranya. Atau mendatangi semuanya dengan secara sepenggal-sepenggal. Artinya, sebentar disatu acara, kemudian pindah diacara kedua dan berakhir di acara ketiga, Dengan demikian, tiga acara semua bisa dihadiri.

Tampaknya, dari FGD mengenai ‘Reposisi TBY’. Pihak TBY sendiri, yang pada akhirnya mengambil keputusan.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta