Pentas Baca Sastra Jawa di Tembi Rumah Budaya

Pentas Baca Sastra Jawa di Tembi Rumah Budaya

Jumat, 13 April 2012, Tembi Rumah Budaya kembali menyelenggarakan acara pembacaan teks sastra. Penyelenggaraan ini dimotori oleh Landung Simatupang. Kali ini bukan lagi puisi, melainkan prosa. Prosa itu pun bukan prosa dalam bahasa Indonesia, namun dalam bahasa Jawa. Ada pun teks yang dibacakan merupakan teks karya sastrawan kawakan Suparto Brata dengan judul ”Warana” dan teks karya sastrawan yang lain, yakni Cicit Kaswani Rahayu dengan judul ”Kali Gedhe”. Pembacaan teks sastra itu dilakukan oleh Ami Simatupang, Rini Jayanti, Cicit Kaswani Rahayu, dan Sri Purwanti yang semuanya pernah terlibat aktif di Teater Stemka tahun 1970-an hingga menjelang akhir 1980-an. Khusus untuk kelompok ini mereka membacakan karya Cicit Kaswani Rahayu.

Karya Suparto Brata yang berjudul ”Warana” dibacakan oleh Cilik Tri Pamungkas, JR. Wahyu, dan Tri Sudarsono. Cilik dan Wahyu adalah pembaca muda yang potensial. Cilik menempa keaktorannya antara lain dengan bergabung dengan Teater Gandrik. Wahyu sendiri merupakan pembaca muda yang juga potensial. Tri Sudarsono sendiri pernah terlibat aktif dalam produksi serial animasi bersama komikus dan penulis skrip serta sutradara kawakan Hasmi.

Pentas Baca Sastra Jawa di Tembi Rumah Budaya

Pembacaan yang dilangsukan di Pendapa Tembi pada jam 20.00 WIB itu dikemas secara dramatikal. Penataan panggung dilakukan sedemikian rupa dengan setting beberapa alat musik tradisional Jawa berupa gender dan suling. Iringan musik sebagai latar belakang pembacaan teks ini berhasil mengangkat atau mendukung setting cerita yang memang identik dengan suasana kejawaan itu sendiri. Penampilan para pembaca teks Kali Gedhe juga turut menggiring imajinasi penonton kepada suasana alam pedesaan (kali/sungai), di mana sungai dapat menjadi ajang bukan saja untuk MCK tetapi juga menjadi ajang ngerumpi, menggosip, ngrasani, dan seterusnya.

Kali Gedhe bukan saja membicarakan soal pentingnya sungai dan air. Namun di balik itu semua sungai juga menjadi wahana bertemunya orang. Pada sisi ini mereka bisa saling bercanda, berbagi informasi dan pengetahuan, mengeluh, mengadu, meledek, mengkritik, bahkan ngenyek orang dan diri mereka sendiri. Kali atau sungai di pedesaan yang akrab dengan jagad perempuan desa yang tidak lepas dari urusan mencuci, mandi, dan memandikan anak membuat perempuan desa itu seperti terlibat diskusi ringan, terlibat semacam rapat tanpa harus diorganisir dan diawasi dengan aturan yang ketat. Mereka mengalir dalam segala macam perasaan, pikiran, dan sebagainya. Mengalir begitu saja seperti air sungai.

Pentas Baca Sastra Jawa di Tembi Rumah Budaya

Penampilan para pembaca teks yang begitu menjiwai dan ”menyatu” dalam bahasa Jawa menjadikan penampilan mereka demikian kuat karakternya. Bahasa Jawa dalam teks bukan menjadikan mereka berjarak atau asing. Kefasihan berbahsa Jawa dalam hal ini sungguh menjadi penting. Jika mereka tidak fasih dapat diduga penampilan mereka akan gagal. Kostum yang dikenakan beserta properti berupa tenggok berisi pakaian kotor makin menguatkan pengkarakteran tokoh yang mereka wakili.

”Warana” karya Suparto Brata yang menceritakan tentang perselingkuhan Antin-Dik Hernowo serta sepak terjang kejahatan Baron lebih bernuansakan ketegangan. Warana atau slintru yang berada di kamar Antin menjadi kunci terbongkarnya kegelapan perselingkuhan Antin dan Dik Hernowo. Warana bergambar Kresna itu secara tidak langsung juga turut membongkar kegelapan kejahatan Baron. Antin yang dibawakan oleh Cilik yang bernampilan seperti artis ibu kota cukup mewakili imajinasi tentang kecantikan dan kemolekan Antin dalam teks. Demikian pula Hernowo yang dibawakan Wahyu, maupun Baron yang dibawakan Tri Sudarsono. Sayang, ada semacam ketergesaan dalam pembacaan cerkak ”Warana” ini. Jika tempo dari pembacaan ”Warana” ini lebih diresapi dan diendapkan sehingga tidak terkesan kemrungsung, suguhan dari pembacaan ”Warana” ini akan lebih maknyus.

Pentas Baca Sastra Jawa di Tembi Rumah Budaya

Pentas Baca Tembi semacam di atas akan terus dilakukan. Setidaknya 2 bulan sekali. Bukan hanya teks berbahasa Jawa yang akan dibaca-pentaskan, namun juga bahasa Indonesia, Inggris, Jawa Banyumasan, Jawa Jawatimuran, dan sebagainya. Pentas Baca Tembi merupakan program baru dengan tujuan mengangkat jagad sastra. Jika selama ini Tembi telah mencoba mengangkat dunia senirupa, seni pertunjukan tradisional, seni tari, seni musik, dan sebagainya, kali ini Tembi mencoba mengangkat dunia sastra. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Tidak ada kata terlambat untuk mengapresiasi seni (termasuk sastra).

Pentas Baca Sastra Jawa di Tembi Rumah Budaya

a.sartono

yang masuk dalam program Pentas Baca Tembi ini akan dilakukan 2 bulan sekali. Kali ini merupakan pementasan atau pembacaan yang pertama.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta