Tembi

Jaringan-museum»KYAI REGOL DUSUN KREGOLAN SLEMAN

14 Jul 2011 08:38:00

KYAI REGOL DUSUN KREGOLAN SLEMANKeletakan

Makam Kyai dan Nyai Regol terletak di Dusun Kregolan, Kalurahan Margomulyo, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY. Untuk menuju lokasi ini dapat ditempuh melalui jalan aspal di sisi selatan Terminal Jombor ke arah barat. Setelah sampai di Perempatan Pasar Cebongan lurus ke barat, pertigaan setelah Pasar Cebongan ambil arah ke kanan. Jarak Kregolan dengan Pasar Cebongan kurang lebih 3 kilometer. Akses menuju lokasi ini telah cukup baik. Jalan yang mengarah sampai sisi makam semuanya sudah beraspal halus.

Kondisi Fisik

Kompleks Makam Kyai dan Nyai Regol berada di sisi utara gapura masuk Dusun Kregolan. Kompleks makam tersebut telah diberi pagar tembok keliling setinggi kurang lebih 1meter dengan pintu masuk di sisi barat menghadap jalanKYAI REGOL DUSUN KREGOLAN SLEMANaspal. Luas kompleks makam Kyai dan Nyai Regol sekitar 300 meter persegi.

Nisan di dalam kompleks makam ini hanya ada dua buah, yakni nisan dari Kyai dan Nyai Regol saja. Sementara di sekitar nisan tersebut terdapat beberapa gundukan tanah yang menurut sumber setempat merupakan makam dari beberapa binatang kelangenan Kyai dan Nyai Regol semasa hidupnya.

Nisan Kyai dan Nyai Regol berukuran sama. Panjang nisan masing-masing sekitar 1 meter, lebar sekitar 50 Cm, dan tinggi kurang lebih 65 Cm. Nisan dari kedua tokoh ini terbuat dari batu andesit berwarna hitam.

Latar Belakang

Nama Dusun Kregolan dipercaya oleh warga setempat berkait erat dengan keberadaan tokoh Kyai dan Nyai Regol. Tidak jelas benar siapa sesungguhnya Kyai dan Nyai Regol ini. R. Dalidono (70) selaku sesepuh dusun setempatKYAI REGOL DUSUN KREGOLAN SLEMANsekaligus pengelola makam tersebut menyatakan bahwa Kyai dan Nyai Regol adalah orang-orang kepercayaan Ndara Purba (Raden Bekel Prawira Purba), yakni cucu Sultan Hamengku Buwana VI dan putra dari Gusti Pangeran Harya Surya Mataram I.

Sumber setempat menyebutkan bahwa kemugkinan besar waktu itu Kyai dan Nyai Regol diperintahkan untuk tinggal di wilayah yang sekarang disebut Dusun Kregolan tersebut. Namun waktu itu wilayah tersebut masih belum menjadi pemukiman padat, melainkan tanah kosong yang belum tergarap penuh semak belukar dan mungkin juga menghutan. Setelah beberapa lama tinggal di sebuah wilayah yang dibabatnya itu, maka wilayah itu kemudian dikenal dengan nama Dusun Kregolan, yakni nama dusun yang menggunakan nama dari pendirinya. Hal demikian ini banyak terjadi di Jawa bahkan Nusantara.

R. Dalidono menerangkan bahwa di masa hidupnya Kyai dan Nyai Regol merupakan tokoh yang disegani. Pendeknya, ia dikenal sebagai tokoh sakti yang mengayomi warga yang tinggal di wilayahnya. Setelah keduanyaKYAI REGOL DUSUN KREGOLAN SLEMANmeninggal dan dimakamkan di makam yang sekarang dikenal sebagai makam Kyai dan Nyai Regol, makam tersebut akan dijadikan makam umum. Akan tetapi niat dan usaha ini tidak pernah terlaksana. Ada pun kendala atau hambatan yang muncul di antaranya banyak orang yang jatuh sakit ketika menggali liang kubur di kompleks makam Kyai dan Nyai Regol. Hal ini terjadi pada kisaran tahun 1958. Hal seperti ini terus terjadi secara berulang-ulang. Bahkan sampai tahun 2000 hal ini masih terjadi. Hal-hal demikian ini membuat warga kemudian memiliki dugaan bahwa lokasi makam ini tidak diperbolehkan digunakan menjadi makam umum.

Kyai dan Nyai Regol semasa hidupnya dikenal sangat menggemari pertunjukan wayang kulit dan tarian serta nyanyian ledhek. Oleh karena itu pula di masa lalu ketika masih banyak orang mengamen sebagai ledhek (ledhek barangan) yang berkeliling dari satu kampung ke kampung lain, maka jika rombongan ledhek tersebut melintas di sisi makam Kyai dan Nyai Regol dapat dipastikan akan melakukan pementasan barang satu babak (satu gong-an) di tempatKYAI REGOL DUSUN KREGOLAN SLEMANitu. Mereka percaya jika mereka melakukan pementasan meskipun sekejap di tempat itu, maka mengamennya akan menjadi laris tanggapan. Akan tetapi jika mereka tidak mau melakukan pementasan barang sekejap saja di tempat itu ketika mereka melintasi tempat itu, maka usaha ngamen ledheknya akan tidak laku.

Kesukaan Kyai dan Nyai Regol pada pertunjukan kesenian tradisional semacam wayang kulit, ledhek, ketoprak, dan lain-lain sekalipun mereka berdua telah meninggal masih bisa dititeni ’ditandai’ oleh warga setempat. Hal ini bisa dilihat jika ada warga setempat nanggap wayang kulit atau ketoprak umumnya sebelum pertunjukan dimulai maka dusun setempat akan dilanda hujan. Akan tetapi menjelang pertunjukan kesenian tradisional itu dimulai, maka hujan pun akan berhenti. Hal ini menurut kepercayaan setempat waktu itu merupakan tanda bahwa ruh dari Kyai dan Nyai Regol hadir atau merestui pertunjukan yang diadakan di dusun tersebut.

Berkiat dengan nama Regol itu pula ternyata di masa lalu ada pantangan atau larangan yang tidak boleh dilanggar oleh warga Dusun Kregolan. Pantangan itu di antaranya warga tidak diperkenankan membuat regol atau gapura, khususnya gapura bergaya padureksa (menyatu di bagian atasnya) sehingga gapura ini bisa meneduhi orang yang berjalan melaluinya.

Pantangan agar tidak membuat regol bagi warga setempat dikaitkan dengan nama Kyai dan Nyai Regol sendiri. Pembuatan regol dihindarkan agar benda atau bangunan yang dinamakan regol itu tidak menyamai nama Kyai dan Nyai Regol.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta