- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Berita-budaya»PENJUAL RUMPUT DI JOGJA
14 Sep 2011 07:13:00Musim kemarau di Indonesia yang jatuh pada bulan-bulan Maret-Septermber merupakan bulan kering. Hal ini berdampak besar pada berbagai daerah. Dampak kekeringan akibat kemarau sangat terasa di Propinsi DIY, khususnya untuk wilayah-wilayah Kabupaten Gunung Kidul, Kulon Progo, dan wilayah perbukitan di Prambanan sebagian Bantul. Pada kondisi seperti ini banyak orang merasakan betapa sulitnya mendapatkan air bersih. Betapa sulitnya mendapatkan rumput untuk pakan ternak.
Pada kondisi semacam itu perburuan mencari rumput dilakukan oleh banyak orang hingga ke berbagai daerah. Bahkan hingga keluar dari wilayah kabupatennya. Masih untung jika perburuan itu memang mendapatkan hasil. Tidak jarang perburuan itu gagal sementara energi untuk perburuan telah dikeluarkan dengan maksimal atau bahkan ekstra.
Untung juga di Jogja masih ada orang yang berprofesi sebagai penjual rumput. Hal ini bisa ditemukan di sisi timur Jembatan Karangsemut, Selopamioro, Imogiri, Bantul. Penjual rumput di tempat ini bernama Rejo (75).
Telah puluhan tahun Rejo menjalani profesi sebagai penjual rumput. Ada pun jenis rumput yang dijualnya adalah damen (tanaman padi yang dipotong sehabis panen), kalanjana, tebon (tanaman jagung yang dipotong sehabis panen), dan rumput gajah. Bagi Rejo menjadi penjual rumput sudah cukup membahagiakan dirinya. Pasalnya, ia tidak mempunyai pesaing. Kedua, di musim kemarau banyak orang kesulitan mencari rumput sehingga dagangannya menjadi jujugan.
Rejo tahu bahwa selama masih ada orang beternak atau memelihara hewan besar (sapi, kerbau, kuda, atau bahkan domba/kambing) rumput yang dijualnya akan tetap laku.
”Tidak setiap pemelihara hewan besar bisa dan mau mencari rumput untuk hewan peliharaannya. ” Demikian tutur Rejo dalam perbincangannya dengan Tembi pada tanggal 5 Juli 2011. Oleh karena alasan inilah dagangan Rejo tetap dicari orang. Bahkan di musim penghujan yang nota bene identik dengan melimpahnya rumput.
Rejo mengaku bahwa dalam seharinya ia mampu menjual 30 bongkok (ikatan besar) rumput. Untuk satu bongkok rumput ia jual dengan harga Rp 15.000,-. Penjualan sejumlah itu biasanya terjadi jika musim kemarau. Sedangkan pada musim penghujan ia hanya mampu memjual 15 bongkok rumput dalam seharinya. Rumput-rumput ia kulak dari para pencari rumput dengan harga rata-rata Rp 9.000,- per ikatnya.
Sekalipun demikian, Rejo juga pernah merasakan pahitnya menjual rumput. Di antaranya yaitu ia pernah menderita rugi karena barang dagangannya tidak laku. Rumput yang dijualnya kemudian dijualnya sebagai rumput (damen) kering yang hanya laku Rp 6.000,- per bongkoknya. Pernah pula ia memenuhi pesanan 60 bongkok rumput namun tidak dibayar alias dikemplang pembelinya. Pernah pula rumputnya dicuri orang sebanyak 15 bongkok karena ia tidak menunggui dagangannya yang digebernya di sisi timur Jembatan Siluk itu.
Rumput mungkin bukan merupakan komoditas yang terlalu menjanjikan. Mungkin juga bukan merupakan komoditas yang dikatakan sebagai mampu mengangkat gengsi sosial, namun di Jogja masih ada juga orang yang setia menjalani hidup sebagai penjual rumput sebagai penopang hidupnya.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- Merapi dan Orang Jawa. Persepsi dan Kepercayaannya(02/02)
- Maudy Koesnadi Menggali Akar Budaya Negeri (01/12)
- 23 Juni 2010, Perpustakaan - Majalah berbahasa Belanda di perpustakaan Tembi Rumah Budaya(23/06)
- Mackenzie Salah Satu Tokoh Pembedah Jogja(02/10)
- 12 Februari 2011, Kabar Anyar - RUANG PUBLIK DI TITIK NOL(12/02)
- 19 April 2010, Suguhan - BAKMI BAKAR DAN BEEF N ONION(19/04)
- SING TLATEN BAKAL PANEN(20/12)
- SITUS PANCURAN BUTO(28/07)
- Mengenang Rendra(09/08)
- Tahu Tek Tek Arteri Pondok Indah Beromset Jutaan Rupiah(01/03)