Tembi

Jaringan-museum»SITUS PANCURAN BUTO

28 Jul 2011 07:43:00

SITUS PANCURAN BUTOKeletakan

Situs atau Petilasan Potro yang sering juga disebut Pancuran Buto terletak di Dusun Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY. Lokasi ini dapat dicapai melalui Jl. Nyi Tjondroloekito-Palagan Tentara Pelajar-Pakem-Turi, bila telah sampai di SD Purwobinangun kemudian masuk ke arah utara dan sampai di Dusun Potro. Keletakan Pancuran Buto berada di sisi barat jalan Dusun Potro.

Kondisi Fisik

Pancuran Buto sesungguhnya merupakan sumber atau mata airSITUS PANCURAN BUTOdi Dusun Potro. Mata Air ini sering juga disebut sebagai sendang. Sendang di tepian jalan ini. Pancuran ini telah dilengkapi dengan bak penampung air serta dinding tembok sebagai pengaman. Dinding pengaman memiliki panjang sekitar 22 meter dan tinggi 1 meter. Bak penampung air di sendang ini dibuat bertingkat dan bersekat-sekat. Pada sumber air dengan keletakan paling tinggi inilah diletakkan saluran air yang berfungsi sebagai semacam paralon. Saluran air ini terbuat dari batu andesit dan sesungguhnya merupakan jaladwara dalam sebuah bangunan candi. Seperti diketahui jaladwara adalah talah air atau benda yang berfungsi untuk menyalurkan atau membuang air yang mengalir di dalam tubuh atauSITUS PANCURAN BUTOkompleks percandian.

Jaladwara yang diletakkan di sendang yang juga dikenal dengan nama Sendang Buto ini memiliki ukuran panjang sekitar 1 meter, lebar 40 Cm, dan tinggi sekitar 45 Cm. Ujung jaladwara ini berornamenkan kala (kepala berwajah raksasa) dengan mata melotot dan gigi menyeringai. Pada bagian tengah mulut kala itulah terdapat lubang air yang merupakan ujung dari lorong air jaladwara. Diameter lubang di dalam mulut jaladwara ini kurang lebih 5 Cm.

Latar Belakang

Sendang atau pancuran di Dusun Potro dengan keletakan di pinggir jalan dusun ini dinamakan Pancuran atau Sendang Buto karena di dalamnya terdapat saluran air (jaladwara) yang berhiaskan kala. Kala dalam pandangan orang Jawa sering disebut sebagai buto atau raksasa. Oleh karena itulah sendang atau pancuran ini dinamakan Sendang atau Pancuran Buto.

Umumnya ujung jaladwara berhiaskan ornamen orang yang membawa bejana (wadah) air. Orang yang membawa bejana berisi air ini biasanya merupakan gambaran simbolik dari seorang pendeta suci yang membawa air suci (airSITUS PANCURAN BUTOkehidupan). Namun jaladwara di Dusun Potro ini tidak berhiaskan pendeta membawa bejana berisi air melainkan berornamen kala.

Selain berornamenkan pendeta membawa bejana berisi air ada pula jaladwara yang beronamenkan makara. Makara adalah binatang mitologis yang perwujudannya merupakan perpaduan antara belalai gajah, mulut buaya, udang, dan singa. Gambaran demikian diduga merupakan symbol harapan akan tergabungnya berbagai kekuatan dan keelokan binatang-binatang tersebut. Hal ini penting agar sebuah kompleks percandian terlindungi secara magis oleh kekuatan-kekuatan demikian.

SITUS PANCURAN BUTOSelain wujud-wujud seperti di atas ada pula pola-pola hias lain di bagian kepala jaladwara. Di antaranya adalah dewa kecil dan kala. Seperti yang terdapat di Pancuran Buto, jaladwara di tempat ini berhiaskan kepala kala. Kala digambarkan bermata melotot deng hidung relatif besar serta mulut menyeringai menampakkan taringnya yang runcing. Hiasan berwujud kala di samping sering terdapat di ujung jaladwara umumnya juga terdapat di ambang-ambang pintu candi. Kala dalam sistem percandian juga dipercaya memiliki kekuatan magis sebagai penolak bala atau penangkal pengaruh ruh jahat yang akan mengotori candi.

Apa yang disebut sebagai jaladwara yang berhiaskan kepalaSITUS PANCURAN BUTObuto di bagian ujungnya itu dulunya merupakan artefak yang ditemukan warga di sisi Sungai Denggung. Dengan niat untuk ngopeni dan melestarikan, maka jaladwara ini kemudian diambil dari lokasi dan dijadikan saluran air pada sebuah sendang atau mata air di dusun tersebut dan kemudian dikenal sebagai Pancuran Buto. Warga khawatir jika jaladwara tersebut dibiarkan tergeletak di pinggir sungai kemungkinan besar akan diambil orang yang tidak bertanggung jawab.

Jaladwara yang semula berada di pinggiran Sungai Denggung ini mungkin memang berkaitan erat dengan terdapatnya sebuah mata air di sisi Sungai Denggung nun di kala itu. Kecuali terdapat mata air, di sisi Sungai Denggung itu juga terdapat sebuah cerukan yang berukuran tidak terlalu besar yang disebut juga gua kecil. Jaladwara tersebut didapatkan tidak jauh dari gua dan mata air ini. Kemungkinan besar jaladwara tersebut digunakan untuk mengalirkan air dari mata air tersebut. Mata air ini pulalah yang di zaman Belanda digunakan untuk mensuplai air di sebuah kompleks industri milik Belanda yang kala itu oleh orang setempat dikenal dengan nama Sanggrahan atau kemudian dikenal juga dengan nama Babrik Bubrah. Kecuali itu air dari mata air ini juga dialirkan ke Dusun Watuadeg, tidak jauh dari Dusun Potro. .Demikian ungkap Daryono (55) yang menjadi ketua RT dan warga asli Dusun Potro.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta