Pemimpin 2014
Setiap kali mengikuti pertemuan di kampung, atau juga ngobrol di warung-warung, seringkali terlibat membicarakan pemimpin tahun 2014. Pertanyaan yang muncul selalu sama, ialah siapa pemipin berikutnya di negeri kita? Atau juga pertanyaan lain, apakah perlu ikut memilih tahun 2014 kelak? Pertanyaan lainnya, kenapa tidak ada pemuda yang muncul menjadi pemimpin?
Saya, hampir-hampir, tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengandung kebosanan terhadap pemimpin yang dimiliki. Orang-orang seperti memiliki keinginan untuk ‘segera’ ganti pemipin.
Dalam keadaan bosan, dan mungkin frustasi, orang membiarkan pemimpin menjalankan tugasnya sampai habis 2014. Ada sementara pihak yang memiliki teori, mengganti di tengah jalan biayanya mahal. Maka, membiarkan keadaan seperti apa adanya, tetapi tetap terus membangun solidaritas sosial antar warga masyarakat. Tetapi, ada pihak yang lain, memiliki teori berlawanan. Pihak ini menganggap, terlalu mahal biayanya membiarkan pemimpin kita menjalankan tugasnya sampai habis waktunya.
Saya tidak pernah ambil peduli pada pemimpin. Yang lebih penting untuk dilakukan adalah mendorong dan membantu warga masyarakat untuk menyelesaikan persoalannya sendiri, karena mengharapkan dari pemimpin sama halnya hanya mendengar kata instruksi atau perintah. Sering kita mendengar pemimpin memberi instruksi untuk menyelesaikan persoalan secara tuntas, tetapi instruksi atau perintah itu tidak pernah (di)jalan(kan) di lapangan,. Seperti ada kesenjangan antara instruksi atau perintah dengan operasionalitas dilapangan. Kasus-kasus yang muncul ditengah masyarakat, tidak selesai karena instruksi.
Anak-anak muda, yang mestinya membawa angin perubahan, setelah masuk dilingkungan kekuasaan, malah mengikuti arah kekuasaan, atau lebih parah lagi tunduk pada kekuasaan yang tidak berpihak pada rakyat. Dan yang sangat mengecewakan, malah mengikuti perilaku korupsi dari para elit. Anak-anak muda seperti bukan lagi harapan untuk masa depan, tetapi ‘bekerja’ untuk kepentingan dirinya, dan menjadi ‘suruhan’ kelompok.
Ah, apalah arti pemimpin, jika ternyata hanya memaksakan kemauannya. Hanya memperkaya diri, sementera masyarakat yang telah memberi mandat tetap terus miskin. Anggap saja kita sedang tidak memiliki pemimpin, yang ada hanyalah orang yang (sedang) menjabat sebagai pemimpin.
Orang bilang kita mengalami krisis kepemimpinan. Rasanya tidak masuk akal, sekian ratus juta rakyat, tak satupun ada pemimpin. Pasti ada, hanya saja, sistem politik kita tidak ‘memberi ruang’ orang yang mempunyai kemampuan leadership muncul. Karena pemimpin bukan dikarbit, melainkan dilahirkan melalui proses pendidikan yang tidak sebentar, dan bukan pendidikan formal.
Kita tahu, pemimpin tidak jauh dari rakyat. Bahkan tidak bisa ‘meninggalkan’ rakyat. Rakyat dan pemimpin merupakan dua sisi yang berbed dari mata uang yang sama. Yang satu membutuhkan lainnya. Dalam bahasa Sri Sultan HB IX sebagai ‘Tahta untuk rakyat’.
Tapi yang kita dapati sekarang, kita menemukan pemimpin yang selalu mengatasnamakan rakyat. Seolah selalu membela kepentingan rakyat, tetapi sesungguhnya tidak peduli pada penderitaan rakyat. Kasus-kasus kekerasan, yang berulang dan tidak direspons dengan cepat, menandakan pemimpin tidak peka terhadap kegalauan hati rakyat.
Kita juga sering mendapati, dibanyak tempat, bahkan diseluruh pelosok negeri kita. Sekarang, untuk menjadi pemimpin, tidak perlu memiliki kemampuan yang lebih. Yang lebih penting adalah memiliki uang. Jika pemimpin mempunyai uang dalam jumlah besar, bahkan tak terbatas, rasanya gampang untuk menjadi pemimpin. Dalam kata lain, di negeri kita untuk menjadi pemimpin bukan karena kemampuannya berlipat, melainkan jumlah uang yang dimiliki berlipat(-lipat).
Maka, jangan harap pemimpin kita memiliki kemandirian. Karena pemimpin yang bermula dari uang, pastilah pemimpin seperti itu telah mendapat banyak bantuan dari orang lain yang memiliki banyak uang dan mempunyai kepentingan melalui pemimpin tersebut, dengan demikian pemimpin seperti itu telah ‘disandera’ oleh orang-orang yang telah membantu memberikan uang, yang ternyata tidak gratis. Orang bilang, tak ada makan siang gratis.
Apakah di tahun 2014 kita akan memiliki pemimpin, atau ‘hanya’ orang yang memiliki jabatan sebagai pemimpin? Entahlah.
Ons Untoro
Foto2 browsing di google
Artikel Lainnya :
- PAKAIAN PERANG ALA JAWA ABAD 18(02/03)
- Diskusi Foto Tembi Rumah Budaya Underwater eart Fotografi(07/07)
- KAYA KETIBAN DARU (NDARU)(17/01)
- ALAT TRANSPORTASI(01/01)
- Bima Kandawa Mengajarkan Pancasila(02/06)
- 22 April 2010, Situs - KISAH JURUKUNCI(22/04)
- Yang Masih Tersisa(29/03)
- PROTES SOSIAL DI INDONESIA(30/04)
- Suduk Gunting Tatu Loro(25/09)
- LATIHAN PEMADAMAN KEBAKARAN DI Tembi(13/05)