PAMERAN 'DOLANAN' DARI NUGROHO
Ini pameran senirupa yang agak lain dari kencenderungan pameran selama ini. Setidaknya, Nugroho, nama perupa ini, tidak berkutat dengan kanvas untuk menyajikan karyanya, tetapi ‘bermain’ dengan kayu. Sebagian besar karyanya terbuat dari kayu dan dalam bentuk rupa-rupa visual. Ada karya yang dipajang di dinding. Laiknya seni lukis. Tapi ada juga yang digantung di atap, sehingga karyanya seperti terbang. Namun ada juga yang hanya diletakkan di lantai. Yang menarik lagi, ada figur-figur manusia yang terbuat dari kawat, sehingga karya ini ‘menghadirkan baying-bayang’. Ada juga patung dari kayu dalam bentuk manusia berjenis kelamin laki-laki sedang duduk.
Pameran Nugroho ini diberi tajuk ‘Dolanan’, dan dipamerkan di Taman Budaya Yogyakarta, 14-25 Februari 2012. Dari pameran ini,sepertinya Nugroho sedang bermain-main. Sedang ‘dolanan’ kreasinya. Bahan dolanan berasal dari kayu dan menghadirkan rupa-rupa dolanan. Ada dolanan model baju dan sepatu, yang kemudian dikategorikan sebagai ‘fashion’ menjadi judul karyanya. Namun ada juga karya yang mengikuti ‘jejak’ seni lukis, yang ditempelkan di dinding. Ada karya yang diikat di atap, sehingga seperti terbang.
Pada pameran ‘Dolanan’ ini, Nugroho ‘menjumput’ sedikit teks Centhini yang dituliskan pada papan. Entah untuk apa dia merasa perlu menyertakan teks itu pada pameran. Barangkali untuk mengarahkan pada publik, bahwa pameran ini berangkat dari kultur Jawa, selain Nugroho sendiri yang ‘merasa’ sebagai orang Jawa, dan karena itu, merasa perlu pula menjumput teks Jawa. Meski pada ruang lainnya, ada teks lain yang menggunakan bahasa asing. Agaknya, Nugroho hendak berkata, sebagai orang Jawa yang hidup di jaman modern dan bergaul dengan simbol-simbol modernitas, salah satunya bahasa asing, dalamhal ini bahasa Inggris.
Judul-judul lukisannya menggunakan kosa kata bahasa Jawa. Berbeda dengan kebanyakan perupa, yang memberi judul lukisannya dengan bahasa asing. Beberapa judul karya Nugroho misalnya, ‘Lelaku’, ‘Bakulan’, ‘Raos’, ‘Androwinan’, ‘Pawartos’, ‘Lelananing Jagad’ dan beberapa judul lainnya. Dari judul-judul yang ada, setidaknya kita bisa tahu, bahwa Nugroho berusaha tidak (di)lepas(kan) dari kultur Jawa. Nugroho seolah tidak ingin lepas dari kultur yang membesarkannya.
Dan ‘Dolanan’ yang menjadi tajuk pamerannya, memang khas dari kultur Jawa, yang mudah sekali ditemukan dimasa lalu, yang kini sudah sulit ditemukan. Pameran ini memang sekadar ‘Dolanan’ yang sungguh-sungguh. Artinya Nugroho, sungguh2 berkarya untuk menghasilkan ‘dolanan’ berupa karya seni yang menggunakan bahan dari kayu. Dalam kata lain. ‘Dolanan’ yang terkadang menghadirkan tawa canda, kelucuan bisa ditemukan pula dari karya Nugroho ini.
Eksperimentasi Nugroho, dan agaknya sekaligus sebagai kritik, adalah berupa fasyen, yang terbuat dari kayu-kayu bekas, yang oleh Nugroho, kayu-kayu bekas itu ditata ulang, atau dikonstrukis menjadi sebuah gaun mini, rok atau sepatu. Nugroho seperti hendak berkata pada karyanya ini, limbah memiliki makna jika dieksplorasi lebih jauh lagi.
Sebagai orang Jawa, agaknya, pameran Nugroho ini merupakan ‘penggalan’ dari kisah hidupnya, yang sehari-harinya tidak lepas dari kultur Jawa. Nugrho menghirup udara Jawa, dan menjalani dengan ‘kejawaannya’ dan karena itu ia tidak melupakannya. Tetapi karena Jawa yang dia jalani sekarang sudah berubah, setidaknya berbeda dengan Jawa ketika dia belum dilahirkan, maka Jawa dalam perspektif Nugroho adalah Jawa Centhini misalnya, atau kalau dalam salah satu judul karyanya bisa dilihat pada ‘Raos’.
Lukisan pada kayu, mengingatkan kita terhadap relief. Agaknya, Nugroho memang merujuk kesana ketika dia berkarya dengan menggunakan bahan kayu. Dalam kata lain, proses kreatif Nugroho tidak melupakan kisah masa lalu Jawa yang dikenalnya.
Ah, Nugroho, melalui karya yang dipamerankan, dia sedang tidak sungguh-sungguh ‘Dolanan’. Tetapi, sungguh-sungguh menghasilkan karya seni.
Ons Untoro
Artikel Lainnya :
- PAPAN PETUNJUK MENUJU KOTA-KOTA LUAR NEGERI DI JOGJA(19/10)
- Gatotkaca(27/07)
- DOLANAN CUNGKUP MILANG KONDHE (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-46)(26/10)
- 16 Nopember 2010, Bothekan - YOGA ANYANGGA YOGI(16/11)
- Nini Thowong(25/09)
- SATE SAPI PAK CIPTO KOTAGEDE(15/06)
- GEDUNG AGUNG YOGYAKARTA TAHUN 1925(05/01)
- Cara Baru Mendengarkan Musik Tradisi(20/01)
- TRADISI TAKJIL DAN MERCON DI BULAN PUASA(24/08)
- Wisuda MC Jawa Ke-25 Tembi Rumah Budaya(21/03)