Pak Amir Masih Bermain Siter
Mingkar mingkuring ukara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Sinuba sinukarta
Mrih kertarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap ing tanah jawa
Agama ageming aji
Tembang pangkur dengan syair seperti yang ditulis di atas, siang itu, Jumat 3 Agustus 2012, terdengar lirih dan parau, mengalun di Jalan Tirtodipuran Jogyakarta, tepatnya di depan dalem Kertanegara, diiringi instrumen siter, musik petik pada gamelan Jawa. Alunan Suara tersebut berasal dari bibir Pak Amir, seorang lelaki tua tunanetra berusia 80an, yang duduk tanpa alas di trotoar jalan.
Setahun belakangan ini Pak Air didampingi oleh Bu Yasa, yang adalah sepasang kakak beradik nomor enam dan nomor tujuh dari sepuluh orang bersaudara ini, mangkal di tempat tesebut mulai dari jam delapan pagi hingga jam satu siang.
Jari jemari Pak Amir yang keriput seperti mempunyai mata, bergerak kesana-kemari memetik dawai siter tua di depannya. Beberapa orang, termasuk anak-anak sekolah berhenti untuk memberi uang. Namun ketertarikannya mereka bukan karena suara siter Pak Amir, melainkan karena rasa belas kasihan semata.
Pak Amir yang lahir di dusun Tropayan Imogiri Bantul ini bertutur, dulu sebelum fisiknya semakin melemah, saya tidak seperti sekarang ini, yang hanya mangkal dan memohon rasa belas kasihan. Sewaktu masih kuat, saya bersama beberapa teman, berjalan dari rumah-ke rumah, dari hotel ke hotel sampai di Gedongkuning untuk ngamen cokekan, yaitu beberapa instrumen gamelan Jawa yang terdiri dari gender, kendang, Siter dan suling. Namun sekarang mereka sudah tidak ada, mendahului menghadap Yang Maha Kuasa, tinggal saya sendiri.
Menurut pengakuan Pak Amir Jauh sebelum itu, antara tahun 60an hingga tahun 65an kesenian tradisi sedang jaya-jayanya. Dengan kemampuannya bermain siter, ia pernah mengikuti beberapa dalang Kondang termasuk dalang Krusuk, mengiringi Ketoprak dan Ludruk. Hasilnya juga lumayan cukup untuk menghidupi keluarga.
Kini Pak Amir yang diberi karunia 4 anak, 10 cucu dan 3 cicit, tinggal di Jogonalan Tirtonirmolo Bantul, menempati sebidang tanah hasil jerih payahnya.
Pada jaman Jepang, ketika berumur belasan tahun, Pak Amir mulai belajar bermain siter dengan cara mendengarkan suara siter yang dipetik oleh pemetik siter yang sudah jadi. Beberapa tahun kemudian, ia sudah dapat bermain siter dengan baik.
Pak Amir mengakui bahwa satu-satunya kemampuan yang ada dalam dirinya adalah bemain siter. Namun saat ini ketika usia semakin tua dan jaman pun sudah berubah, kemampuan bermain siter tidak dapat lagi diandalkan. Jika pun masih dapat bermain siter, tidak untuk mencari nafkah tetapi untuk memohon belas kasihan
foto dan tulisan: herjaka HS
Artikel Lainnya :
- BASIS (30/12)
- DOLANAN GENDIRAN(22/11)
- 26 Maret 2010, Pasinaon basa Jawa - UJIAN NASIONAL 2010(26/03)
- Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara(10/10)
- Art Exhibition Inspires ‘Hope Beyond Absurdity’(06/09)
- 9 Juli 2010, Kabar Anyar - MENINGKATKAN CITRA MUSEUM LEWAT TOILET(09/07)
- Saat Seniman Menafsirkan Tugu(13/08)
- NASI BECEK BU YANI, SATU MASAKAN KHAS DARI NGANJUK(06/06)
- CANDI PRAMBANAN DULU DAN KINI(12/08)
- Refleksi Budaya Jawa dalam Pemerintahan dan Pembangunan(25/08)