Orkes Gesek 'Komedial' Sa'unine

Orkes Gesek 'Komedial' Sa'unineRasanya, apa yang dipertunjukkan Sa’unine di Taman Budaya Yogyakarta Kamis (9/2) lalu bukan sekedar pertunjukkan orchestra. Karena, pada pertunjukkan ini, selain menyanyikan lagu-lagu nusantara dalam tajuk ‘Buaian Sepanjang Masa’, sekaligus menampilkan dialog dan gurauan, sehingga membuat penonton tertawa tergelak. Ketika pertunjukan dimulai, musik gesek sudah mengalun, salah seorang pemain, dari pintu samping berteriak: ‘Hai, tunggu’. Musik berhenti; dan salah seorang pemain yang ‘teringgal’ bergabung di panggung.

Diawali dengan ‘teater’ seperti itu, sesungguhnya Sa’unine sedang membangun image, bahwa orchestra yang dipertunjukkan tidak ‘serius’ laiknya pertunjukkan orchestra, yang menuntut semua pemain rapi, dan tidak boleh ada pemain yang ‘teringgal’. Kostum lurik dari Sa’unine dan kaki telanjang, atau pakai sandal kulit, menunjukkan, pertunjukan sa’unine, dari segi kostum main-main, tetapi dari permainan musik geseknya sangat bersungguh-sungguh. Dan karena itu, Sa’unine pada tajuk ‘Buaian Sepanjang Masa’ tampil memikat sekaligus komedial.

Orkes Gesek 'Komedial' Sa'unineSruti Respati, seorang sinden, mengalunkan lagu ‘Tak Lelo Ledhung’ mengawali pertunjukan Sa’unine. Sruti menggendong bayi, seperti hendak menidurkan anaknya. Suasana seolah mulai larut malam, dan ‘Tak lelo Ledhung’ mengantarkan untuk tidur malam. Seperti biasa, seusai lagu tepuk tangan dari penonton menggema.

‘Diberi tembang malah ngantuk” seloroh konduktor Sa’unine, Oni Krisnerwinto.

Sa’unine, melalui tajuk ‘Buaian sepanjang masa’ seperti sedang mengajak publik untuk menikmati orchestra secara lain. Suasana santai, penuh jenaka dihadirkan oleh Sa’unine. Agaknya berbeda dengan pertunjukan Sa’unine sebelumnya, yang masih ‘terkena’ format orchestra. Meski upaya untuk ‘mengubahnya’ , tetapi yang dilakukan masih ‘tidak bisa jauh’ dari format orchestra.

Dan di Taman Budaya Yogyakarta, Sa’unine seperti menemukan polanya. Menemukan format pertunjukan. Bahwa pertunjukan orchestra bukan hanya memainkan berbagai alat musik, tetapi sekaligus berdialog dengan publik penontonnya. Maka, Sa’unine selain menghadirkan tembang-tembang nusantara, juga ‘mempertujukkan’ teater. Oni Krisnerwanto, berdialog dengan penonton dan pemainnya, bahkan sekaligus menggoda.

Apa yang dilakukan Oni Krisnerwanto, konduktor, dengan menggoda para pemainnya, laiknya seperi seorangOrkes Gesek 'Komedial' Sa'uninedalang wayang kulit, menggoda sindennya atau pengrawitnya. Artinya, guarauan Oni sebenarnya memiliki dasar kultural. Lagu-lagu nusantara yang dihadirkan, tidak terlepas dari akar tradisinya.

“Setiap kali kita pentas di banyak tempat, selalu ditanya; Siapa artisnya?. Ketika dijawab: saya artisnya, tidak ada yang percaya” kata Oni berkelakar.

Dan kelakar itu Oni teruskan dengan ‘menggoda’ para pemain Sa’unine, misalnya ia mengatakan, meski orang tuanya sudah mempunyai orchestra, tetapi memperbolehkan anaknya ikut di Sa’unine dialah Gita Gutawa, kata Oni sambil menunjuk salah seorang pemainnya, perempuan berdiri, dan memeragakan laiknya Gita Gutawa. Penonton tertawa, suasana pertunjukkan menjadi segar. Figur-figur kemiripan artis lain tetus ditunjuk oleh Oni, bahkan sampai figur bukan artis, melainkan Apriani, pengendara Xenia yang menabrak orang di trotoar, yang diperankan oleh Tunes, laki-laki gemuk mengenakan syal, sehingga wajahnya menyerupai Apriani. Tawa penotonton tak bisa dihalangi.

“Nah, kalau yang akan tampil kali ini, bukan mirip artis, melainkan memang artis. Sheila on 7’ kata Oni Krisnerwinto.

Orkes Gesek 'Komedial' Sa'unineDan personil Sheila pun tampil mendendangkan dua lagu. Kehadiran selebriti ini memberikan ‘warna’ lain dari pertunjukkan Sa’unine.

Ada tembang lain, yang dinyanyikan oleh seorang sinden, Silir Pujuwati namanya, menembangkan tembang ‘ Ilir-ilir’ yang diambil dari album pertama Sa’unine, dalam tajuk ‘Masa lalu selalu aktual’.

“ Ini menarik, judul tembangnya ‘ilir-ilir, dinyanyikan oleh Silir, jadi merasa semilir” ujar Oni menggoda.

Tembang-tembang nusantara yang dinyanyikan bukan hanya dari album kedua ‘Buaian sepanjang masa’, tetapi juga dari album pertama ‘Masa lalu selalu aktual’. Selain menampilakan dua sinden Sruti Respati dan Silir Pujiwati, Sa’unine juga menampilkan solo seruling M. Sa’at Syah. Pada lagu yang berjudul If Only I Could Turn Back Time’ menampilkan gitaris Andre Dinuth.

Tak kurang dari 17 lagu dimainkan oleh Sa’uine dan betul-betul ‘membuai’ penonton sampai selesai. Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta penuh penonton, seperti tak ada ruang teersisa. Bahkan di pintu masuk, di bawah tangga, penonton yang tidak bisa masuk, melihat pertunjukkan ‘Sa’unie dari layar screen yang disediakan.

Sa’unine, tampil serius dan jenakapun bisa.

Ons Untoro

Foto2 diambil dari google dan facebook




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta