"Ngawur" Terukurnya Gatot Danar

“Ngawur” tapi terukur, demikian Gatot Danar Sulistiyanto menyebut proses berkaryanya. Musikolog Eris Setiawan menjelaskannya sebagai kombinasi intuisi dan logika. Aspek intuisi adalah “kengawuran” dimana keasyikan dan kebebasan akan terjadi. ‘Terukur’ adalah pembatasan dari “kengawuran”. Kombinasi ini untuk menekan arogansi logika dan arogansi intuisi. Gatot, kata Eris, tidak pernah menggunakan teknik-teknik komposisi yang ketat, meski ia memahami teori-teorinya.

Salah satu karya yang sangat kental dengan ciri ini adalah Gegremet. Menurut Gatot, diciptakannya karya ini memang beranjak dari keinginannya membuat karya yang terbuka, bisa dimainkan oleh siapa pun dan dengan alat apa pun. Proses penciptaan karya ini merupakan hasil gotong royong pada program residensi komponis dan instrumentalis Indonesia-Australia tahun 2010-2012 yang diikutinya bersama Tristan Coleman, Tony Maryana dan Gigih Pradipta. Jadilah Gegremet, yang kata Gatot, merupakan karya yang longgar karena para pemain boleh untuk tidak terlalu taat pada catatan notasi. “Ini lebih pada kerja gotong royong antar pemain untuk menafsirkan momentum bunyi alat musik menjadi peristiwa bunyi,” jelasnya.

Jumat malam (21/9) karya ini merupakan salah satu komposisi Gatot yang diperdengarkan di Museum Tembi Rumah Budaya. Tony Maryana melakukan improvisasi perkusi, bersama dengan tiupan suling Raditya Mukti, dan sejumlah alat tiup tradisional oleh Denny Kusuma. Potongan-potongan vokal dalang kondang Ki Narto Sabdo menyisip di antaranya.

Karya ini, seperti komposisi Gatot lainnya, mengalun sepi, bising, menghentak, menyayat dalam gerak yang berubah cepat maupun dalam suasana yang stabil. Dalam tajuk acara Nawangsari, karya ini bersama 5 komposisi lain karyanya dibawakan secara ekspresif oleh Andika Dyaniswara, Bagaskoro Byar Sumirat, dan para musisi muda lainnya.

Eris menuturkan, di hampir semua karyanya, Gatot sangat peduli dengan apa yang dalam musik disebut ‘saat’, yakni sebuah ruang dimana musik mampu ‘hidup’ dalam periodisasi waktu (durasi tertentu) –karena memang itulah intinya musik. Yang dimaksud ruang seperti kanvas bagi lukisan.

‘Saat’, kata Eris, dikelola oleh Gatot dengan optimalisasi daya pikir dan imajinasinya mewujudkan ‘bunyi dan diam’ dengan mengutamakan kekayaan dan pengayaan beribu kemungkinan akan timbre, tekstur dan tensi dari medium (instrument) yang berkemampuan menghasilan bunyi secara luwes dan beraneka. Ketiga hal ini merupakan kekuatan orisinalitas Gatot yang membuat ‘saat’ dalam musik menjadi begitu penting, dan membuat pendengarnya tidak bosan atau mengantuk, karena kelihaian dan kesabaran Gatot mengelola setiap detil dan kemungkinan material yang variatif.

Menurut Gatot, ia mengolah kembali medium-medium musikal dari beberapa sumber budaya musik, seperti musik nusantara, jazz, world music, klasik barat dan sebagainya untuk disarikan menjadi “nuansa” baru, warna bunyi yang khas dan segar. Dasar cara pengolahannya berlandaskan pada pertimbangan akustika dan keseimbangan warna bunyi timbre, dengan tidak mengabaikan kaidah dan alat-alat musik yang dicampur tersebut agar tidak terjebak pada eksperimen yang “aneh-aneh”, klise dan dangkal.

Gatot, musisi kelahiran 1980 ini, telah berkarya selama 13 tahun sejak ia kuliah di jurusan musik ISI Yogyakarta. “Saya tidak termasuk produktif. Dalam 5 bulan paling menghasilkan 2-3 karya,” katanya.

Toh karya-karyanya pernah dipentaskan di Selandia Baru, Malaysia, dan Filipina, selain tentu saja di Indonesia. Ia pernah mendapat komisi untuk mengarang karya dari Eduard van Beinum Foundation atas permintaan The Dutch Chamber Music Ensemble, serta musikalisasi puisi dari Komunitas Salihara untuk Bienalle Sastra Salihara 2011. Tahun ini ia meraih Hibah Seni Kelola 2012 - Kategori Karya Inovatif dari Yayasan Kelola.

Karya-karyanya tidak terdengar konvensional atau tidak melodius tapi lebih ekspesif --sebagiannya terasa liar— serta kental mencuatkan suasana. Sebuah ruang yang akan terus dieksplornya sebagai bagian dari --mengutip istilah Gatot-- “sinau (belajar) hidup”, bergerak dalam dinamika intuisi “ngawur” dan open mind “terukur”.

barata




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta