Menikmati Panggung, Menikmati Sajian Perdana Duo Gitar ‘Bajo’
Duo Bajo ternyata merupakan singkatan dari pulau asal keduanya, yakni Bali tempat asal Bran dan Jowo (Jawa) tempat asal Pradit. Momen perdana seringkali menjadi peristiwa yang berarti. First Impression begitulah Pradit dan Bran memberi tajuk bagi konser perdana mereka.
Duo Bali-Jowo berinteraksi dengan gitar
Nada-nada merdu mengalun dari petikan dawai-dawai gitar Duo Bajo di Amphitheater Tembi Rumah Budaya, Kamis malam, 19 September 2013. Duo Bajo, begitulah Praditya Ratna Murdianta - yang akrab disapa Pradit - dan Braniawan Mesakh Meok - yang akrab disapa Bran - menamai duo gitar mereka. Pradit dan Bran saat ini masih menempuh studi musik di Jurusan Musik Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakartadengan instrumen utama gitar.
Konser di Tembi Rumah Budaya kali ini merupakan penampilan perdana Duo Bajo sekaligus menjadi momen perkenalan mereka kepada publik. Duo Bajo ternyata merupakan singkatan dari pulau asal keduanya, yakni Bali tempat asal Bran dan Jowo (Jawa) tempat asal Pradit. Momen perdana seringkali menjadi peristiwa yang berarti. First Impression begitulah Pradit dan Bran memberi tajuk bagi konser perdana mereka. Bagi Pradit dan Bran, konser perdana ini merupakan ajang pembelajaran nyata, lebih tepatnya merasakan sensasi panggung dan berinteraksi dengan audien.
Dua repertoar pembuka yang disajikan Duo Bajo merupakan karya dari komponis Amerika Serikat, Andrew York berjudul Sanzen In dan Evening Dance. Komposisi Sanzen In dibawakan oleh Duo Bajo dengan cukup baik. Secara teknik permainan gitar, baik Pradit maupun Bran terlihat piawai dengan instrumen mereka.
Namun ternyata selalu ada faktor yang lain ketika berada di panggung dan berhadapan dengan audien. Bran dan Pradit selepas repertoar pertama menyapa audien dan mengakui dengan sedikit bercanda bahwa mereka merasa grogi. Barangkali rasa grogi ini yang membuat Duo Bajo beberapa kali meleset memainkan nada-nada di repertoar-repertoar awal dan membuat musik yang mereka sajikan terasa kaku, kurang lepas.
Baru pada repertoar ketiga, Pradit dan Bran mulai terlihat rileks. Tico-Tico karya komponis Brazil, Abreu Zequinha dibawakan dengan cara yang sangat menarik. Pradit dan Bran memainkan 1 gitar secara bersamaan. mereka menyebut teknik permainan ini gitar empat tangan. Ketika Pradit dan Bran bersiap, audien sudah mulai tertawa. Secara visual, satu gitar yang dimainkan berdua memang sangat menarik. Tico-Tico yang bernuansa musik Latin ternyata membuat suasana lebih cair dan Duo Bajo tak lagi terasa berjarak dengan audien. Pradit dan Bran terlihat lebih menikmati permainan gitar mereka, begitu pula dengan audien. Tepuk tangan meriah dari audien menjawab sajian menarik ini.
Satu gitar berdua, saat Pradit dan Bran memainkan Tico-Tico
karya komponis Brazil, Abreu Zequinha
Repertoar selanjutnya masih merupakan karya dari komponis Brazil, Paulo Bellinati berjudul Jongo. Selepas Jongo, Duo Bajo membawakan Oblivion, karya komponis Argentina yang dikenal sebagai pembaharu musik tango, Astor Piazzolla. Oblivion yang begitu melankolis dan melodius membuat suasana konser semakin hangat.
Jazz Crimes karya komponis dan saxoponis Amerika, Joshua Redman yang begitu atraktif menjadi sajian Duo Bajo berikutnya. Selepas Jazz Crimes, Duo Bajo membawakan ‘Opening’ karya duo gitar tenar asal Jepang, Depapepe, yang dibentuk oleh Miura Takuya dan Tokuoka Yoshinari (lahir 15 Juli 1977) pada tahun 2002. Musik Depapepe terasa serasi dengan jiwa muda Duo Bajo, atraktif dan segar. ‘Opening’ yang tidak hadir sebagai pembuka ini membuat suasana semakin asyik sebelum menuju pada repertoar penutup yakni komposisi ‘Bajo’ karya Duo Bajo.
Komposisi ‘Bajo’ sejatinya terdiri dari olahan lagu-lagu daerah Jawa-Bali yang dieksplorasi dengan berbagai ide-ide musikal baru oleh Pradit dan Bran. Ada 3 lagu yang mereka kreasikan, yakni Suwe Ora Jamu dan Ilir-Ilir dari JawaTengah dan Janger dari Bali. Duo Bajo mencoba mengeksplorasi berbagai kemungkinan dalam instrumen gitar. Dalam intro lagu Suwe Ora Jamu, Pradit memainkan nada-nada pentatonik sementara Bran menepuk-nepuk gitar seperti mengimitasi tabuhan gendang. Berikutnya, Duo Bajo mengeksplorasi teknik-teknik seperti teknik harmonik, dan mute pada gitar. Menarik sekali mencermati kejutan-kejutan yang mereka tampilkan. Bagi audien, ide-ide kreatif selalu terasa segar apalagi jika ide tersebut datang dari sang musisi sendiri.
Pada lagu Janger, sambil memainkan gitar Pradit memukul kentongan dengan kakinya. Sebelum pementasan dimulai, sebuah kentongan telah dipersipakan di panggung untuk lagu ini. Muncullah bunyi baru yang unik. Interaksi antara dua gitar dan sebuah kentongan. Kreativitas Duo Bajo dalam komposisi ‘Bajo’ menjadi penutup sajian konser perdana mereka malam itu. Proficiat untuk Duo Bajo, selanjutnya ditunggu Second Impression, Third Impressions, yang terus berkelanjutan. Panggung memang selalu menjadi ruang perjumpaan menarik bagi musisi dan audien. Yang lebih penting, panggung juga bisa dimaknai sebagai ruang belajar bagi semua.
Naskah dan foto:Gardika Gigih Pradipta
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Ziarah Batin 40 Hari Masroom Bara Di Pojok Beteng Wetan(18/09)
- Lakon Mahesasura Lembusura dari Sukra Kasih nan Memikat Hati(18/09)
- Awak Redaksi Tembi.net Juara I Sayembara Penulisan Crita Cekak(17/09)
- Testimoni Digie Sigit Untuk Munir(17/09)
- HUT ke-64 Tahun Majalah Praba, Ketahanan Media Berbahasa Lokal(16/09)
- Lihat Kebunku dalam Konser Seriosa di Karta Pustaka(14/09)
- Teater Kini Berseri, Enam Hari Penuh Tawa Bersama Para Bajak Laut(13/09)
- Bincang Kopi dan Baca Puisi di Karta Pustaka(12/09)
- ‘Revolusi Kwek-Kwek’ di ‘Indonesia Raya’(12/09)
- Museum Tembi Bagikan Sega Wiwit dalam Karnaval Museum 2013(12/09)