Membincang Kemiskinan

Membincang Kemiskinan

Kalau kita jalan-jalan masuk kampung atau dusun-dusun di Daerah Istimewa Yogyakarta, secara fisik kita akan menemukan rumah-rumah yang terbuat dari bambu, lantainya belum dikeramik, masih berupa tanah, dan bisa menemukan pula ibu rumah tangga yang memasak bukan dengan kompor gas, melainkan dengan kayu bakar. Dua hal tersebut merupakan indikator, dari beberapa indikator yang disertakan, untuk menandai bahwa warga masih termasuk sebagai miskin.

Dr. H.S Dilon, Utusan Khusus Presiden RI untuk Penanggulangan Kemiskinan, selama dua hari 16-17 Oktober 2012 melakukan kunjungan ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain bertemu dengan Pemerintah Propinsi DIY, Dilon juga bertemu dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, akademisi, pengusaha termasuk bertemu dengan aktivis LSM.

Pada Rabu (17/10) lalu perbincangan mengenai Penanggulangan Kemiskinan bersama Dilon dan tokoh masyarakat lainnya, termasuk LSM dilakukan di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. Dilon menyebutkan, bahwa pemerintah mengalami kesulitan dalam meningkatkan kesejahteraan bila masyarakat dan birokrat tidak saling melakukan kerjasama dalam pendampingan, sekaligus untuk memastikan program penanggulangan kemiskinan yang dibuat pemerintah tepat sasaran.

Kita tahu, pemerintah memiliki banyak program penanggulangan kemiskinan mulai dari pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi. Namun kita juga tahu, dibidang kesehatan, bisa kita lihat warga miskin susah sekali mengakses layanan kesehatan. Kita juga bisa menemukan, warga miskin susah mengakses pendidikan, apalagi mengajukan pinjaman di Bank pemerintah, untuk usaha kecil dengan bunga rendah dan tanpa agunan.

Kemiskinan di Yogya memang belum bisa teratasi secara maksimal, meski bukan dalam urutan pertama, bahkan tidak masuk pada 10 daerah miskin di Indonesia, namun DIY termasuk kategori memiliki warga miskin yang cukup banyak. Orang bisa mengatakan salah dalam membuat indikator, misalnya dua diantara indikator itu adalah lantainisasi rumah warga dan kompor gas. Warga yang memasak tidak menggunakan kompor gas dan memilih kayu bakar, dianggap sebagai warga miskin.

Membincang Kemiskinan

Apapun indikator yang dipakai, yang tidak bisa dilupakan adalah tanggung jawab pemerintah untuk mensejahterakan warganya. Karena pemerintah sering lalai dalam hal mensejahterakan warganya. Makanya, program-program untuk warga penting untuk terus dikembangkan agar warga masyarakat bisa ‘mentas dari kemiskinan’. Perihal pendidikan dan kesehatan, agar bagaimana pemerintah daerah bisa mengambil peran sehingga warga miskin tidak merasa sulit mengakses kesehatan dan pendidikan.

Setidaknya seperti dikatakan H.S.Dilon, banyak dana dialirkan untuk kepentingan program penanggulangan kemiskinan, tetapi program-program kemiskinan seperti tidak langsung menyentuh warga miskin. Lalu, kemana dana program kemiskinan itu mengalir?

Rasanya, kita perlu menyikapi program penanggulangan kemiskinan secara lain. Artinya, program itu bukan sebagai proyek, melainkan pemerintah menjalankan tugasnya untuk mengentaskan kemiskinan warganya. Karena itu, birokrasi pemerintah, pusat maupun daerah, perlu bisa memahami, bahwa dana program sebanyak-banyaknya untuk warga miskin, bukan untuk tenaga yang menjalankan program. Apalagi, tenaganya pegawai negeri misalnya, yang sudah mendapatkan gaji dari pemerintah, yang tak lain adalah uang rakyat, ketika menjalankan program penanggulangan kemiskinan masih mendapatkan honor diluar gaji, yang besarnya bisa sama dengan gaji, atau setidaknya selisihnya sedikit.

Lain soal, apabila uang program penanggulangan kemiskinan, 80 proses, syukur 90 prosesn dipergunakan untuk kepentingan warga, sehingga warga akan bisa merasakan program penanggulangan kemiskinan itu. Ada bermacam cara yang bisa dilakukan untuk, sebut saja, ‘mengentaskan kemiskinan’ warga. Apalagi di Yogya biaya hidupnya tidak terlalu mahal seperti di kota-kota besar di Indonesia, karena itu dana program penanggulangan kemiskinan di Yogya bisa dimaksimalkan untuk membantu warga miskin bisa bangkit dari kemiskinannya.

Akan menjadi berantakan jika, dan mungkin bisa terjadi, dana program penanggulangan kemiskinan dibelokan untuk program lain, dan lebih parah lagimalah dikorup, meski prosentasenya tidak sampai 40 prosen yang dikorup. Tetapi mengambil dana program penanggulangan kemiskinan untuk kepentingan di luar program, apalagi untuk kepentingan pribadi adalah perbuatan jahat dan berdimensi tidak peduli pada warga miskin.

Membincang Kemiskinan

Kita berharap di Yogya, warga miskin akan bisa tertanggulangi, dengan demikian makna Kesitmewaan bisa dirasakan.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta