Membidik Tembok Menuju Pameran

Membidik Tembok Menuju Pameran

Bisa dikatakan semua orang ingin eksistensi dirinya diakui. Ada berbagai cara ditempuh untuk mencapai hal demikian. Cara yang paling umum dan banyak dilakukan adalah dengan berkarya. Berkarya apa saja di bidang yang ditekuni oleh masing-masing orang. Bisa juga pada hobi masing-masing. Bidang seni mungkin juga merupakan bidang yang selalu rindu pada eksistensi diri. Boleh dikatakan tidak ada seniman yang tidak ingin diakui. Untuk itulah mereka terus berkarya di bidangnya. Petualangan pikiran dan imajinasi mereka sangat mempengaruhi karya-karya mereka. Karya-karya mereka mempengaruhi eksistensi mereka yang pada gilirannya sangat berpengaruh pada kepopuleran nama mereka.

Membidik Tembok Menuju Pameran

Bagian dari usaha untuk menunjukkan eksistensi diri di kalangan seniman adalah dengan berpameran. Pameran sebenarnya bisa dikatakan sebagai ”unjuk gigi”. Kata pamer sendiri di dalam bahasa Jawa dapat diartikan sebagai umuk atau menyombongkan diri. Barangkali pameran kemudian mengalami semacam ameliorasi. Bukan lagi ia dimaknai sebagai bersombong-ombong, umuk, congkak, dan sebagainya, namun sebagai semacam wahana pengumuman, wahana memperkenalkan diri atau pemberitahuan.

Untuk menuju sebuah pameran memang diperlukan sebuah proses yang tidak bisa dikatakan sebagai mudah. Berkarya itu sendiri sudah merupakan sebuah proses yang cukup berat. Pemerasan ide dan imajinasi yang kemudian dituang dalam karya memerlukan semacam ”ledakan-ledakan energi, ledakan-ledakan gagasan yang liar dan luar biasa”. Membutuhkan sesuatu yang tidak biasa-biasa saja. Sesuatu yang biasa-biasa saja nyaris tidak akan pernah memberikan efek kejut bagi orang lain. Tidak akan memberikan pengalaman keterperangahan. Hal-hal yang biasa hanya akan memberikan kesan adem ayem, bahkan dingin dan tawar.

Membidik Tembok Menuju Pameran

Untuk menuju sebuah pameran kadang juga diperlukan semacam hentakan agar penonton atau apresian seni berdatangan. Salah satu cara itu dilakukan dengan menyebar undangan, memasang poster, mengirim release, SMS, e-mail, facebook, twitter, dan lain-lain. Dari sederetan cara prapameran itu pemasangan poster atau pengumuman masih dianggap sebagai cara yang efektif dan menarik untuk mengajak apresian atau pengunjung.Membidik Tembok Menuju PameranBahkan ada pula yang membuat pengumuman atau poster yang dicoretkan langsung pada tembok yang dalam kategori lain bisa dikatakan sebagai mural. Hal demikian setidaknya dapat ditemukan di Perempatan Brontokusuman (Pojok Beteng Wetan).

Pada perempatan tersebut, tepatnya di sisi utara Jalan Kolonel Sugiyono dan sisi timur Jalan Brigadir Jenderal Katamso terdapat ”mural” yang ”memoster” yang pada intinya berisi tentang pengumuman pembukaan pameran kelompok seni grafis yang akan dilakukan di Tembi Rumah Budaya, 3 Mei 2012. Isi dari mural-poster itu mungkin tidak istimewa. Akan tetapi pembuatan poster besar yang diterakan langsung pada tembok sebuah rumah (yang mungkin kosong) di tempat itu terasa agak ”istimewa”. Hal ini nyaris tidak pernah dilakukan kelompok lain karena kelompok-kelompok lain hampir selalu mengandalkan penempelan poster (bukan menggambar/menuliskannya langsung) pada tembok.

Mungkin yang agak membuat jengah adalah persoalan apakah tembok rumah itu memang telah direlakan oleh pemiliknya untuk di-”corat-coret” atau belum. Jika belum tentu akan menimbulkan persoalan karena pada mural-poster itu terdapat nama tidak saja nama kelompok senimannya, namun juga nama lembaga yang menjadi tempat penyelenggaraan pameran. Jika sudah, mestinya tidak akan ada persoalan apa-apa. Semoga memang demikian adanya.

Pada sisi lain hal demikian dapat juga dilihat bahwa betapa jeli dan kreatifnya seniman-seniman di Jogja. Betapa jagad berkesenian di kota ini terus hidup dan menemukan ”kemerdekaan”nya. Selamat meledakkan energi dalam karya yang mudah-mudahan menjadi mutiara-mutiara karya.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta