LUPA, TIDAK INGAT DAN BERBOHONG
Kita masih terus, tidak henti-hentinya, diperliahatkan berita menyangkut kasus-kasus korupsi, yang dilakukan para pejabat atau elit politik, setidaknya ‘dimulai’ dari orang-orang terdekat para pejabat dan elit politik itu. Bukan hanya uangnya yang mengganggu masyarakat, tetapi perilakunya disidang pengadilan sangat menjengkelkan. Hal yang sering kita dengar, kapan mengikuti persidangan para pejabat, baik sebagai saksi atau terdakwa, tiga hal selalu kita temui, ialah; lupa, tidak ingat dan berbohong.
Entah kenapa, para saksi dan pejabat mudah lupa atau tidak ingat akan peristiwa yang pernah dialami, dilihat atau dilakukan. Dua kata yang bisa untuk menujukkan keterlibatannya ialah, lupa dan tidak ingat. Dua kata itu, secara tersirat mengakui kalau pernah melakukan, atau setidaknya mengetahui, tetapi lupa atau tidak tahu. Satu kata lagi, yang lagi ngetern di sidang pengadilan korupsi pejabat, ialah berbohong.
Sidang yang menempatkan Angelina Sondakh menjadi saksi dari terdakwa Nazarudin, muncul anggapan berbohong dari saksi, karena semua bukti-bukti yang ditunjukkan disangkal oleh saksi. Penyangkalan inilah yang dianggap sebagai tindak berbohong.
Ingatan bangsa kita memang sangat pendek, sehingga mudah melupakan peristiwa yang pernah terjadi. Bukan sekedar pernah, bahkan berulangkali dilakukan. Pejabat atau elit politik melakukan korupsi, dianggapnya sebagai biasa, meski mungkin dirsakan menjengkelkan. Kita hanya bisa heran sekaligus malu, mendengar banyak pejabat lokal masuk penjanra, hanya karena melakukan korupsi.
Dalam persidangan, para terdakwa korupsi, selalu menggunakan taktik yang sama, ialah lupa dan tidak ingat. Pertanyaan yang diajukan dengan bukti-bukti yang ada, juga dihadirkan saksi-saksi, tetapi selalu ‘mental’ ketika terdakwa menjawab dengan kata lupa atau tidak ingat. Dua kata itu seperti memiliki ‘kekuatan’ untuk melepaskan dari jeratan hukum.
Tapi rupanya, kata lupa juga sering digunakan oleh masyarakat terhadap para koruptor, yang selesai hukumannya, ataupun koruptor yang bebas dari hukuman. Masyarakat sudah terbiasa (me)lupa(kan) koruptor yang tingal kembali di tengah masyarakat dengan menikmati hasil korupsinya. Masyarakat menerimanya, seperti halnya menerima warga lainnya. Lebih mengagumkan lagi, koruptor yang sudah menjalani hukuman,tidak perlu malu pada masyarakat, karena toh hukuman sudah dijalani. Ini artinya, apa yang sudah dilakukan koruptor sehingga merugikan masyarakat, dianggapnya sudah ‘lunas’, sebab telah ditebus dengan kungan badan di penjara.
Secara sosial, koruptor seperti tidak memiliki ‘cacat sosial’, sehingga dengan uang hasil korupsi bias menjalani hidup keseharian jauh lebih mewah dengan warga kebanyakan. Lebih parah lagi, tidak merasa bersalah pada warga masyarakat yang tinggal disekitarnya, dan hidup kesehariannya sangat sederhana, kalau tidak boleh dikatakan miskin.
Jadi, rupanya, kata lupa tidak hanya muncul dipersidangan korupsi, tetapi juga dipraktekan dalam hidup kesehariaan. Lebih repot lagi bila juga dipraktekan dalam berinteraksi dengan masyarakat dan melupakan perilaku koruptif, meski warga masyarakat tahu menyangkut kasusnya.
Berbeda dengan menyikapi penderita HIV-Aids, yang sering dikucilkan karena takut tertular. Padahal penyakit korupsi jauh lebih berbahaya dan menyengsarakan warga masyarakat, apalagi virus korupsi penyerang APBN sampai APBD, sama halnya, virus korupsi telah ‘membunuh’ masyarakatnya secara pelan-pelan.
Biarlah para koruptor sering berdalih lupa atau tidak ingat. Tapi mestinya, masyarakat tidak boleh melupakan kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh koruptor, yang kembali hidup ditengah masyarakat kebanyakan.
Masyarakat perlu ikut mendorong hukum di Indonesia, supaya memberi efek jera pada koruptor. Bukan sekedar vonis dan denda ringan, atau malah tanpa denda, yang divoniskan pada terdakwa korupsi.
Kita sebagai warga, hanya bisa berharap koruptor diberi vonis yang tidak ringan, atau malah mungkin perlu dimiskinkan vonisnya. Sambil, tenu saja, tidak melupakan perilaku koruptor yang tinggal ditengah masyarakat.
Hanya dengan sangsi yang tegas, rasanya koruptor akan berpikir dua kali ketika hendak mengambil uang yang jumlanya menakjubkan banyaknya.
Ons Untoro
Foto-foto dari den mas google
Artikel Lainnya :
- Gemah Ripah Loh Jinawi(24/07)
- JALAN SETAPAK DI PINGGIR YOGYA(14/12)
- 15 Juni 2010, Bothekan - ORA WUWUR ORA SEMBUR(15/06)
- 21 Januari 2010, Primbon - Midodareni(23/01)
- JANUR KUNING DI SEPANJANG MALIOBORO(09/03)
- Tarik Tambang-1 (Permainan Anak Tradisional-76)(07/02)
- Tribute To Soekarno(21/06)
- PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA DARI YOGYAKARTA(01/01)
- Majalah berbahasa Belanda di perpustakaan Tembi Rumah Budaya (23/06)
- Paririmbon Sunda (05/12)