JANUR KUNING DI SEPANJANG MALIOBORO
Jika kita melewati Jalan Malioboro pada 27 Februari hingga awal Maret 2011 kita akan disuguhi pemandangan yang berbeda dari biasanya. Pada tanggal-tanggal itu Malioboro penuh dengan penjor janur dan aneka hiasan yang terbuat dari janur kuning. Apa pasal Malioboro dibuat demikian ? Ternyata Pemkot Jogja didukung oleh segenap elemen tengah melakukan lomba dalam rangka memperingati Serangan Oemoem 1 Maret.
Penjor-penjor janur yang berjumlah ratusan itu berjajar di kiri kanan jalan Malioboro hingga titik nol (kompleks Monumen Serangan Oemoem 1 Maret). Malioboro menjadi tampak lebih meriah dan mengesankan. Rangkaian janur kuning dalam penjor ini mengingatkan orang akan perhelatan besar semacam pesta pernikahan pengantin atau peringatan hari-hari besar tertentu. Akan tetapi lebih dari itu, penjor-penjor dari janur kuning itu sebagai bentuk untuk mengingat kembali perjuangan rakyat Jogja dalam apa yang dinamakan Serangan Oemoem 1 Maret.
Tidak bisa disangkal bahwa dengan Serangan Oemoem 1 Maret dunia seperti dihentakkan bahwa apa yang dinamakan bangsa Indonesia masih ada, masih hidup. Tentara Indonesia masih eksis. Belanda tidak bisa main kibul-kibulan di mata internasional. Selain itu Serangan Oemoem ini juga menjadi penegasan bahwa Jogja menopang perjuangan Indonesia untuk merdeka. Bahwa Jogja erat kaitannya dengan jiwa perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Jogja menyokong tidak saja materiil, namun jiga jiwa dan segala macam hal yang dipandang mampu mewujudkan Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat. Dengan demikian, SO 1 Maret merupakan mata rantai sejarah bangsa Indonesia yang menentukan sekali. Untuk itu pantas untuk dikenang. Demikian antara lain walikota Jogja, Herry Zudianto menyatakan dalam pidatonya pada penyelenggaraan lomba merangkai janur, 26 Februari 2011.
Janur kuning dipilih menjadi salah satu simbol dalam peringatan SO 1 Maret itu karena ketika SO 1 Maret 1949 dilaksanakan, pasukan Indonesia mengenakan tanda janur kuning ini pada tubuhnya (dahi/lengan). Hal ini dilakukan untuk membedakan antara pasukan musuh dan kawan sendiri.
Lebih dari itu janur kuning memang telah menjadi benda yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Jawa). Keberadaannya sering dicari untuk mempercantik tampilan rumah (ruang) dari orang yang punya hajatan. Apa pun nama hajatan tersebut. Selain itu janur kuning juga sering digunakan untuk berbagai keperluan praktis, seperti untuk bungkus ketupat, kue clorot, lepet, dan lain-lain.
Berkait dengan adanya sekian ratus penjor janur di Malioboro itu sesungguhnya juag sebagai bentuk sindiran tentang berlarut-larutnya pembahasan RUUK DIY. Masyarakat Jogja menjadi geram dengan tidak segera selesainya semuanya itu. Penjor janur kuning ingin memberi penegasan bahwa Jogja dengan sekian panjang sejarah, prestasi, topangan, dan jasanya bagi Indonesia sudah sepantasnya mendapatkan status istimewa itu.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- Oudheidkundig verslag(27/10)
- 5 Mei 2010, Yogjamu - MANFAAT SABO DI KAKI GUNUNG MERAPI(05/05)
- 7 Oktober 2010, Primbon - Watak Dasar Bayi(07/10)
- DOLANAN DEKEPAN(12/07)
- 10 Agustus 2010, Ensiklopedi - LEPETAN(10/08)
- SENI PATUNG KITA SEKARAT(27/09)
- Kitab Dewarutji Berisi cerita Bima berguru kepada Pendeta Drona(29/02)
- 29 Desember 2010, Kabar Anyar - MEMBINCANG SOAL MULTIKULTURALISME(29/12)
- 27 Januari 2010, Yogya-mu - KETEDUHAN DI JALAN PAKUNINGRATAN: BAGAIMANA MEWUJUDKANNYA(27/01)
- Museum Tekstil Tanah Abang Yang Terlupakan(04/05)