Kursi Beton di Titik Nol: Tanpa Pelindung

Kursi Beton di Titik Nol: Tanpa Pelindung

Di Titik Nol Yogyakarta, tepatnya di depan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret terdapat sederet kursi beton yang dibuat sedemikan rupa sehingga tempat duduk itu berkedudukan permanent di tempat yang didudukinya. Kursi beton ini dibangun dengan cekungan-cekungan yang masing-masing cekungan difungsikan untuk duduk satu orang. Cekungan tersebut dibuat sambung-menyambung dan dikonstruksi melengkung seperti tapal kuda. Dengan demikian, maka orang yang duduk bergerombol di tempat itu dapat saling bertatap muka sambil menikmati pemandangan di kanan kirinya.

Kursi-kursi beton di Titik Nol ini memang cukup efektif dan strategis. Strategis karena Titik Nol dari dulu hingga sekarang menjadi semacam wahana terbuka bagi segala macam aktivitas, termasuk untuk nongkrong-nongkrong. Efektif karena memang dibangun demikian praktis, ringkas, tidak mudah rusak, dan dapat memuati banyak orang. Barangkali keberadaan kursi-kursi beton di tempat ini telah mencatat ribuan kisah. Kisah muda-mudi, kisah demonstrasi, kisah-kisah orang kelelahan, kisah rumah tangga, kisah anak sekolah, kisah pedagang asongan, kisah kaum miskin, dan sebagainya.

Kursi Beton di Titik Nol: Tanpa Pelindung

Ada satu hal yang patut disayangkan dengan keberadaan kursi-kursi beton ini, yakni tidak adanya atap pelindung untuk orang yang duduk di kursi tersebut. Oleh karena itu jika hari siang dan terik matahari demikian menyengat, maka bisa dikatakan bahwa tidak ada satu orang pun yang mau duduk di kursi-kursi tersebut. Demikian pula jika terjadi hujan tidak ada seorang pun yang mau menduduki kursi-kursi tersebut.

Barangkali sejak awal mula kursi ini memang dirancang tanpa disertai pelindung bagian atas (semacam pergola). Hal ini mungkin dikaitkan dengan vieuw atau pandangan di sekitar tempat itu yang sarat dengan tempat atau benda bersejarah. Di sepan deretan kursi-kursi itu terdapat bangunan bekas Seni Sono dan Gedung Agung. Sementara di sisi selatannya terdapat bangunan bersejarah BI dan Kantor Pos Besar serta di sisi barat laut terdapat bangunan bersejarah Gedung BNI 46.

Selain itu, di bagian belakang kursi-kursi tersebut terdapat Monumen Serangan Oemoem 1 Maret. Jika kursi itu dilengkapi dengan pelindung atau beratap, maka pandangan orang ke masing-masing benda atau bangunan yang telah disebutkan akan terhalang. Selain itu, fokus pandangan orang di tempat itu pun akan tersedot dan mengumpul pada satu titik: kursi itu sendiri.

Kursi Beton di Titik Nol: Tanpa Pelindung

Kondisi kursi-kursi beton di Titik Nol yang demikian itu menyebabkan kursi-kursi tersebut akan mulai diduduki orang jika cuaca di tengah Kota Jogja redup atau teduh. Jika tidak demikian, maka kursi-kursi tersebut akan mulai diduduki orang jika hari telah menjelang senja hingga larut malam (dengan catatan tidak sedang turun hujan). Sebab pada waktu demikian itu suasana di sekitar kursi tidak lagi panas. Alhasil, jika senja atau malam tiba kursi ini boleh dikatakan akan sarat penumpang. Aktivitas di sekitar kursi juga akan ramai. Maklum, dengan bertambahnya penduduk, maka semakin dibutuhkan banyak ruang-ruang publik yang dipandang bisa menjadi sarana bagi ”pelepasan” berbagai kepenatan hidup atau sebagai tempat untuk sekadar bersantai.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta