Tembi

Berita-budaya»KUNJUNGAN KHUSUS DARI UII UNTUK MENGAMATI KONSTRUKSI DAN ARSITEKTUR BANGUNAN Tembi

12 Nov 2011 07:05:00

KUNJUNGAN KHUSUS DARI UII UNTUK MENGAMATI KONSTRUKSI DAN ARSITEKTUR BANGUNAN TembiSekitar 30-an mahasiswa Fakultas Arsitektur UII (Universitas Islam Indonesia) dengan didampingi para dosen dan seniornya berkunjung ke Tembi rumah Budaya pada hari Sabtu tanggal 5 November 2011. Kunjungan dari UII ini merupakan kunjungan yang kesekian kalinya. Kunjungan kali ini bersifat agak khusus, yakni dengan tujuan utama ingin mempelajari arsitektur dan konstruksi bangunan rumah-rumah inap, galeri, dan beberapa bangunan lain (warung dhahar, apmhiteather, dan lain-lain). Untuk keperluan itu pun pihak Tembi Rumah Budaya menyiapkan pendamping yang lebih khusus, yakni Jhony Mecko dan B. Agus Setyawan. Kedua orang dari Tembi inilah yang selama ini lebih banyak berkutat dengan persoalan bangunan yang berdiri di kompleks Tembi Rumah Budaya.

Mahasiswa-mahKUNJUNGAN KHUSUS DARI UII UNTUK MENGAMATI KONSTRUKSI DAN ARSITEKTUR BANGUNAN Tembiasiswa itu dibagi-bagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing kelompok mendapatkan tanggung jawab untuk mengamati arsitektur dan konstruksi dari bangunan tertentu. Apa yang mereka amati ini kemudian akan dituliskan dan dilaporkan kepada dosen pembimbing mereka masing-masing.

Bagi para mahasiswa dan dosen Arsitektur UII kompleks bangunan yang ada di Tembi dianggap menarik dan unik. Unik karena memang tidak begitu banyak (atau tidak ada) bangunan semodel seperti yang ada di Tembi. Menarik karena gaya arsitetuktur dan konstruksinya juga berbeda dengan yang lain. Menarik karena Tembi Rumah Budaya menerapkan konstruksi bangunan tahan gempa.

Konstruksi banguKUNJUNGAN KHUSUS DARI UII UNTUK MENGAMATI KONSTRUKSI DAN ARSITEKTUR BANGUNAN Tembinan tahan gempa ini diterapkan di kompleks bangunan Tembi Rumah Budaya dengan satu alasan karena Tembi Rumah Budaya memang berdiri di atas tanah rawan gempa. Seperti diketahui kompleks bangunan Tembi Rumah Budaya ini pernah mengalami kerusakan yang parah pada tahun 2006 karena peristiwa gempa yang meluluhlantakkan Bantul, Klaten, sebagian Kota Jogja, dan beberapa daerah di Jawa Tengah bagian selatan.

Konstruksi bangunan tahan gempa itu bukan saja semata-mata memenuhi sistem atau standar bangunan tahan gempa, namun juga dipadukan atau diselaraskan dengan gaya bangunannya yang berakar pada gaya arsitektur lokal (omah kampung, pendapa, atau limasan). Itu pun masih dipadukan atau disesuaikan dengan kondisi lahan serta kebutuhan penempatan bangunan (ruang) tertentuKUNJUNGAN KHUSUS DARI UII UNTUK MENGAMATI KONSTRUKSI DAN ARSITEKTUR BANGUNAN Tembi. Disesuaikan pula dengan keseluruhan gaya taman (penempatan tanaman, kolam, belik, jalan setapak, dan sebagainya).

Pada sisi ini sebenarnya Tembi telah pula memberikan contoh atau dalam istilah kerennya mungkin semacam laboratorium kecil arsitektur dan konstruksi bangunan yang disebut sebagai unik itu. Sisi inilah yang juga sering disebut sebagai penghidupan museum itu. Artinya, benda atau bahkan bangunan koleksi itu tidak berdiri statis, namun sungguh dinamis. Bisa ditinggali, yang artinya juga bisa dirasakan, diamati, dicermati, dipelajari, dinikmati langsung. Koleksi yang berupa bangunan rumah Jawa-ndesa itu menjadi sungguh-sungguh ”hidup” . Tidak berhenti sebagai benda koleksi yang mati dan statis.

BaraKUNJUNGAN KHUSUS DARI UII UNTUK MENGAMATI KONSTRUKSI DAN ARSITEKTUR BANGUNAN Tembingkali juga dalam pencermatan itu ditemukan hal yang dianggap aneh. Misalnya mengapa tembok pagarnya bergaya arsitektur Majapahit dengan model pintu utama berupa gapura bentar dan pemasangan batu batanya tanpa plester serta acian. Mungkin juga ditemukan hal aneh lain mengapa ada rumah Badegan yang justru berasal dari Jawa Barat yang berkebudayaan Sunda. Hal-hal inilah mungkin yang menyebabkan Tembi menjadi kian unik. Banyak benda atau hal yang berlatar belakang kebudayaan lokal yang berbeda-beda, bahkan juga kebudayaan modern. Semuanya diramu, dipadukan dalam sebuah kesatuan. Mungkin dalam beberapa sisi terkesan ”gado-gado”. Namun pada intinya, aura atau ruh kebudayaan lokal Jawanya tetap demikian kuat.

Pengamatan yang dilakukan para mahasiswa Arsitektur UII ini ternyata tidak hanya sebentar. Dapat dikatakan seharian mereka mengamati, mempelajari. Tembi pun merasa gembira jika bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi sebanyak-banyak orang.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta