Judul : Kitab Dewarutji
Berisi cerita Bima berguru kepada Pendeta Drona
Disadur dan diindonesiakan oleh : Tjabang Bagian Bahasa / Urusan Adat – Istiadat dan
Tjeritera Rakjat Djawatan Kebudajaan Departemen Pendidikan,
Pengadjaran dan Kebudajaan, 1960, Jogjakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : 60
Ringkasan isi :

Kitab DewarutjiKitab Dewaruci ini pada intinya adalah cerita tentang usaha Bima untuk mencari air suci yang dalam buku ini disebut Tirtapawitra. Bima mencari air suci tersebut atas perintah gurunya Pendeta Drona. Perintah tersebut pada dasarnya adalah sebuah tipu muslihat agar Bima tewas dan Duryudana beserta saudara-saudaranya yang disebut Kurawa (murid Pendeta Drona yang lain) tetap langgeng berkuasa di Astina (negara yang sebenarnya menjadi hak Bima dan saudara-saudaranya, yang dikenal dengan sebutan Pandawa). Apa daya usaha tersebut gagal, justru Bima mendapatkan ajaran mengenai hakekat hidup dari Dewaruci.

Pada mulanya Bima disuruh mencari air suci tersebut ke gunung Candramuka di hutan Tikbrasara dalam gua di bawah bukit Gandamadana. Air suci tidak didapat justru bertemu dua raksasa bernama Rukmuka dan Rukmakala, yang setelah dikalahkan Bima menjelma menjadi Dewa Indra dan Bayu. Bima pun kembali menghadap gurunya dan melaporkan hasilnya. Pendeta Drona mengatakan bahwa hal tersebut untuk menguji kesetiaannya. Kemudian dikatakan bahwa tempat air suci tersebut yang sebenarnya ada di tengah-tengah dasar Samudra Agung. Tanpa ragu Bima pun berangkat walaupun dihalang-halangi saudara-saudaranya. Kali ini dengan muslihat tersebut Pendeta Drona yakin bahwa Bima pasti menemui ajalnya.

Setiba di pantai Bima sempat ragu, tetapi watak ksatrianya menghapus keraguan tersebut. Ketika hampir tenggelam Bima mengucapkan mantra Aji Jalasengara, sehingga bisa berjalan di atas air. Baru saja lepas dari bahaya tenggelam muncul naga yang segera menyerang. Terjadi perkelahian yang dimenangkan Bima. Bima melanjutkan perjalanan sampai ke tengah samudra. Di sana Bima bertemu dewa “bajang” / kerdil bernama Dewaruci. Dari Dewaruci inilah Bima mendapatkan pelajaran-pelajaran yang bersifat keagamaan dan kefilsafatan. Bima merasa puas karena telah memperoleh air suci Tirtapawitra yang pada hakekatnya adalah sesuatu ilmu gaib, ilmu keagamaan dan ilmu kefilsafatan. Air yang menyucikan jiwa raganya, sehingga kitab ini juga biasa disebut Bimasuci.

Ilmu kefilsafatan dan keagamaan tersebut diajarkan oleh Dewaruci kepada Bima yaitu:

  1. Cahaya cemerlang adalah lambang hati yang benar, yang membawa manusia ke arah sifat yang luhur.
  2. Caturwarna/empat warna yaitu hitam lambang lekas naik darah, merah lambang keinginan-keinginan yang tidak baik, kuning lambang penghalang sifat baik dan pendorong perbuatan jahat, putih lambang kesusilaan, ketenangan, kesucian dan tindakan baik.
  3. Nyala cahaya berwarna delapan yang bersatu adalah gambaran manusia sejati, yang tepat serupa dunia yang berkembang hingga kedua-duanya mewujudkan makrokosmos dan mikrokosmos (dunia besar dan dunia kecil).
  4. Boneka gading yang berwarna gemerlapan, adalah pramana, denyut jantung manusia yang tidak dapat berbuat apapun juga dan hanya dapat hidup karena dikemudikan Sang Suksma, Sang Hidup Sejati.

Dewaruci memberikan penjelasan tentang Sang Suksma dan pesan rohani bermacam-macam supaya Bima memperoleh raga yang suci dan dapat bersatu padu dengan Sang Hidup Sejati.

Apabila isi kitab Dewaruci itu dicamkan maka tampaklah nilai-nilai yang amat tinggi yaitu bahwa orang harus mencari pegangan hidup yang kekal yang berguna di dunia fana dan alam baka, karena segala yang ada akhirnya kembali kepada pencipta-Nya. Dalam menempuh kehidupan untuk mencapai tujuan juga akan penuh dengan rintangan dan gejolak yang harus dapat diatasi. Seseorang yang mendapat kebahagiaan ada baiknya membagi kebahagiaan tersebut kepada orang lain, jangan hanya memikirkan diri sendiri.

Teks : Kusalamani




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta