HINDARI "MA LIMA"

HINDARI "MA LIMA"Kata orang bijak, “Hidup hanya sekali, maka manfaatkanlah hidup dengan perbuatan yang baik’. Bahkan orang Jawa bilang, “Urip Mung Mampir Ngombe”. Artinya hidup di dunia itu hanya sekali, ibaratnya orang mampir minum saja. Jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, maka akan menyesal seumur hidup. Banyak peribahasa bijak demikian itu di masyarakat, tetapi banyak pula yang melanggarnya. Bahkan ada yang berpendapat, mumpung hidup sekali, manfaatkanlah untuk bersenang-senang. Memang tidak ada larangan. Berbuat hidup yang baik atau jelek, itu adalah pilihan masing-masing individu. Namun demikian, setiap tindakan akan menuai hasil, seperti peribahasa “Ngundhuh Wohing Pakarti”.

HINDARI "MA LIMA"Bagi masyarakat Jawa, menghindari perbuatan “Ma Lima”, seperti “maling, madat, madon, minum, dan main” adalah suatu keharusan. Ajaran moral itu hampir setiap generasi mendengungkannya. Tujuannya agar hidup bertetangga di masyarakat bisa selaras dan harmonis. Kekacauan di masyarakat, salah satu penyebabnya adalah masih banyak manusia yang menjalankan “ma lima” tersebut.

Banyak naskah kuno Jawa yang membahas ajaran tentang “ma lima” termasuk “Serat Piwulang Bab Satruning Manungsa Sejati” Arti harafiahnya kurang lebih buku yang membahas ajaran-ajaran jelek musuh dari manusia sejati dan harus dihindari. NaskahHINDARI "MA LIMA"tersebut tidak diketahui pengarangnya. Namun dialihaksarakan oleh Siswoyo dan diterjemahkan oleh T.W.K. Hadi Soeprapta. Naskah tersebut diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta tahun 1979 lalu. Dalam naskah itu ada 9 ma/mim yang wajib dicegah oleh manusia dalam kehidupannya. Selain “ma lima” yang sudah sering kita kenal, juga ajaran yang berkaitan dengan berpakaian dan suka makan.

Dalam berpakaian, hendaklah kita mengenakan pakaian secara sederhana dan wajar yang penting bersih dan rapi. Jangan terlalu mewah, mahal, dan glamour dalam berpakaian, apalagi pakaian itu tidak sebanding dengan posisi sosial kita di masyarakat.HINDARI "MA LIMA"Jangan suka berhutang hanya untuk membeli pakaian, gara-gara karena ingin dipuji orang lain, apalagi hanya ingin pamer. Orang yang suka pamer pakaian menunjukkan piciknya budi pekerti.

Demikian pula orang yang suka makan, harus disesuaikan dengan penghasilan. Jangan sampai banyak hutang hanya karena untuk urusan makan saja. Selain itu orang yang hanya suka makan akan banyak mendatangkan penyakit. Saat ini orang banyak terkena penyakit stroke, jantung, kolesterol, dan lainnya, karena gara-gara terlalu banyak makan atau pola makan yang tidak terkontrol. Orang hidup harus berprinsip “mangan kanggoHINDARI "MA LIMA"urip” dan bukan sebaliknya “urip kanggo mangan”. Jika “urip kanggo mangan”, artinya hidupnya habis hanya untuk memikirkan makan.

Demikian itu antara lain ajaran-ajaran dari “Serat Piwulang Bab Satruning Manungsa Sejati” yang dibeberkan dalam kegiatan macapatan oleh Paguyuban Macapatan Malem Jumat Legen yang dilaksanakan di Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, pada Kamis malam (29/9) lalu. Hadir dalam acara tersebut sekitar 100 peserta yang datang dari berbagai pelosok desa di DIY, seperti Pandak, Imogiri, Kretek (Bantul), Nanggulan (Kulon Progo), Sleman, dan Kota Yogyakarta. Pembahas dalam acara macapatan tersebut adalah Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum. (Dosen FBS UNY Yogyakarta).

Suwandi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta