Festival Peh Cun di Sungai Cisadane Tangerang
Peh Cun merupakan salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Cina. Kita beruntung bisa menyaksikan peristiwa kebudayaan ini, karena saat era Presiden Soeharto perayaan ini tidak pernah diperbolehkan, jangankan dirayakan, ornamen-ornamennya saja tidak boleh ada. Peh Cun dalam bahasa Indonesia berarti mendayung perahu.
Peserta lomba Perahu Naga menunggu acara dimulai
Setiap tanggal 5 bulan 5, konon letak matahari sangat dekat dengan bumi, dan hari itu dianggap hari terbaik, bahkan sampai saat ini kepercayaan tersebut masih ada. Pada saat itu juga dipercaya telur bisa berdiri. Hal ini akibat posisi matahari, bumi dan bulan dalam satu garis lurus, sehingga gravitasi bisa membuat telur berdiri.
Perayaan ini tentunya selalu dirayakan dengan berbagai kegiatan, diantaranya Lomba Perahu Naga dan Makan Bak Cang. Dulu sebelum hari pelaksanaan lomba perahu naga, menurut Udaya Halim, pendiri Musem Benteng Heritage Tangerang, Banten, perahu dimandikan dan ada berbagai ritual dilaksanakan sebelum festival. Konon air bekas pemandian perahu itu dipercaya membawa berkah.
Ada juga mitos yang berkembang bahwa perahu yang ada di Kelenteng Boen Tek Bio kawasan Cina Benteng Tangerang keluar dari Sungai Cisadane dengan sendirinya dan dijadikan benda keramat.
Warga Tangerang antusias menunggu lomba Perahu Naga
Dalam Festival Peh Cun di kali Cisadane baru-baru ini, beberapa kelompok sudah menyiapkan diri untuk lomba. Menurut Udaya, ada perahu Kapak yang menurut sejarahnya selalu menang, dan lomba ini kerap memakan korban, namun anehnya korban pasti dari luar wilayah, bukan masyarakat setempat. Lomba perahu Naga ini sudah ada sejak 475 SM – 221 SM, tak hanya di Asia, juga dilaksanakan di Amerika Serikat. Bahkan perlombaan ini berskala internasional dan dihadiri peserta dari berbagai negara.
Sayangnya lomba perahu Naga di Tangerang harus mundur beberapa jam karena menunggu pejabat setempat untuk membuka acara. Padahal menurut pedagang di sekitar lokasi, dari tahun ke tahun tidak pernah ada kunjungan dari pejabat, kabarnya mereka sibuk datang karena pemilihan walikota Tangerang sebentar lagi dilaksanakan.
Sebelum dimulai, lomba dibuka dengan tabur bunga di kali. Tabur bunga ini kebiasaan masyarakat lokal, menjaga agar tidak terjadi kecelakaan atau memakan korban dalam pelaksanaan lomba.
Melepas bebek juga menjadi acara yang ditunggu-tunggu penonton dan peserta lomba. Ratusan bebek dilepas di Sungai Cisadane, dan dikejar oleh para peserta, tentunya bebek bisa dibawa pulang, untuk dijual atau disembelih untuk dimakan. Pelepasan bebek dari sangkar ini bertujuan untuk membuat hidup terbebas dari kesialan. Menangkap bebek pun menjadi tontonan menarik sepanjang acara.
Wakil Walikota Tangerang, Arief R.Wismansyah membuka lomba Perahu Naga
Makan Bak Cang juga menjadi salah satu kegiatan dalam perayaan Peh Cun. Makanan yang terbuat dari nasi atau ketan dibungkus dengan daun bambu dan diisi daging cincang ini merupakan makanan simbolik Festival Peh Cun. Bentuknya bermacam-macam. Di zaman Dinasti Ming akhir, bentuk bacang yang dibawa ke Taiwan oleh pendatang dari Fu Jian berbentuk bulat gepeng, berbeda dengan bentuk prisma segitiga yang ada di Indonesia.
Perayaan Peh Cun ini tak lepas dari catatan sejarah dan cerita turun temurun masyarakat Cina. Zaman dulu sekitar 339 SM ada seorang menteri atau negarawan dari Negara Chu bernama Qu Yuan. Ia sangat setia pada negaranya, bahkan melakukan banyak hal untuk kebaikan Negara Chu. Sayang ia dikritik dan difitnah sehingga ia diusir dari negara tersebut. Karena cemas dengan kondisi dan masa depan negaranya, ia bunuh diri dengan melompat ke Sungai Milou pada tanggal 5 bulan 5.
Rakyat yang sangat sedih mencari jenazah sang menteri namun tidak pernah ketemu. Mereka kemudian melemparkan nasi yang dibungkus dan makanan lain ke dalam sungai dengan maksud agar jenazahnya tidak dimakan oleh ikan. Ada juga yang bilang makanan tersebut untuk sang menteri di dalam sungai. Itulah asal muasal makanan bak cang, dan pencarian jenazah yang dilakukan nelayan dengan perahu menjadi cikal bakal perlombaan perahu naga.
Mengejar bebek menjadi tontonan paling menarik
Meriahnya perayaan Peh Cun ini sudah menjadi ikon Kota Tangerang dalam memberdayakan dan melestarikan kebudayaan Tioghoa dan tentunya juga Sungai Cisadane. Upaya yang dilakukan oleh perkumpulan Boen Tek Bio juga Udaya Halim bersama Museum Benteng Heritage patut diapresiasi yang diharapkan akan bisa menjadi daya tarik wisatawan dalam dan luar negri.
Naskah & foto:Natalia S.
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Cerita dari Jazz Gunung 2013 (2)(02/07)
- Sagopi, Racun atau Madu Asmara Kerajaan Mandura(02/07)
- Cerita dari Jazz Gunung 2013 (1), Indahnya Jazz Merdunya Gunung(01/07)
- Majalah Sastra Bernama Sabana Terbit Di Yogyakarta(29/06)
- Kirab Juang, Mengenang Peristiwa Jogja Kembali(29/06)
- Pelajar dan Guru SMPN 7 Yogyakarta Singgah di Tembi Rumah Budaya(28/06)
- Kalau Kau Rindu Aku Di Sastra Bulan Purnama(27/06)
- Abimanyu Palakrama, Lakon Wayang Wong Kraton Yogyakarta Dalam Gelar Budaya Jogja 2013(26/06)
- Tari Golek Bawaraga dan Srimpi Jebeng Hadir dalam Acara Gelar Budaya Jogja 2013(25/06)
- Workshop Mengenali Kayu Jati Oleh Ir Yustinus Suranto(25/06)