Cerita dari Jazz Gunung 2013 (2):

Pertunjukan Jazz Gunung 2013, Gunung Bromo, 21-22 Juni 2013, foto: Gardika Gigih Pradipta
Djaduk Ferianto (kanan) nimbrung sebagai penabuh gendang grup jathilan lokal

Rangkaian cerita dari Jazz Gunung 2013 berawal dari hari pertama di panggung terbuka Java Banana Bromo, pada Jumat 21 Juni 2013. Di sepanjang jalan menuju Java Banana yang terletak di Desa Wonotoro, Probolinggo, kira-kira 5 km sebelum gerbang Cemoro Lawang menuju kawasan Bromo, banner-banner Jazz Gunung 2013 menyambut di kiri kanan jalan.

“Cool Jazz, Fresh Air”, “Indahnya Jazz Merdunya Gunung”, adalah contoh dari tulisan-tulisan di umbul-umbul yang terpampang di sepanjang jalan menuju tempat pertunjukan, menyambut audien yang datang ke pertunjukan jazz di pegunungan, di alam terbuka.

Jumat siang, saat audien mulai berdatangan di kawasan Java Banana, kesenian Jathilan dari Desa Wonotoro beraksi menyambut audien di luar pintu masuk venue. Djaduk Ferianto ikut berkolaborasi, bermain kendang dengan grup Jathilan ini.

Pada pukul 14.00, pertunjukan di panggung terbuka Java Banana dimulai. Cantrek, yang terdiri dari para musisi muda komunitas Rompok Bolong, Malang, mengawali rangkaian program Jazz Gunung hari pertama. Para musisi muda ini membawakan beberapa nomor jazz populer seperti ‘Night in Tunisia’ karya instrumental Dizzy Gillespie and Frank Paparelli, ‘All Blues’, ‘Shadow of Your Smile’ yang pernah dipopulerkan oleh Frank Sinatra.

Setelah penampilan Cantrek, giliran musik tradisional Banyuwangi menghangatkan suasana Jazz Gunung. Blambangan Art School menyuguhkan musik tradisional Banyuwangi yang begitu atraktif dan menarik. Dua pesinden grup ini melantunkan berbagai lagu tradisional dalam bahasa Osing dengan cengkok Banyuwangi yang khas. Pada beberapa lagu, pesinden juga menari dan membuat audien ikut bergoyang menikmati ritme musik yang rancak.

Pertunjukan Jazz Gunung 2013, Gunung Bromo, 21-22 Juni 2013, foto: Gardika Gigih Pradipta
Lea Simanjuntak melantunkan lagu-lagu yang membangkitkan rasa cinta Tanah Air

Usai penampilan Blambangan Art School, giliran penyanyi jazz cantik lulusan Western Australia Academy of Performing Arts, Sierra Soetedjo tampil. Sierra yang sore itu tampil anggun dengan mantel dan topi coklatnya langsung disambut sorak antusias dari para audien saat ia naik ke panggung. Sierra bersama bandnya menyapa audien dengan lagu pembuka, namun sayang baru mulai menyanyi sejenak, hujan turun, sekitar pukul 5 sore, sehingga memaksa pertunjukan dihentikan sejenak.

Awak panggung pun dibuat kalang-kabut karena harus menutupi semua instrumen musik dan peralatan sound system di panggung dengan plastik dan terpal. Hujan juga membuat para audien meninggalkan venue sejenak dan mencari tempat berteduh.

Hujan benar-benar menghentikan berbagai aktivitas di Jazz Gunung dan memberi tanda tanya pada semua pihak, kapan hujan akan reda?. Waktu terus berlalu dan hingga selepas maghrib, hujan belum juga reda. Akhirnya sekitar pukul 19.00 hujan benar-benar reda dan pertunjukan dilanjutkan kembali.

Sierra Soetedjo kembali naik ke panggung dan melantunkan suara merdunya. Suasana yang dingin setelah hujan kembali menjadi hangat saat Sierra menyanyikan ‘Autumn Leaves’, sebuah lagu yang tentu sudah tak asing lagi di kalangan penggemar Jazz. Sierra memberikan bumbu teknik vokal scat, menyanyi improvisasi tanpa kata di lagu-lagu yang ia bawakan.

Setelah ‘Autumn Leaves’, Sierra mempersembahkan sebuah lagu untuk ayahnya yang sedang berulang tahun dan malam itu juga ikut menonton Jazz Gunung. Untuk ayah tercinta, Sierra menyanyikan sebuah lagu berjudul ‘Have I Told You Lately That I Love You’ dari album perdananya Only One yang dirilis tahun 2011. Lagu ini benar-benar membuat suasana menjadi semakin hangat.

Pertunjukan Jazz Gunung 2013, Gunung Bromo, 21-22 Juni 2013, foto: Gardika Gigih Pradipta
Sierra Soetedjo masih menyanyi dalam rintik hujan,
namun akhirnya terpaksa menghentikan pertunjukan
karena hujan begitu lebat. Ia tampil kembali setelah hujan reda

‘Cheek to Cheek’ dan ‘Save The Last Dance’ menjadi sajian penutup penampilan Sierra Soetedjo di Jazz Gunung 2013. Dalam sajian penutup ini, Sierra ‘memanggil’ salah satu gurunya yang juga merupakan musisi jazz legendaris negeri ini, Idang Rasjidi. Penampilan luar biasa Idang Rasjidi membius para audien. Sierra dan Idang Rasjidi juga sempat berdialog melalui nyanyian scat. Dialog musikal yang begitu menarik dan menghibur walau tanpa kata.

Usai penampilan Sierra Soetedjo dan Idang Rasjidi, panggung Jazz Gunung kembali dihangatkan dengan penampilan energik dari Balawan & Batuan Ethnic Fusion. Gitaris yang dikenal dengan teknik finger tapping ini menyuguhkan sajian unik bersama Batuan Ethnic Fusio yang terdiri dari instrumen-instrumen musik tradisional Bali, seperti Gangsa, Kendang Bali, dan Ceng-ceng.

Balawan & Batuan Ethnic Fusion, malam itu membawakan banyak lagu instrumental seperti ‘Belajar Menari’, ‘One Day We’ll Make it’. Selain memainkan musik instrumental melalui permainan gitarnya, Balawan juga mengajak istrinya, Ayu Komaratih, yang dulu adalah penyanyi keroncong sebelum menjadi ibu rumah tangga. Bersama Balawan & Batuan Ethnic Fusion, Ayu Komaratih menyanyikan beberapa lagu tradisional Bali, di antaranya ‘Janger’ dengan aransemen baru yang begitu indah.

Selain mengajak istrinya untuk bernyanyi, Balawan juga mengundang sahabatnya, seorang Beatboxer dari San Fransisco Amerika, Steve Hogan. Steve Hogan menunjukan kepiawaiannya ber-beatbox, membuat berbagai ritme perkusif yang sangat memikat melalui vokalnya. Permainan gitar yang memukau dari Balawan, permainan instrumen tradisi Bali yang atraktif, serta beatbox yang unik dari Steve Hogan menjadi paduan yang segar malam itu. Tepuk tangan riuh dari audien mejawab aksi mereka.

Pertunjukan Jazz Gunung 2013, Gunung Bromo, 21-22 Juni 2013, foto: Gardika Gigih Pradipta
Yovie Widianto Fusion menutup rangkaian pertunjukan hari pertama Jazz Gunung

Duo cantik penyanyi Lea Simanjuntak dan pianis Irsa Destiwi yang tergabung dalam Bandanaira menjadi penampil berikutnya setelah aksi Balawan. Bandanaira yang telah meluncurkan album “Aku Indonesia” pada tahun 2011 menyajikan lagu-lagu nasional Indonesia yang telah mereka aransemen seperti ‘Indonesia Tanah Air Beta’, ‘Ibu Kita Kartini’, ‘Tanah Airku’, dan ‘Desaku’. Lagu-lagu ini membangkitkan kembali rasa cinta Tanah Air dengan cara yang segar dan menarik, a la Bandanaira. Lentingan merdu Irsa Destiwi pada tuts piano berpadu dengan suara indah Lea Simanjuntak, ‘Tanah Airku tidak kulupakan, kan terkenang selama hidupku…’

Selepas penampilan Bandanaira Duo, penampil terakhir di hari pertama Jazz Gunung adalah Yovie Widianto Fusion. Yovie yang juga dikenal melalui grup yang didirikannya, Kahitna serta Yovie and Nuno, mengajak beberapa rekan musisi dari dua grup tersebut bergabung dalam Yovie Widianto Fusion. “Ini adalah sebuah project kreatif yang sulit dilakukan di dunia industri musik,” begitu perkenalan Yovie dengan jenaka.

Yovie Widianto tidak mengandeng seorang vokalis pun pada malam itu. “6/8”, komposisi instrumental yang membuka penampilan Yovie Widianto Fusion malam itu. Di sinilah Yovie dan kawan-kawan memperlihatkan skill bermusik mereka yang luar biasa dan Yovie bereksperimen dengan keyboard-nya, memainkan eksplorasi melodi yang ‘sulit dilakukan di dunia industri musik’.

Lagu berikutnya adalah ‘Dirantau’ yang diciptakan Yovie saat perjalanannya ke tanah Minang. Sebenarnya lagu ini diciptakan dengan vokal untuk Kahitna. Namun di Jazz Gunung, Dirantau dimainkan secara instrumental yang diberi sentuhan jazz dan idiom musik tradisi Minang.

Selain “6/8” dan Dirantau, tentu tak ketinggalan Yovie Widianto membawakan lagu-lagu romantis yang selama ini menjadi trademark-nya. “Untukku”, sebuah lagu yang diciptakan Yovie Widianto untuk almarhum Chrisye menjadi nomor spesial yang membuat audien bersorak ketika Yovie mulai memainkan intro yang indah dari lagu ini dengan keyboard-nya. Karena tak membawa vokalis, Yovie mengajak audien ikut bernyanyi dan tentu saja ajakan ini disambut dengan begitu hangat oleh audien yang memadati venue. “Walau ke ujung dunia, pasti akan kunanti, meski ke tujuh samudra pasti ku kan menunggu..”, begitulah cerita hangat dari hari pertama Jazz Gunung 2013.

Naskah dan foto:Gardika Gigih Pradipta



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta