EDUARDO GALEANO: PELACAK SEJARAH,
PENGUAK MASA DEPAN AMERIKA LATINA
Dalam suatu pertemuan tingkat tinggi antara Amerika Serikat dengan beberapa negara Amerika Latina, dua tahun yang lalu, Chaves yang mengagumi Sukarno, salah satu sosok fenomenal Amerika Latina dari negeri Venezuela yang baru saja duduk di tampuk kepresidenan memberikan ole-ole kepada Obama sebuah buku, Las venas abiertas de America Latina (The Open Veins of Latin America, untuk edisi 1997 dengan kata pengantar dari novelis kondang, Isabel Allende, keponakan mantan presiden Chilli, Salvador Allende). Buku yang ditulis pada usia 31 tahun itu ditulis oleh seorang yang menganggap dirinya ‘jurnalis’, walaupun dia menulis dalam berbagai bentuk, seperti esai, laporan, kritik, juga novel, di samping esai kolaborasi dengan perupa-fotografer di antaranya dengan fotografer legendaris Salgado. Pada usia yang muda pula, 35 tahun, dia meraih penghargaan tertinggi Cuban Casa de las Americas Prize untuk novelnya The Song of Ourselves.
Banyak pengamat menyatakan bahwa spirit dan gagasan revolusioner Chaves – dan juga Morales dari Bolivia, dan banyak pemimpin Amerika Latina lainnya – diilhami oleh buku itu yang memiliki perspektif kiri itu mengurai secara mendalam tentang 500 tahun masuknya kekuatan kolonialis-imperialisme, sejak dari Spanyol sampai dengan Amerika Serikat yang memainkan peran pembentukan rejim-rejim militer dalam konteks kepentingan politik ekonomi Amerika Serikat. Buku itu mengupas tuntas sejarah pemusnahan serta perlawanan dilakukan oleh warga dan suku Indian terhadap sistem eksploitatif yang mengakibatkan kemiskinan mutlak yang menciptakan struktur piramidal sosial di Amerika Latina.
Pada tahun 2003, melalui ilham buku itu sebuah grup musik punk Venezuela, Los Dolares, meluncurkan lagu-lagunya dan sebuah grup musik rock-ska Argentina, Los Fabulosos Cadillacs meluncurkan albumnya Rey Acuzar, diilhami dari salah satu bab buku Las venas abiertas de America Latina, yang juga dipakai sebagai salah satu judul lagu grup kondang itu. Dalam perspektif politik praktis dan sistem politik ekonomi, buku yang dianggap menjadi bacaan wajib bagi warga Amerika Latina memberikan ilham kepada pemerintah Uruguay, Argentina, Bolivia dan Venezuela suatu sistem tunjangan sosial kepada warga yang tak mampu.
Eduardo Galeano, itulah nama penulis yang disandingnya, dilahirkan di Montevideo, Uruguay, 3 September 1940, dari keluarga Katholik kelas menengah, dikenal sebagai penulis yang sangat produktif dengan 36 buku yang telah diterjemahkan keberbagai bahasa sepanjang 40-an tahun kariernya sebagai penulis. Sebagai penulis, Edu, panggilan akrabnya, lebih daripada penulis ortodok (orthodox genre); Edu menggabungkan dokumentasi, fiksi, jurnalisme, analisis sosial,politik, sejarah, mitos, kepercayaan lokal dan kebudayaan. Edu menganggap dirinya bukanlah ahli sejarah. “I am not historian. I am writer who would like to contribute to the rescue of the kidnapped memory of all America”, dalam kata pengantar triloginya. Bagi Edu yang meyakini perspektif dan analisis “Magical Marxism” – suatu konsep yang orisinal dari Edu yang ditimba dari pengalaman hidupnya sebagai penulis – one half reason, one half passion and a third half mystery (Fran Mason, Historical Dictionary of Posmodernist: Literature and Theater, Scarecrow Press, 2007) digunakannya sebagai alat untuk melacak, membongkar sistem penindasan dan merekonstruksi sejarah yang akan datang. Bagi Edu, bahwa masalah bangsa-bangsa dan negeri-negeri jajahan seperti Amerika Latina (dan juga Asia dan Afrika) mengalami amnesia historis akibat eksploitasi. Untuk itulah tugas penulis untuk melacak dan membentuk kembali sejarah masa depan melalui pelacakan dan pemahamannya tentang sejarah sosial di lingkungan masyarakatnya.
Pada sisi lainnya, Edu – yang kenal baik dengan Salvador Allende, Che Guevara dan puluhan pemimpin formal dan kaum gerilyawan Amerika Latina lainnya – menandaskan posisi-fungsi penulis-jurnalis wajib melacak dan membongkar konstruksi sejarah sosial bentukan sistem kolonial-imperialisme yang eksploitatif dan telah memusnahkan akar kebudayaan. Singkat kata, melalui pembongkaran sejarah sosial agar setiap warga tak lupa dengan akar sejarah kebudayaannya, maka penulis-jurnalis mesti melakukan pemihakan kepada kaum tertindas. Tidak bisa netral. Sebab suara dan bahasa manusia tidak lahir dari ruang kosong, tulisnya dalam El libro de los abrazos (The Book of Embraces)
Seperti kebanyakan remaja Amerika Latina, Edu bermimpi menjadi pemain sepakbola. Hal itu direfleksikan dalam esai-esainya El futbol a sol y sombra (Soccer in Sun and Shadow). Dalam esai-esai sejarah sosial sepakbola, Edu mengurai sejarah permainan yang telah tertanam di dalam jiwa masyarakat Amerika Latina. Bagi warga, sepakbola adalah teater dan peperangan. Dalam konteks itulah Edu mengkritik kapitalisme global (global capitalism) yang menjadikan olahraga kesenangan warga ini menjadi industri, dan menciptakan ekonomisasi, komoditas: gelimang uang menjadi tujuan utama. Tapi pada sisi lainnya, Edu juga mengkritik kalangan intelektual kiri yang telah merusak permainan rakyat yang penuh dengan spirit dan atraktif itu ke dalam gerakan massa hanya untuk alasan ideologis.
Pada umur belasan tahun Edu melakukan pekerjaan ekstra yang beragam, sebagai pekerja di pabrik, penagih hutang, pembuat papan nama, kurir, tukang ketik, kasir bank. Pada usia 14 tahun untuk pertama kalinya Edu mengirim kartun politik kepada mingguan El Sol yang diterbitkan oleh partai sosialis Uruguay. Kariernya sebagai jurnalis dimulai pada awal tahun 1960 sebagai editor Marcha, jurnal mingguan yang sangat berpengaruh, yang sering diisi oleh penulis kondang seperti Mario Vargas Llosa, Mario Benedetti, Manuel Malnonado Denis, dan Roberto Fernandes Retamar, disamping sebagai editor harian Epocha yang dijabatnya selama dua tahun dan editor penerbitan universitas.
Pada tahun 1973, ketika militer Uruguay melakukan kudeta, Edu dijebloskan ke dalam penjara, dan lalu melarikan diri dan tinggal di Argentina. Di sana dia bersama temannya Fico Vogelius mendirikan majalah kebudayaan Crisis. Ketika jenderal Videla melakukan kudeta berdarah di Argentina pada tahun 1976, Edu masukdalam daftar skuadron pembunuh ciptaan militer. Kembali Edu melarikan diri. Kali ini ke Spanyol, tinggal di Barcelona, dan di sanalah Edu menulis trilogi yang nantinya sangat terkenal, Memoria del Fuego (Memory of Fire): Los nacimientos (Genesis), Las caras y las mascaras (Faces and Mask), El siglo del viento (Century of the Wind), yang merupakan mosaik epik, episode dari rangkaian peristiwa sosial, politik, kebudayaan, cerita tentang rakyat jelata dalam perspektif realitas magis (magic reality).
Ketika rejim militer di Uruguay lengser pada tahun 1984, dan pemerintahan sipil kembali berkuasa, Edu yang menggunakan nama “Gius” untuk kartun-kartun politiknya, pada tahun 1985 kembali ke kota kelahirannya, Montevideo, sampai sekarang, dan terus menulis untuk berbagai jurnal, majalah dan media lainnya, dan aktif dalam berbagai organisasi kebudayaan, politik dan jaringan media cetakan dan elektronika untuk mendukung pemerintahan sayap kiri di Amerika Latina. Tahun 2004 Edu menulis untuk jurnal The Progressive dengan tajuk “Where the People Voted Against Fear” sebagai dukungan terbuka kepada Tabre Vasques yang menang sebagai presiden Uruguay dengan dukungan aliansi terbuka sayap kiri. Bagi Edu, rakyat Uruguay punya common sense, akal sehat, dan sudah bosan dan lelah oleh berbagai jenis dan bentuk penipuan yang dilakukan oleh blanco parties, partai jejadian, partai siluman.
Dan untuk mengembangkan gagasannya lebih lanjut, pada tahun 2005 bersama kalangan intelektual kiri Tariq Ali, Adolfo Esquivel dan puluhan intelektual lainnya duduk dalam dewan komite pembentukan TeleSur, jaringan teve Amerika Latina yang bermarkas di Caracas, Venezuela. Dan pada tahun 2006, Edu bergabung bersama para penulis kondang Gabriel Garcia Marques (peraih Nobel Sastera), Mario Benedetti, Ernesto Sabato, Thiago de Mello, Carlos Monsivais, Pablo Armando Fernandez, Jorge Enrique Adoun, Luis Rafael Sanchez, Mayra Montero, Ana Lydia Vega dan komponis-penyanyi Pablo Milanes menuntut kedaulatan Puerto Rico, melalui pernyataan Latin American and Caribean Congress Proclamation for the Independence of Puerto Rico.
Dan kita di nusantara, di negeri seratusan partai jejadian dan partai siluman, di antara sistem sosial politik yang dikangkangi oleh kaum korup, dan ingatan yang senantiasa luput dalam memahami sejarah sosial kita, ada baiknya menggugat diri: di mana posisi-fungsi kaum penulis……?
Halim HD. – Networker Kebudayaan.
Foto-foto browsing di google
Artikel Lainnya :
- PERESMIAN JEMBATAN KLERINGAN(13/01)
- KEHIDUPAN DI ATAS BATU KARANG(01/01)
- 17 Mei 2010, Klangenan - KATA-KATA DALAM PUBLIKASI PILKADA(17/05)
- 18 Agustus 2010, Yogya-mu - PAK PRAPTO DAN FANATISME BLANGKON GAYA JOGJA(18/08)
- 8 Juli 2010, Kabar Anyar - BONEKA DARI KORAN BEKAS(08/07)
- Sejarah yang Memihak, Mengenang Sartono Kartodirdjo(04/10)
- PENATAAN KAWASAN PANTAI PARANGTRITIS(24/03)
- Batik Bantul(19/10)
- Catatan Hari Baik untuk Berpergian(16/02)
- Daftar judul buku(18/10)