Anjani

Dewi Anjani adalah seorang putri yang cantik jelita dari pertapaan Grastina, kakak dari Guwarsa dan Guwarsi. Ibunya adalah Dewi Indradi dan bapaknya adalah Resi Gotama. Kecantikan Dewi Anjani tidak jauh berbeda dengan kecantikan Dewi Indradi ibunya. Hal tersebut dikarenakan sebelum menjadi istri Resi Gotama, Dewi Indradi adalah seorang Bidadari.

Selain kecantikan yang relatif sama, kedua wanita tersebut mempunyai kesenangan yang sama pula. Salah satunya yang menjadi kesenangan mereka adalah melihat-lihat pemandangan alam yang indah. Namun dikarenakan mereka tinggal di pertapaan, maka yang mereka nikmati sebatas keindahan alam yang berada disekitar pertapaan. Ada keinginan yang kuat diantara kedua anak dan ibu tersebut untuk dapat melihat keindahan alam dibelahan dunia lain, tidak hanya di wilayah pertapaan Grastina.

Sebagai sosok bidadari, keinginan yang kuat untuk dapat melihat keindahan alam di luar wilayah pertapaan Grastina, sesuai dengan apa yang diinginkan, ternyata mampu mengundang perhatian para dewa, terutama Dewa Surya, yang pada setiap harinya melihat keindahan alam di seluruh muka bumi. Karena perhatian yang berlebihan, Dewa Surya memberikan sebuah benda pusaka yang bernama Cupu Manik Astagina kepada Dewi Indradi. Dengan Benda tersebut Dewi Indradi dapat melihat keindahan alam di mana pun berada sesuai dengan imajinasinya.

Ketika pada suatu saat, Dewi Indradi bercengkrama dengan Cupu Manik Astagina, Dewi Anjani memergokinya. Ia sangat terpana dengan Cupu Manik Astagina dan meminta benda tersebut dari ibunya. Setelah Cupu Manik Astagina diberikan kepada Dewi Anjani, benda tersebut diketahui pula oleh kedua adiknya, dan menjadi rebutan. Mengetahui ketiga anaknya berebut benda pusaka milik Dewa Surya, Resi Gotama murka dan membuang Cupu Manik Astagina ke telaga Sumala.

Sesampainya di telaga Sumala, Dewi Anjani tidak mendapatkan benda yang diperebutkan. Karena letih kedua tangannya mengambil air telaga untuk membasuh mukanya. Keajaiban terjadi. Muka dan kedua tangannya yang basah karena air telaga, berubah wujud menjadi tangan kera dan muka kera. Hampir bersamaan waktunya dengan perubahan kedua adiknya dari seorang ksatria bernama Guwarsa dan Guwarsi menjadi seekor kera bernama Subali dan Sugriwa.

Dengan penyesalan yang dalam Anjani dan kedua adiknya kembali ke pertapaan. Oleh Resi Gotama Dewi Anjani disuruh melakukan tapa ‘nyantuka’ yaitu bertapa dengan cara seperti katak. Di telaga Nirmala, Dewi Anjani membenamkan badannya yang molek tanpa busana di dalam jernihnya air telaga, sedangkan kepalanya berada di atas permukaan air. Selama bertapa, Dewi Anjani memakan dedaunan yang jatuh di depan mulutnya. Siang maupun malam, Dewi Anjani tak pernah berhenti memohon agar dirinya dipulihkan menjadi seorang putri yang cantik jelita.

Keprihatinan Dewi Anjani didengar oleh Batara Guru dewa tertinggi penguasa kahyangan. Ia kemudian turun ke bumi mendekati Dewi Anjani. Melihat tubuh molek tersebut Batara Guru tak kuasa membendung gelora birahinya, maka keluarlah kama Batara Guru dan jatuh menimpa daun sinom dan daun talas yang pernah untuk membungkus janin muda yang gugur dari rahim Dewi Sinta. Kedua daun tersebut jatuh dan hanyut persis di depan mulut Dewi Anjani. Maka kemudian dimakan dedaunan itu. Akibatnya Dewi Anjani hamil. Batara Guru menyadari bahwa kehamilan Dewi Anjani akibat dari perilakunya maka diperintahkannya para Bidadari untuk membantu proses persalinan Dewi Anjani.

Maka setelah tiba waktunya, Dewi Anjani melahirkan seorang bayi laki-laki berupa kera berbulu putih kemilau dan diberi nama Anoman. Dewi Anjani dan Anoman kemudian dibawa ke Kahyangan.

Peristiwa kelahiran kera berbulu putih menjadi tanda bahwa Dewi Anjani telah berhasil mengeluarkan watak kera yang ada di dalam dirinya. Watak yang saling berebut dan saling menggigit di antara sesama saudara. Kini Dewi Anjani telah dipulihkan seperti sedia kala. Wajahnya kembali cantik, ia tidak lagi mengandung kera di hatinya. Keranya telah diputihkan menjadi sosok Anoman.

herjaka HS




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta